Semua tatapan yang semula kagum, mendadak berubah menjadi tajam, begitu tampak persaingan di antara mereka, bahkan seolah aku baru saja membuat kesalahan fatal dan tak termaafkan, sehingga cara satu-satunya adalah dengan membuangku.
Tanpa membalas aku menjauh dari mereka yang tak ingin adanya keberadaanku. Tak masalah, toh aku memang tidak berbuat sesuatu yang salah, kan? Aku berjalan lurus menjauh dari semua orang, tak peduli mereka menyapa atau mengutarakan kekaguman, aku memilih melepaskan diri. Sudah tak aneh untukku diusir oleh mereka-mereka.
Seorang diri, aku duduk di sebuah batu cadas sambil menyimpangkan kaki. Yang baru kusadari adalah salah satu manticore sudah menyerang dengan membabi buta ke kumpulan para peserta, dari jauh, si pemuda berkacamata memberi komando lewat perantara orang lain, yang tak lain adalah si pria penepuk bahu.
Aku menonton pertarungan mereka dengan serius, ya ini menjadi kesempatan bagus untuk melihat kemampuan masing-masing, cara mereka bertarung, spesialis mereka, senjata andalan dan jenis avatar, karena Avatar tidak hanya ada Avatar petarung, tapi ada pula ahli senjata dan strategi.
'Kalau saja ada camilan, pasti akan lebih enak lagi.' Kutopang dagu dengan satu tangan, sementara mata masih fokus memerhatikan. Ternyata kemampuan mereka tak jauh beda dengan beberapa orang yang pernah kutemui dan berhadapan dengan avatarku dalam pertarungan, atau bisa saja mereka masih menyembunyikan kemampuan sebab ada yang berpikiran sama denganku.
Seperti dugaan, pertarungan mereka berlangsung singkat. Beberapa orang yang lebih ahli dalam berstrategi saling berbicara dan berbalas komentar, menanggapi strategi dari pemuda berkacamata yang mereka rasa memiliki kemampuan berstrategi sebanding dengan mereka.
Rasanya membosankan, kukira akan ada sesuatu yang menarik di sini, tapi ternyata biasa saja. Kedua manticore sudah dikalahkan dengan formasi apik buatan si kacamata, yang mana merupakan formasi dasar pertarungan berkelompok, jadi untukku dan beberapa orang, formasi yang dia buat terbilang biasa saja.
"Mengapa kita belum kembali ke markas?" suara seseorang terdengar mengeluh, tubuh yang lelah dan penuh keringat itu pasti ingin segera beristirahat.
"Benar juga, kedua manticore sudah kita habiskan," orang lain terdengar menimpali, "Apa kita harus melakukan sesuatu yang lain?"
"Apa itu?"
"Coba tanya Phury."
"Bagaimana, Phury? Apa kau tahu apa yang harus kita lakukan untuk keluar dari Padang rumput ini?"
Sejak pertanyaan itu aku sudah menjauh dari kerumunan untuk mencari jalan keluar, entah ke arah mana, aku hanya mengikuti posisi matahari berada. Rasa hangat terasa sedikit membakar kulit karena sinar matahari langsung mengenai kulit, tapi semakin lama aku berjalan, rasanya ada yang ganjil, matahari yang kutuju dan sebuah gunung di ujung sana sama sekali tak terlihat membesar, seolah aku hanya berjalan di tempat saja.
Ada apa ini? Aku memutar pandangan dan ternyata aku masih di tempatku semula, di atas batu cadas seperti sebelumnya, hanya saja dalam posisi berdiri. Aku kembali turun dan berjalan cepat menuju matahari, bahkan aku mulai berlari kencang sampai kedua kakiku terasa sakit dan dada sesak.
Gunung dan matahari di depan sama masih sama, sama sekali tidak terlihat mendekat.
"Cukup berhenti di situ, Nona Muda."
Suara berat dan tenang itu membuat tubuhku membeku tiba-tiba dengan posisi aneh, melayang di antara satu langkah yang baru saja kuambil, entah bagaimana pula tubuhku bisa berhenti begitu saja, atau justru yang berhenti adalah waktu?
Padang rumput dan bekas pertempuran melawan manticore perlahan menghilang, berganti kembali menjadi gua. Posisiku masih seperti saat X mengaktifkan alatnya, duduk di kursi penonton sebuah arena laga, dan para Ludens yang masih berdiri saling jajar di panggung batu.
"Tidak buruk," Elrert berkomentar akan pertarungan tadi—kurasa— "tapi membosankan."
"Baiklah, kita tak perlu bermain-main lagi," kini Lyse yang angkat bicara. "Aku akan menjelaskan bagaimana ajang kali ini akan berlangsung.
"Sesuai namanya, Luden berarti manusia yang memainkan permainannya, maka dalam ajang kali ini Pencipta Luden akan mengambil konsep dari salah satu game dengan tema RPG adventure."
"Petualangan yang harus kalian lalui pun tergantung dari jalan mana yang akan kalian tempuh, terdapat banyak quest dan trivia yang akan menentukan jalan cerita kalian dalam game." Elrert ikut menjelaskan, tak lama sebuah hologram lebar terpancar dari kata robot miliknya, memperlihatkan RPG adventure yang akan kami jalani. "Abad pertengahan akan menjadi tempat dan jaman kalian dalam game."
Dari hologram yang terpancar, sebuah kehidupan berjalan begitu asri, dengan jalanan batu, rumah-rumah yang beberapa terbuat dari perpaduan kayu dan batu, juga alat perkakas yang untuk sekarang menjadi barang tontonan di museum.
Aku terperangah melihat bagaimana kehidupan yang akan menjadi tempatku menentukan nasib sebagai pemenang begitu kuno, tak terbayang akan sulitnya aku berkompetisi di sana.
"Hei, tidak bisa begitu!"
Di antara ketenangan, salah seorang justru membuat keributan, dia turun mendekat ke arah panggung dan hendak berhadapan langsung dengan Elrert. Wajahnya tampak sebal, bahkan tak terima entah akan apa.
"Kalian gila? Kita yang sudah hidup di jaman modern seperti ini harus menjalani kompetisi dengan tema abad pertengahan? Ini curang namanya!"
Saut menyaut bisikan mulai terdengar agak ramai di belakangku, mereka antara ikut setuju akan pernyataan peserta tadi. Aku yang masih duduk lebih depan dari mereka hanya bisa diam sambil menyimak, walau aku pun sempat berpikiran apa yang dikatakan peserta itu benar, tapi yang namanya ajang acak seperti ini siapa yang tahu?
"Apa kalian mau kami menderita masalah kesehatan dari dunia itu? Apa kalian mau menanggung semuanya?"
"Benar itu!"
"Iya, kita tidak bisa hidup di sembarang dunia!"
Kulihat dari tempatku duduk, Elrert hanya mendrngkuskan napasnya, kemudian melirik ke arah X. Yang selanjutnya terjadi, X mengarahkan tangannya tepat ke tubuh peserta yang secara serampangan naik ke atas podium dan berteriak akan dukungan, secara ajaib tubuh peserta itu berubah menjadi partikel elektronik dan mengabur ke udara.
Keadaan yang semula ramai oleh ocehan, sontak berhenti, yang kemudian berganti menjadi jeritan histeris. Namun, itu tak bertahan lama karena Lyse kembali menggunakan tongkatnya untuk mem-pause waktu.
Sial, hanya karena ocehan dari anak-anak cengeng, aku kembali harus merasakan rasa tak nyaman selama Lyse menggunakan teknologi tongkatnya.
"Ya ampun. Peserta Ludens tahun ini sungguh berisik sekali." Elrert memijat sebelah pelipisnya, tak lama berselang dari bawah panggung terbuka sebuah pintu ke bawah tanah. "The Ludens hanya akan menerima orang-orang yang siap. Maka antara memilih dan terpilih saja yang akan menjadi bagian dari kami, bagi yang ingin melanjutkan bisa ikut bersamaku ke ruang bawah, kalau tidak silakan berhadapan dengan X untuk diantar ke luar ruangan."
Selepas berkata seperti itu, Elrert dan para Ludens lain berjalan ke arah pintu bawah tanah dan lenyap di balik kegelapan. Saat itu pula efek teknologi dari tongkat Lyse menghilang, yang juga menghasilkan bisik-bisik dari para peserta, mereka kembali menimbang akan ikut ajang ini atau tidak.
Kalau aku, tentu saja tanpa buang waktu langsung berlari kecil ke arah pintu bawah tanah dan ikut lenyap ke dalam kegelapannya.