Setelah kepergian Danish, kini seorang Marsha berada di ruang tengah sedari tadi bolak-balik sembari gigit bibir bawah karena kepikiran Danish soal rencana honeymoon malam ini. Bahkan, ia belum mempersiapkan hal apa yang dilakukan nanti bersama Danish sementara ia masih ingin jawaban kenapa pria matang sekaligus atasannya ini mau menikahi dirinya yang sudah menjadi milik orang lain.
Nenek secara tidak sengaja melihat Marsha mondar-mandir membuat kedua bola matanya sakit serta kepalanya pusing.
"Marsha, kau belum selesai setrika lantai?" tanya Nenek setelah tiba di belakang Marsha.
"Nenek?!" pekik Marsha kaget karena wajah Nenek sedang memakai masker warna hitam pekat.
"Kau seperti melihat hantu aja menantu," seru Nenek tanpa merasa bersalah.
"Oh astaga," batin Marsha menanggapi ucapan Nenek.
"Menantu ke sini ada yang ingin Nenek bicarakan denganmu!" ucap Nenek sambil duduk di sofa khusus miliknya.
"Ia Nenek." Marsha menurut namun tidak ikut duduk karena masih canggung terhadap anggota keluarga Danish apalagi Nenek adalah orang yang paling berpengaruh.
"Apa yang kau pikirkan sampai tidak ingat duduk?" tanya Nenek serius.
"Tidak ada Nenek," jawab Marsha bohong.
"Tapi tadi kau bagaikan setrika tanpa di colok," cecar Nenek namum santai.
"Apa?!" pekik Marsha bingung maksud perkataan Nenek yang tidak pernah ia pahami.
"Lewat, kau itu terlalu lamban sekali menantu." Marsha diam dan mengangguk ia sama sekali tidak marah dengan ucapan Nenek karena apa yang dikatakan memang benar.
"Kau tidak mau duduk menantu? Nanti kakimu kram yang susah semua penghuni mansion," tambah Nenek lalu wanita tua itu minum jus mangga dibawa tadi dari dapur.
"Ia Nenek." Marsha langsung mengiyakan karena ia tidak bisa menolak. Kedua kakinya saat ini memang butuh duduk karena lamanya ia berdiri hingga pegal.
"Menantu, Nenek mau tanya apa Danish sudah pernah mencetak?" tanya Nenek tiba-tiba hingga Marsha seketika langsung tersedak mendengar pertanyaan pribadi yang memalukan untuknya.
"Maaf Nenek," lirihnya sambil memalingkan wajahnya sudah memerah karena malu luar biasa.
"Belum ya? Padahal sebelum kepergian Nenek ada baiknya melihat cicitiku lebih dulu tapi si Danish belum juga melakukannya. Apa yang kalian dua lakukan sampai belum juga gol?" tanya Nenek lagi menatap wajah merah Marsha.
"Ya Tuhan pertanyaan apa ini?" jerit Marsha dalam hati. Ia tidak mungkin cerita hal itu kepada Nenek walaupun dirinya dan Danish melakukannya.
Obrolan Nenek dan Marsha seketika terhenti salah satu pelayan menghampiri mereka berdua sambil membawa sebuah telepon genggam dengan wajah yang terlihat sedikit takut. Tepat pukul sebelas siang adalah waktu bagi Nenek beristirahat dan tidak bisa diganggu total namun, rasa ketakutan itu diabaikan karena hal yang mendesak.
"Maaf Nyonya saya tidak sopan mengganggu tapi ada panggilan dari Tuan Muda,'' ucap pelayan tersebut penuh hati-hati.
"Mau apa si karatan itu menggangguku?" dengus Nenek namun tetap menerima panggilan dari Danish.
"Tuan Muda mau bicara apa sampai mengganggu Nenek?" batin Marsha dalam hati.
"Kau mau bilang apa sampai mengganggu Nenek, Danish?" tanya Nenek tidak ramah karena kesal.
''Nenek mau uang tidak?" goda Danish langsung ke poin.
"Mau! Nenek saat ini membutuhkan perawatan wajah tapi sepertinya kau mengatakan itu karena ada sesuatu sampai ingin memberikan uang kepadaku.'' Danish seketika langsung tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban Nenek yang tidak pernah meleset sekalipun.
''Benar apa yang Nenek katakan itu tapi aku dan Marsha malam ini akan melakukan honeymoon ke puncak.'' Suara dentuman keras mengagetkan Marsha pasalnya Nenek tidak sengaja menjatuhkan gelas anti pecah lantai.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi?" gumam Marsha dalam hati. Nenek masih diam namun kedua bola matanya terus menatap Marsha tajam dan menantunya itu terlihat semakin gugup. Perasaan Marsha semakin tidak karuan berharap tidak ada masalah.
"Terus hubungan uang dan honeymoon apa?" tanya nenek tidak peka.
"Apa honeymoon?!" pekik Marsha tidak sengaja mendengar ucapan Nenek.
''Nenek bisa buat Marsha cantik malam ini soal biaya Danish siapkan semuanya termasuk uang tip!" seru Danish.
''Serahkan semuanya kepada Nenek. Malam ini kau tidak akan kecewa Danish karena mahakarya Nenek tidak akan pernah gagal,'' ucap Nenek begitu bahagianya mendengar kabar ini.
"Danish akan menunggu di salah satu hotel keluarga kita Nenek,'' tambah Danish.
"Sepertinya kamu sudah tidak sabaran lagi ya?" goda Nenek tanpa memperdulikan di sana Marsha sedari tadi menguping.
"Demi Nenek,'' sahut Danish sambil tertawa terbahak-bahak dalam ruang kebesarannya.
"Dasar cucu karatan.'' Danish merasa puas dengan semua yang direncanakannya berjalan dengan baik sejauh ini. Pernikahannya kali ini benar-benar sebuah lelucon paling menguntungkan dia.
''Nenek, Marsha ada di mana?" tanya Danish tidak lupa menanyakan kabar istrinya itu.
''Ada bersama Nenek kami dua sedang duduk,'' balas Nenek.
''Baiklah Nenek malam ini Danish akan menunggu kedatangan Marsha. Danish harus melanjutkan rapat lagi nanti kita bicara ya nenek?" ucap Danish halus. Nenek hanya berdehem lalu obrolan selesai dan pelayan kembali menerima telepon genggam tersebut.
Marsha semkin terlihat gugup karena Nenek memperhatikannya dari atas sampai ke bawah dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Nenek langsung berdiri otomatis Marsha juga ikut berdiri jantungnya semakin berdetak kuat.
''Menantu, kenapa kau tidak cerita dari tadi bahwa kalian berdua nanti malam akan mengadakan honeymoon?" tanya Nenek kesal namun tidak bisa ditunjukkan semuanya karena suasana hatinya sedang baik.
''Maaf Nenek, Marsha bukan bermaksud tidak memberitahukannya,'' lirih Marsha, kepalanya bahkan menunduk tidak berani menatap Nenek.
''Baiklah karena suasana hatiku sedang bahagia jadi untuk marah aku pending. Saat ini kita berdua harus pergi ke salon untuk permak wajahmu itu,'' ucap Nenek serius.
''Tapi Nenek-'' Nenek langsung memotong cepat ucapan Marsha.
''Malam ini kalian harus memberikan Nenek cicit kau lebih baik tenang aja karena semua ada ahlinya untuk membuatmu nanti malam tidak grogi,'' seru Nenek.
"Apa?" jerit Marsha kembali tidak menyangka godaan Nenek membuat rona wajahnya memerah.
Nenek langsung membawa Marsha menuju sebuah ruangan khusus untuk para wanita di sana, Marsha tercengang melihat semua kebutuhan para wanita sudah ada di sini. Sebagai anak desa yang hidup pas-pasan, Marsha hanya bisa telan ludah melihat semua fasilitas para wanita ada disini semuanya.
"Menunggu datang ahli make up menantu lebih baik terapi olahraga seperti ini.'' Nenek meliuk-liukkan pinggang yang masih kuat untuk bergoyang.
''Ayo lakukan menantu!" teriak Nenek tanpa menghentikan goyangannya.
"Astaga Nenek awas nanti pinggangnya encok.'' seru Marsha. Ia sungguh khawatir melihat cara Nenek yang berolahraga begitu ekstrim. Ia aja yang masih muda merasa kalah berharap Nenek yang begitu kuat beda dengan dirinya.
"Kenapa kau diam menantu?" tanya Nenek tidak suka melihat Marsha malas-malasan.
"Marsha tidak bisa melakukannya, Nenek,'' balas Marsha gugup.