"Loh kok--"
"Selamat pagi Tuan Putri," sapa Aiden saat melihat saat ini ada Aiden di area dalam rumahnya. Apa yang Aiden lakukan adalah hal yang tidak pernah untuk dilakukan oleh Keanu dan tentu saja hal ini mau tidak mau mengharuskan Kay memutar otaknya lebih keras dari ini. Namun tak peduli sekeras apa pun Kay mencari kemungkinan yang paling mungkin, pada akhirnya dia sadar kalau hal ini ternyata bukanlah perkara yang mudah. Sangat sulit malahan.
"Kok kamu ada di sini?" Ada banyak sekali pertanyaan yang sedang berkecamuk di dalam benak milik Kay, tapi hanya itu yang bisa untuk dia utarakan dengan sangat baik.
"Lah, aku 'kan mau jemput kamu, Kay." Jawaban yang dilontarkan oleh Aiden rasa-rasanya semakin sulit untuk bisa dia pahami dengan sangat baik.
"Jemput aku? Aku 'kan nggak minta--"
"Untuk dijemput?" tanya Aiden memangkas apa yang dikatakan oleh Kay barusan. Dan Kay yang sudah tidak bisa lagi untuk berpikir secara jernih hanya menjawab apa yang dikatakan oleh Aiden barusan dengan gerakan kepala naik turun dengan sangat cepatnya.
"Ayah aku mana?" tanya Kay yang sudah satu menit dia di sini, tapi tak menemukan sosok pria yang akan selalu menjadi segalanya untuk Kay tersebut.
"Pergi dan dia titip kamu untuk aku jaga, Kay." Kay sangat ingin untuk tidak menaruh percaya yang besar untuk apa yang dikatakan oleh Aiden, tapi yang saat ini terpancar dari kedua manik mata milik Aiden hanyalah kejujuran. Tidak ada dusta sama sekali yang menyertainya. Jadi yang harus Kay lakukan saat ini hanya satu, yaitu menaruh percaya yang begitu besar untuk cowok yang sampai saat ini masih berstatus sebagai salah satu pacarnya.
"Kamu bercanda 'kan, Den?" Tanpa mau pikir panjang untuk waktu yang lama Aiden pun dengan sangat cepatnya merotasikan kedua manik matanya malas, sepertinya Kay begitu enggan untuk mempercayainya.
"Kay, memangnya aku ini terlihat seperti orang yang sedang bercanda, hah?" Kay benar-benar dibuat mati kutu saat mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden.
"Iya, aku percaya," putus Kay dengan sangat cepatnya karena dia tahu kalau saat ini berdebat dengan Aiden hanya akan membuat psikisnya bisa digolongkan ke dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.
"Kita berangkat sekarang?" tanya Aiden, tapi jawaban yang Kay berikan sungguh di luar apa yang menjadi terkaan Aiden.
"Aku nggak ke sekolah hari ini, Den!" kata Kay yang mau tidak mau hal tersebut saat ini sungguh menggelitik rasa ingin tahu yang sangat besar milik Aiden.
"Kalau nggak ke sekolah terus di mana dong?" tanya Aiden dengan raut wajahnya yang sangat polos.
"Balai pemuda, olahraga, dan pariwisata," jawab Kay dengan sangat mantap tanpa ada setitik pun ragu yang mengiringinya saat ini.
"Hah? Untuk apa?" tanya Aiden yang tidak dapat untuk memahami apa maksud dari kekasihnya itu. Tak peduli sekuat apa pun Aiden untuk mengerti tentang hal ini tetap saja dia akan kembali pada titik awalnya. Karena hanya Kay yang bisa untuk menjelaskan hal ini padanya.
"Ikut tes dong, Den. Kamu juga pikirnya apa sih?" Sekarang Aiden tidak perlu lagi untuk bertanya lebih lanjut dia sudah tahu apa yang menjadi alasan Kay ingin ke sana.
"Masih mau ikut, Kay?" tanya Kay dengan sangat mantap.
"Tentu saja dong," jawab Kay seperti orang yang tidak memiliki beban hidup. Apa yang saat ini sedang diperlihatkan oleh Kay adalah hal yang sangat berbanding terbaik dengan apa yang sedang diperlihatkan oleh Aiden.
"Udah dong, Kay. Nggak usah," kata Aiden yang mencoba untuk mengurungkan niat Kay untuk tidak ikut seleksi Paskibraka tahun ini.
"Nggak, pokoknya aku tetap mau ikut, Den." Aiden sepertinya lupa kalau sosok yang saat ini sedang berada tepat di hadapannya adalah sosok yang memiliki sifat keras kepala di atas rata-rata penduduk bumi.
"Kay, kamu kenapa sih susah banget dikasih tahunya?" tanya Aiden dengan nada yang terdengar meninggi. Kay tidak mau untuk terpancing dengan semua apa pun yang sedang diperlihatkan oleh Aiden saat ini. Dia harus tetap berdiri tegak dengan semua hal yang menjadi keinginannya.
"Den, aku yang susah dikasih tahu atau kamu yang sok mengatur, hah?" Aiden terperanjat kaget saat mendengar apa yang dikatakan oleh Kay saat ini.
Bukan tanpa sebab karena dia sangat tahu kalau sosok yang menjadi kekasihnya itu adalah sosok yang sangat lemah lembut, lalu Kay berubah seperti ini tentu saja menjadi hal yang sangat aneh untuk dirinya telaah dengan sangat baiknya.
"Kay, aku juga begini tuh demi kamu, demi kesehatan kamu." Mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden entah kenapa saat ini Kay merasa ada yang berbeda dari cowok yang berdiri tegak di hadapannya saat ini.
"Kesehatan aku? Kamu tahu apa tentang kesehatan aku, Den?" tanya Kay dan kali ini dengan nada yang terdengar sangat dalam, tidak hanya itu bahkan Kay tidak segan-segan untuk menatap Aiden dengan tatapan yang nyalang dan juga tajam.
Namun Aiden tidak lantas menjawabnya dia justru mengatupkan rapat kedua bibir ranumnya dan Kay tidak memiliki pilihan lain selain mengulang apa yang menjadi pertanyaannya.
"Den, aku tanya kamu jawab dong. Kamu tahu apa tentang kesehatan aku?" Terlepas dari itu semua Kay sangat yakin kalau ada hal yang sangat penting saat di balik ini semua.
Aiden tampak menghela napasnya dengan sangat berat kali ini.
"Aku tahu semuanya, Kay." Dengan sangat cepatnya Kay pun membekap kedua bibirnya menggunakan tangannya.
"Semuanya?" ulang Kay dengan nada yang terdengar terbata-bata dan tanpa rasa ragu sama sekali.
"Iya semuanya." Kali ini tidak ada sedikit pun rasa ragu yang hinggap di dalam diri Aiden untuk membenarkan hal tersebut. Kay memejamkan kedua manik matanya sangat dalam.
"Kay, kamu baik-baik aja 'kan?" tanya Aiden dengan rasa khawatir di dalam dadanya saat ini. Entah itu murni rasa khawatir atau hanya kamuflase saja? Tidak ada yang benar-benar tahu tentang hal tersebut.
Karena pada dasarnya pun kita tidak pernah tahu apa yang menjadi isi hati seseorang bahkan ketika orang itu sendiri yang mengatakannya pada kita.
"Apa masih ada alasan untuk aku baik-baik saja setelah ini, Den?" tanya Kay dengan intonasi yang terdengar bergetar.
"Ada, Kay. Ada." Kay hanya tertunduk sangat dalam saat mendengar apa yang dikatakan oleh Aiden, dia seperti tidak memiliki lagi keberanian untuk menatap dunia.