Jakarta, 31 Mei 2020.
Valerie Kyanza, atau yang kerap disapa Ale oleh teman-teman terdekatnya. Valerie rencana ingin berkuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta, mengambil jurusan teknologi. Tetapi ada beberapa alasan yang membuatnya menunda untuk melanjutkan pendidikannya menuju jengkang berikutnya. Bukan, bukan kendala biaya, tetapi kendala kemampuannya. Valerie mengklaim dirinya tidak bisa, alhasil dia tidak mendaftar SNM. Meski sebenarnya bisa memakai jalur lain, Valerie sudah tidak memiliki niat untuk berkuliah tahun ini, lebih tepatnya dia memilih gapyear dan berkuliah tahun depan.
Valerie bukan anak orang kaya, tetapi keluarganya berkecukupan, kedua orangtuanya bekerja di rumah sakit di ibu kota, ayahnya adalah seorang dokter dan ibunya bekerja dibagian administrasi.
"Ale, kamu lagi apa sayang?"
Wanita paruh baya yang wajahnya masih sangat cantik itu menghampiri Valerie dengan tangan membawa nampan berisi susu coklat dan beberapa cookies.
"Ale lagi susun naskah, Mom. Kenapa?" Valerie belum menolehkan atensinya pada laptop di depannya, sebelum menyadari bahwa Mami nya sudah berdiri di sampingnya.
"Eh, Mom. Maaf, Ale ga sadar. Ale pikir Momi cuman masih berdiri di depan pintu, ehe..." Valerie tertawa tidak enak.
"Anak Momi gak boleh terlalu banyak memforsir diri buat belajar ya?"
"Iya Momi ku sayang, Ale ga bakal kaya gitu," sahutnya patuh, Ale menutup laptopnya setelah menekan tombol ctrl+S untuk menyimpan berkas di laptop tersebut, kemudian dia memfokuskan diri pada wanita cantik di hadapannya sekarang.
"Momi pulang cepet?" Ale berbicara sembari mengambil susu di nampan dan cookie untuk diletakan di meja belajarnya.
"Iyaa, Ayahmu pulang lebih lama karena ada operasi mendadak, katanya." sahut ibunda, Ale hanya menganggukkan kepalanya paham.
Ale dan ayahnya tidak terlalu akrab, bahkan terkesan asing. Dia dan ayahnya selalu saja berselisih paham atas cita-cita Valerie. Ayahnya ingin Valerie menjadi seorang dokter seperti nya, atau setidaknya bekerja di rumah sakit seperti dia dan istrinya. Tetapi, Valerie tidak terlalu suka berada di rumah sakit, jadi dia memutuskan untuk menekuni dunia teknologi seperti sekarang.
Ingatnya, Ale tidak benar-benar menekuni apa yang dia inginkan, bahkan Ale tidak tau kedepannya akan bagaimana. Dia bukan anak yang rajin dan ambis meski kedua orangtuanya adalah dokter, otak mereka tidak menurun pada Valerie. Intinya Valerie merasa dirinya bodoh dan tidak mampu.
"Jangan terlalu sibuk belajar, Ale...."
Valerie menoleh kepada ibundanya, dia tersenyum.
"Momi tau Ale bukan? Ale bahkan susah mengumpulkan niat belajar, tidak seperti Ayah dan Mom," sahut Ale menanggapi.
"Iya, Mami paham. Maka dari itu Mami bilang pada Ale agar tidak terlalu memforsir diri untuk belajar, pelan-pelan saja sayang," tutur ibunda Valerie.
Ale hanya mengangguk, "Iya Mom,"
"Yasudah, Mami kembali ke kamar. Ale kalau butuh apa apa bisa panggil Mami okei?"
Ale mengangguk saat kepalanya di pat-pat oleh wanita paruh baya yang sangat menyayangi dirinya itu.
"Goodnight anak Mami, i love u Ale,"
"I love you more, Mom,"
Valerie menatap punggung kecil ibunda yang dia panggil dengan sebutan 'Mom' tersebut menghilang saat pintu kamarnya mulai tertutup, sebelum sempat melambaikan tangan pada anak semata wayangnya, Valerie Kyanza.
***
Valerie bukanlah anak yang suka berlarut-larut dengan buku-buku tebal di hadapannya, atau anak yang selalu belajar tanpa ingat istirahat demi mendapat nilai yang tinggi. Tidak, Valerie bukan anak yang seperti itu. Tetapi dia bisa dibilang anak yang berprestasi tanpa belajar, itu Valerie.
Dia tidak berminat belajar, dia rasa otaknya juga tidak mampu untuk menampung banyak mata pelajaran. Dia hanya mau belajar pelajaran yang dia sukai, jika tidak? Valerie bahkan tidak ingin mendengar tentang pelajaran itu.
Pepatah tentang, belajarlah apa yang belum kamu pelajari. Atau, masih banyak hal baru yang harus dipelajari, tidak berlaku bagi Valerie. Dia belajar apa saja yang menarik perhatiannya.
"Aku harus merefresh otak ini,"
Valerie merebahkan dirinya di atas kasur queen size miliknya, dengan tangan yang sibuk meraih ponsel miliknya. Merefresh otak menurut Valerie adalah dengan bermain ponsel, memutar lagu, atau mengscroll sosial media. Tidak dengan membaca buku atau bermain. TIDAK, itu membuang-buang tenaga menurut Valerie.
"Cantik," Valerie mengomentari semua postingan yang ada di timeline sosial media miliknya, dan sempat berhenti pada satu foto, seorang pria.
"Kece sih, tapi kaya ada yang kurang gitu," dia memasang wajah berpikir, kemudian berbicara, "Pakaiannya terlalu tertutup," dan argumen itu membuatnya tertawa.
Pria di dalam fotonya memakai pakaian berwarna putih dengan bahan pakaian seperti konduroy, memakai inner berwarna hitam, dan memakai kalung rantai yang menurut Valerie itu sangat lucu.
"Kurangnya itu cuman gabisa dimiliki," kemudian Valerie melanjutkan kegiatannya mengscrolling Instagram.
Valerie meminum susu buatan Maminya kemudian memakan beberapa cookies yang ada di sana, dia ada pikiran untuk beristirahat tetapi notifikasi chat membuatnya mengurungkan diri.
"Tumben?" guman Valerie,
"Tumben banget keliatan ni, biasanya cuma jadi pajangan,"
Valerie berbicara tentang aplikasi chat yang menimbulkan notif, dia teringat masuk ke salah satu grup entah grup apa dan mendekam disana hanya karena dia bosan tidak memiliki sama sekali notifikasi di handphone nya kecuali notifikasi dari Mami atau Ayah terkadang.
"Cuman gabut ga si dia?" Valerie bergumam saat melihat isi chatnya, seperti menyapa.
"Bales aja dulu, bisa buat bahan refreshing," ucap Valerie kemudian dia membalas dengan beberapa kata dan menaruh ponselnya di atas nakas sembari memasang pengisi daya baterai ponsel miliknya tersebut.
Dan pergi untuk tidur.
***
Valerie ingat itu adalah saat pertama kali dimana dia menemukan seseorang yang bisa menemaninya setiap saat. Tidak, maksudnya seseorang yang bisa menemani dia disaat dirinya benar-benar suntuk orang itu adalah orang pertama yang bisa menghilangkan rasa suntik di diri Valerie.
"Bukan cinta, ini hanya seperti perasaan terbiasa. Saat dimana dia merasa bahwa seseorang ada untuknya, membutuhkannya, dan selalu ada bersamanya. Romantis bukan? Tapi ini bukan cinta," Valerie menutup bukunya dengan tulisan terakhir ini.
***
Awal kisah Valerie dengan seseorang yang mungkin akan menjadi hubungan pertama dan terakhirnya benar-benar membuahkan hasil, dimana Valerie bisa menggapai apa yang dia inginkan, mengedepankan cita-cita dan kisah cintanya berada di garis yang sama. Sampai di beberapa waktu terakhir, dia harus kehilangan salah satunya, Valerie bisa dengan mudah mengikhlaskan satu yang lainnya, tetapi bukan satu yang ini yang bisa Valerie ikhlaskan.
Dia mengabadikan rasa itu di dalam tulisannya, berbekal kisah yang lumayan indah dan tragis berada di dalam satu porsinya, Valerie akan mengikhlaskannya seiring berjalannya waktu dan seseorang itu akan selalu berada di dalam semua lembaran kisah milik Valerie Kyanza.