Chereads / Luna dan Pangeran Serigala / Chapter 12 - Kegentingan Sebelum Menuju Kota

Chapter 12 - Kegentingan Sebelum Menuju Kota

Waktu yang ditunggu telah tiba, sehari menjelang bulan purnama Alice, Eryk, Luna beserta kedua orang tuanya sudah bersiap untuk berangkat menuju kota. 

Tiada angin tiada hujan, tiba-tiba Tuan Christ dan ketiga anak serta menantunya datang untuk menghalangi mereka pergi ke kota. Perdebatan sengit sempat terjadi, meskipun tak berlangsung lama namun cukup menguras tenaga. 

"Kalian hendak kemana?" teriak Tuan Christ. 

"Ayah," ucap Tuan Laurent kaget. 

"Kami hendak pergi ke kota Ayah," jawab Nyonya Debora. 

"Apa yang kalian cari disana?" tanya Tuan Brad. 

"Kami hanya ingin bersenang-senang disana," jawab Nyonya Debora. 

"Benarkah? Tiada hal lain lagi yang kalian cari selain bersenang-senang senang disana iparku?" sela Amanda. 

"Bukankah kalian kesana untuk mencari tahu tentang keluarga Haugert?" sindir Ken melemparkan senyum sinis. 

"Kami tidak mengerti dengan apa yang kalian ucapkan," kilah Nyonya Debora menggelengkan kepala. 

"Sudahlah, kalian tidak perlu berpura-pura. Kami sudah tahu semuanya," terang Joana istri Brid.

Tuan Laurent dan istrinya terdiam, mereka pun bingung darimana keluarga besarnya tahu tentang rencana mereka. 

"Jika kalian sudah tahu, lalu kenapa masih bertanya?" tegas Ibu Luna. 

"Sebaiknya kalian urungkan niat kalian itu. Apa pun hasilnya tidak akan merubah keputusan kami untuk membatalkan pernikahan ini," sanggah Amanda. 

"Aku Ibunya, aku yang melahirkan Luna. Aku lebih berhak atasnya, kalian hanya anggota keluarga. Kalian tidak berhak mengatur Luna!" bentak Nyonya Debora. 

Bukannya simpati mereka malah mencaci dan menertawakan Ibunda Luna. 

"Hahaha, Debora tidakkah kau ingat perjanjian dua puluh tahun lalu? Apa kau sudah amnesia ataukah kau sengaja melupakan perjanjian itu?" ucap Amanda. 

"Amanda, perjanjian itu jelas merugikan Luna dan menguntungkan kalian semua," teriak Tuan Laurent. 

"Menguntungkan kami? Bukankah kau juga merasa di untungkan saat itu adikku?" serang balik Brid. 

Ketegangan mulai memanas, Luna dan temannya hanya bisa menyaksikan perdebatan ini diatas kuda mereka. Namun Ibunda Luna dengan cerdas mencoba memanfaatkan moment tersebut,beliau mencoba mendekati putrinya supaya mereka tetap dapat pergi ke kota. 

"Sayang, bawalah bekal ini. Pergilah bersama kawan-kawanmu, jika memungkinkan kami akan menyusul kalian," bisik Nyonya Debora. 

Ia pun memberikan beberapa kantong berisi uang dan kepingan emas untuk bekal putrinya menuju kota. 

"Tapi Bu, mana mungkin aku meninggalkan kalian dalam situasi seperti ini," ucap Luna. 

"Percayalah kepada Ibumu Nak, berangkatlah." pinta Ibunya. 

Dengan berat hati Luna pun menuruti perintah sang Ibu. Ia mengendalikan Charlie dan tampak dua kuda lainnya di kendalikan dan ditunggangi oleh Alice berserta Eryk. 

"Teman-teman ayo kita berangkat duluan," teriak Luna menarik tali kekang yang ia genggam. 

"Baiklah kawan, aku segera menyusulmu," teriak Alice. 

Alice dan adiknya pun berusaha mengejar Luna dari belakang. 

"Hai, mau kemana kalian? Kejar mereka," teriak Tuan Christ. 

Brid dan adik lelakinya berusaha mengejarnya, namun Jarak mereka dengan Luna dan teman-temannya sudah terlampau jauh. Mereka berdua pun kembali dengan tangan hampa. 

"Mana anak-anak itu?" teriak Tuan Christ saat kedua putra mereka kembali. 

"Kami tidak berhasil mengejar mereka ayah, jarak kami dan mereka terlalu jauh," jawab Ken. 

"Laurent, Debora. Ingat jika sampai pernikahan Luna batal kalian akan kena getahnya," gertak Tuan Christ. 

"Ayah, Luna itu cucumu. Darah daging kami, kenapa ayah tega melakukan ini kepadanya," keluh Nyonya Debora. 

"Ini demi kebaikan keluarga kita. Semua ini aku lakukan agar kutukan itu tidak terjadi," teriak Tuan Christ. 

"Lalu, tidak adakah cara lain selain mengorbankan putriku?" rintih Nyonya Debora. 

"Jika ada cara lain, pasti sudah ku lakukan. Ayo kita pergi dari sini," gertak Tuan Christ. 

Rombongan keluarga besar Tuan Christ pun meninggalkan rumah Luna. 

Rasa penasaran pun tiba-tiba muncul lagi dalam hati Nyonya Debora. 

"Suamiku, Kira-kira darimana mereka tahu tentang rencana kita?" tanya Nyonya Debora. 

"Entahlah sayang, sepertinya kita harus lebih berhati-hati," ucap suaminya. 

"Apa kita akan menyusul Luna sekarang?" tanya Nyonya Debora. 

"Tunggu situasinya kondusif dulu istriku," ucap Tuan Laurent. 

"Aku rasa itu ide yang bagus," ucapnya. 

Keduanya memasuki rumah dengan wajah memerah, wajah mereka di penuhi keringat dan tampak pucat. 

"Maaf Nyonya, saya tadi mendengar adanya keributan di depan. Apa yang terjadi?" tanya Irene. 

"Tidak ada apa-apa Irene, masalah kecil saja," sahut Tuan Christ. 

Pasangan suami istri ini pun memutuskan untuk menuju kamar mereka dan bercengkrama disana. 

"Sayang ayo kita ke kamar," ajak Tuan Laurent. 

"Baiklah, engkau duluan saja nanti aku makan menyusulmu," ucap Nyonya Debora. 

Sang suami pun memasuki kamar mereka, sedangkan Nyonya Debora tampak memperhatikan bahasa tubuh Irene.

"Ah mana mungkin Irene berbuat demikian," ucap Nyonya Debora dalam hati. 

Ia pun memalingkan langkahnya menuju kamar untuk menyusul sang suami. 

"Suamiku, kira-kira apakah putri kita sudah tiba dikota?" tanya Nyonya Debora. 

"Mungkin sore hari mereka sampai disana," jawab suaminya. 

"Kira-kira kapan kita akan menyusulnya?" tanya Nyonya Debora. 

"Besok pagi istriku, tapi bukankah kita tak mengetahui dimana mereka menginap?" ucap sang suami. 

"Mungkin mereka akan menginap di penginapan milik Tuan Henry lagi," ucap istrinya. 

"Baiklah, jika situasinya memungkinkan besok pagi kita menyusul mereka ke kota," ucap Tuan Henry. 

Jawaban sang suami membuat perasaannya lega, ia sangat khawatir dengan putrinya. 

Namun perasaan gusar masih menghantuinya, hatinya masih bertanya darimana Keluarga sang suami tahu rencana mereka. 

"Suamiku, sebenarnya aku masih penasaran darimana keluargamu tahu tentang rencana kita," ucap Nyonya Debora. 

"Itulah yang membuatku bingung sayang," ucap suaminya. 

"Apa mungkin Irene yang melakukannya? Tapi sepertinya itu tidak mungkin," ucap Nyonya Debora. 

"Entahlah istriku, sudahlah tinggalkan rasa penasaranmu itu. Kita fokus untuk esok hari menyusul putrimu," saran sang suami. 

"Iya suamiku. Aku mau ke dapur untuk memasak, hari ini kita makan malam lebih awal dan beristirahat lebih awal supaya esok pagi bisa berangkat ke kota tepat waktu," ucap Nyonya Debora. 

"Baiklah," ucap suaminya. 

Wanita itu segera memasuki dapur, tampak Irene sedang berada di dapur untuk membersihkan lantai. 

"Nyonya," sapa Irene. 

"Iya Irene. Tolong bantu saya memasak ya, besok pagi saya berencana menyusul Luna ke kota. Jadi saya dan suami berencana makan dan tidur lebih awal malam ini," kata Nyonya Debora. 

Irene membantu majikannya dengan cekatan, hingga tak perlu waktu lama untuk memasak. 

"Sudah beres, terima kasih Irene," ucap majikannya. 

"Sama-sama Nyonya," ucap Irene. 

Nyonya Debora segera memanggil sang suami untuk mengajaknya makan. 

"Sayang, ayo makan malam setelah itu kita istirahat," ajaknya. 

"Baiklah istriku," ucap Tuan Laurent. 

Keduanya melangkahkan kaki menuju ruang makan dan menikmati makanan yang sudah tersaji. Setelahnya, mereka bercengkrama sebentar di ruang tamu. 

"Suamiku ayo istirahat, kita akan pergi esok hari," ajak sang istri. 

"Baiklah sayang," ucap sang suami. 

Tuan Laurent pun menyetujui permintaan istrinya, pasangan suami istri itupun melangkah menuju kamar mereka untuk beristirahat. 

Sedangkan Irene tampak berjalan mengendap-endap keluar dari rumah melalui pintu belakang.