Chereads / Chosen Blood / Chapter 22 - Sandiwara

Chapter 22 - Sandiwara

Shine membuka matanya yang memerah, dan berdidi dengan siaga, indera penciumannya mengetahui siapa pemilik bau ini.

"Wanita itu datang," Sebut Shine.

"Wanita?" Tanya Rachel.

Berarti salah satu dari dua wanita yang diperkenalkan, itu tidak mungkin Casey … aku bisa menebaknya sosok wanita yang berada di balik pintu itu.

Jantung Rachel berdetak cepat … entah kenapa ia merasakan hal yang tidak menyenangkan akan terjadi pada saat ini.

Bagaimana jika dia benar-benar akan membunuhku? Maksudku dia mungkin hanya akan bilang kalau dirinya tidak berhasil mengendalikan diri? Aku masih bisa mengingat bagaimana dua vampire tadi menahan seorang Bravely.

Shine menatap Rachel, dirinya tahu jika wanita itu sedang cemas. Layaknya seekor anjing dan kucing yang bisa merasakan aura tuannya, begitupun dengan Shine. Secara tidak langsung dirinya mengakui keanjingan di dalam dirinya.

"Ini aku … Vesha. Bisakah kalian membuka pintunya?" Vesha berbicara dari luar pintu.

Shine sedikit membuka pintu untuk mengintip "Apa yang mau kau lakukan disini?"

"Aku hanya ingin berkenalan lebih baik dan juga mungkin meminta maaf dengan perlakuanku tadi padanya, aku hanya … ya …, kau tahu kaget karena ada seekor anjing liar bersama manusianya," Vesha berbicara sambil tersenyum kecil.

Namun di dalam kata-katanya benar-benar mengandung pisau yang menyayat hati pendengarnya.

"Sepertinya dirimu tidak bisa membedakan yang mana anjing dan yang mana serigala. Ah…, mungkin itu karena otakmu yang tidak berkembang setelah menjadi mayat hidup, atau otakmu telah membusuk?" Shine sama sekali tidak dapat berbasa-basi dengan siapapun.

Vesha merapatkan genggaman tangannya, ia menahan kekesalan akibat perkataan Shine yang menganggapnya busuk. Namun dirinya harus tetap tenang dan menjalankan apa yang telah ia pikirkan dari tadi.

"Aku datang kesini bukan untuk bertarung denganmu darah kotor," Vesha masih mengucapkan kata yang kasar.

Sungguh dia telah berusaha untuk mengucapkan kata-kata selembut mungkin, namun ketika mencium aroma busuk tubuh Shine … tentu hanya para vampire yang dapat mencium aroma yang tidak menyenangkan dari pemburunya, dan juga karena memikirkan perkataan Shine tadi. Akhirnya ia mengakhiri dengan pilihan kata yang buruk.

"Errr …" Geram Shine ketika mendengar perkataan darah kotor.

"Siapa dirimu hingga dapat menghakimi diriku sebagai darah suci atau darah kotor? Sedangkan dirimu sendiri tidak berdarah sama sekali … hanya sebuah cairan hitam pekat, lengket dan bau yang mengisi tubuhmu," Shine kembalii membalas dengan penghinaan.

Vesha menghetikan kata-kata yang hampir keluar dari bibirnya, dia mulai berpikir ini tidak akan pernah berakhir jika aku tidak segera menyudahi semua pembicaraan yang saling menghina.

"Aku kesini bukan untuk hal yang tidak terlalu penting dan saling menghina. Jadi apakah aku boleh masuk?" tanya Vesha yang benar-benar menghentikan kataan hinanya.

Shine menatap Rachel, mempertanyakannya kepada dirinya dan meminta izin kepadanya.

Selagi Shine menatap Rachel, Vesha menyelipkan kepalanya di balik pintu yang terbuka, ia memamerkan senyuman yang hangat disana sambil mengibaskan sebuah kain.

"Karena baru saja pulang dari berlibur yang cukup panjang, dan aku membeli banyak sekali barang. Mungkin kau bisa memilih yang mana dirimu suka atau butuhkan … sebagai tanda perkenalan mungkin? Tentu saja jika dirimu berkenan," Vesha berusaha membujuk Rachel.

Tentu saja aku tidak bisa menolaknya, sekalipun aku tidak terlalu suka dengan sikapnya, siapa tahu dia benar-benar menyesali apa yang telah ia lakukan tadi. Aku harus berpikir positif tentangnya, ini merupakan hari pertama kali bertemu dan lagi ada Shine yang selalu melindungiku. Dia tidak mungkin berani berbuat apapun.

Rachel menganggukan kepalanya kepada Shine, dan Shine menerima sinyal tersebut. Namun belum sempat Shine membuka pintu kamar itu semakin lebar, tangan halus milik Vesha telah mendorong pintu itu, membuka celah semakin lebar dan menyelipkan tubuh ramping nan professional itu melewati antara Shine dan pintu.

"Ah … bisakah kau meninggalkan kami berdua. Adahal yang lelaki tidak perlu tahu," Vesha kembali melancarkan aksinya.

"Tentu saja tidak, aku akan disini menunggu dan mengawasimu," Shine mempertegas semuanya.

"Termasuk saat kami membuka pakaian?" Vesha bertanya sambil mempertahankan senyumannya.

Shine sedikit kaget dan tergugup sejenak, dirinya tidak tahu harus berkata apa.

"Kenapa kalian harus membuka pakaian? Apa seperti itu perkenalan para wanita?" pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Shine.

Yang membuat Rachel ikut melonggo mendengar pertanyaan Shine, siapa yang memperkanlakn diri dengan membuka pakaiannya kepada orang lain?

"Ah …, karena itu aku katakan … para lelaki tidak akan mengerti apapun. Untuk apa aku membawa banyak pakaian jika dia tidak mencobanya didepan ku?" Vesha mengangkat tangannya yang membawa beberapa paper bag menunjukan kepada Shine.

"Tenang saja … aku tidak akan membunuhnya. Jika dirimu mendengar suara aneh dan jeritan, tentu saja kau bisa menerobos kapanpun. Aku tidak akan mengunci pintunya, tapi sepertinya kau akan langsung menghancurkan tembok rumah ini. apapun yang kau inginkan," Vesha menganggukan kepalanya kecil kepada Shine, berusaha menyakinkan lelaki itu.

Saat itu juga rasa kecurigaanku muncul lebih tinggi dari sebelumnya, sebagai orang yang selau berada dilapangan dan selalu berurusan dengan orang-orang yang memiliki muka dua. Vesha … memenuhi seluruh kiteria orang bemuka dua. Aku bisa merasakannya dengan sangat kuat.

Shine dengan ragu berjalan meninggalkan mereka berdua, sementara Rachel membatu sejenak menatap kepergian Shine, ia sempat mengelengkan kepalanya dengan pelan, memberikan kode kepada Shine untuk tidak pergi meninggalkannya sendiri.

Vesha langsung menatap tajam kepada Rachel, senyum manisnya hilang tergantikan muka yang cemberut dengan bibir yang melengkung kebawah.

Apa yang aku bilang?

Rachel berusaha mengingatkan dirinya sendiri soal alarm kecemasan yang diberikan oleh tubuhnya, sudahi semuanya dengan cepat. Atau carilah alasan lain … setidaknya jangan berdua saja dengannya.

"Kenapa? Aku semenakutkan itu untukmu? Atau aku terlihat seperti zombie yang ada di film-film itu?" tanya Vesha yang menatap Rachel membatu.

Rachel mengelengkan kepalanya pelan, berusaha mencari aman. Memikirkan bagaimana kekuatan mereka melebihi manusia kuat, satu pukulan saja sudah dapat membuat mukanya tidak rata.

"Sepertinya kau mengetahui maksud kedatanganku kali ini, ini memang pertemuan kita yang pertama … tapi aku tidak akan berbasa-basi denganmu. Aku akan mengatakan apa yang ingin aku katakan," Vesha berbicara sambil berjalan mendekat kepada Rachel.

"Aku yakin jika anjing itu sedang menguping pembicaraan kita," Vesha berbisik, berbicara selembut mungkin.

"Aku ingatkan dirimu, jangan berteriak atau aku akan membunuhmu dengan satu pukulan," Vesha masih berbisik. Namun tangannya mulai bergerak mencengkek leher Rachel.

Ia berjalan dengan sangat anggun dan lembut, hingga langkah kakinya sama sekali tidak terdengar, seolah-olah memiliki kekuatan meringankan tubuh … setiap langkah kakinya tidak meninggalkan jejak suara maupun jejak pijakan.

Dia memojokkan Rachel kedinding, mengangkat tubuh Rachel dengan satu tangan yang mencekik leher Rachel.