Chereads / Dikejar Cinta Tuan Muda / Chapter 4 - Bertemu Nyonya Besar

Chapter 4 - Bertemu Nyonya Besar

"Maksudnya apa ini, kenapa urusan kita belum selesai sampai di sini? Bukannya aku sudah menjelaskan semua yang kamu tanya tadi?"

Al berjengit. Kelihatannya ada yang salah dengan otak wanita yang sedang diajak bicaranya saat ini. Setelah mengumbar fitnah seenaknya saja dia main pergi begitu saja mendeklarasikan diri kalau tidak salah sama sekali.

Aneh kamu ini." Al menunjuknya. Tidak peduli seberapa mengerikan wajah Azura--yang mungkin mirip macan betina--dia tetap akan membuat perempuan itu berpikir ratusan kali lain kali untuk berurusan dengan seorang Adelard. "Maksudnya, dengan kamu memberikan informasi yang setengah-setengah lalu tidak jelas apa itu gunanya apa buatku, main kabur begitu saja?"

"Oh, ayolah, Nona. Jangan kira hidup ini segampang ketika kamu membuka celana lalu buang air kecil di toilet!"

Azura tidak terima dengan perlakuan Al padanya. Lagi pula, siapa juga dia berhak menghakimi seberapa gampang hidup manusia lain?

"Tolong jangan persulit hidupku." Azura akhirnya menggunakan kata yang lebih sopan. "Dan, asal kamu tahu, ya, untuk sebagian orang perkara buang air kecil pun akan jadi hal yang sulit! Kamu belum tahu rasanya harus menahan kebelet pipis di saat ada pelanggan datang dan cuma kamu satu-satunya yang ada di toko!"

Abi tersedak, Al memerah wajahnya. Dasar perempuan bodoh. Yang tadi dia katakan itu hanya perumpamaan, bukan dijadikan hal serius!

"Harusnya kamu bisa menunjukkan penyesalan dan rasa bersalah ketimbang bersikap bodoh di depanku!"

Azura mengepal tangan. Kelihatannya besok-besok dia kalau terima pekerjaan, apa pun itu meski kelihatannya sangat mudah harus lebih berhati-hati lagi. Karena kalau sudah terjebak dengan orang yang sangat menjengkelkan seperti sekarang ini, sungguh sangat membahayakan.

Bayangkan saja, setelah terima pekerjaan dari wanita yang tidak jelas, Azura harus menerobos pesta para kalangan elite dengan menjadi pelayan biasa pada awalnya lalu setelah masuk dan dapat kesempatan mengubah tampilan lagi berteriak di muka umum mempermalukan diri sendiri.

Sekarang, malah berakhir dengan dua orang penjahat berwajah melankolis tapi bisa dibilang sadis.

"Jadi, kamu ini mau apa sebenarnya? Mau lapor polisi ya sudah lapor!"

"Diam dulu kamu." Al dengan satu jemarinya menyuruh agar Azura tidak bicara lagi. Otaknya yang berharga ini dipakai untuk berpikir keras menyelesaikan masalah yang dia hadapi dan hukuman apa yang pantas baginya.

Azura menggumam. "Ya ampun, aku kira dia pintar. Cuma berpikir masalah sekecil ini saja lamanya bukan main."

Abi mendelik. "Nona, dilarang menghina Tuan Muda Al atau Anda akan dapat hukuman yang lebih adi."

"Aku cuma heran." Azura mengelak kalau menghina.

Al mempertimbangkan, Ribut-ribut yang terjadi tadi, tidak mungkin diselesaikan dengan cara seperti ini. Terlalu enak baginya kalau mau lepa tangan begitu saja.

Amati lagi penampilan Azura, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Ck! Astaga, dia benar-benar urakan dan tidak punya kelar sama sekali untuk jadi kandidat yang layak Al dekati.

Ketenagaan Al dalam berpikir terganggu, ketika Abi memberikan ponsel padanya. "Nyonya besar menelepon."

Al menerima ponsel tersebut, menempelkan di telinganya. "Iya, Bu."

"Di mana perempuan itu? Apa yang sebenarnya terjadi? Ini sudah lewat tengah malam, kenapa kamu belum juga kasih kabar ke rumah?" Paramita adalah perempuan paruh baya yang tidak ada bedanya dengan ibu-ibu di belahan dunia mana pun, meski dia cantik.

Tenang. Al harus bisa memilih jawaban yang paling pas agar ibunya tidak memikirkan masalah ini.

"Aku sudah bersama perempuan tadi, Bu. Ini kami sedang membicarakan masalah yang terjadi tadi."

Baru juga mau menjelaskan kalau ini hanyalah fitnah belaka dan dia sudah mengakui kesalahannya, Paramita malah menyuruh agar Al membawa wanita yang merusak acaranya pulang ke rumah. Dia ingin bertemu.

"Aku masih membicarakan ini dengan dia, sebaiknya jangan bertemu dulu karena bisa jadi dia--"

"Bawa dia pulang, Al. Ibu mau bicara langsung dengannya!"

Hari ini Al sial bbertubi-tubi. Untuk meminimalisirnya, dia perintahkan agar Azura ikut ke rumah orang tuanya.

Tanpa banyak bicara, Abi meminta agar Azura ikut. Lagi-lagi perempuan itu melontarkan pertanyaan tidak masuk akal.

"Aku bukan mau dikasih makan ke singa, 'kan?'

Al dengar pertanyaan bodohnya, dia menyeringai. "Bukan dikasih ke singa, tapi lebih bahaya."

*

Oh Tuhan ..., kenapa da orang yang hidup dalam istana yang begitu megah dan mewah ini hanya ditempati oeh dua orang penghuni asli, sisanya hanyalah pembantu. Sedangkan dia harus tinggal dalam kontrakan yang sempit bersama empat orang adiknya yang perlu biaya hidup cukup banyak.

Al mendorong Azura agar jalan lebih cepat.

"Jangan dorong-dorong, kenapa? Kalau aku tersandung terus jatuh, siapa yang mau tanggung jawab!"

"Janagn berlagak lemah. Jelas-jelas kamu tadi sanggup berkoar-koar, masa sekarang takut jatuh. Tidak masuk akal!"

Dasar manusia tidak punya perasaan. Lain kali kalau ada kesempatan Azura akan mencolok matanya hingga berlubang!

"Ya sudah aku jalan cepat, awas kalau kamu dorong-dorong lagi!" Azura menunjuk Al.

Abi memberikan jalan ketika pintu dibuka. Tampak Paramita sedang menunggu di sofa ruang keluarga. Harusnya dia tidur tenang, lantaran masalah ini wajahnya masih kelihatan tegang.

Melihat keberadaan Azura, sontak dia menyuruh gadis itu mendekat untuk bicara padanya.

Sekali lagi, Azura harus berada dalam posisi yang sangat mengerikan. Setelah menghadapi anaknya--Adelard--yang dinilai tidak punya perasaan, sekarang malah harus bertemu dengan ibunya yang memiliki wajah dingin, sedingin es!

Sayangnya, Azura terlalu gegabah dalam menilai. Saking takutnya, dia langsung berlutut memohon ampun dengan air mata berderai.

Bukan menceritakan apa kesalahannya, dia malah menjabarkan soal kehidupannya yang amat sangat miskin.

"Nyonya, aku benar-benar tidak sengaja. Aku gadis yang tinggal di rumah sempit dengan empat orang adik yang harus dihidupi, aku terpaksa melakukannya karena ---" Kata-kata itu tercekat, hingga menggantung begitu saja di udara. Hanya ada isak tangis Azura yang memilukan.

"Maksud kamu?" Paramita bertanya.

"Aku tahu aku salah, tolong jangan bunuh aku." Terisak sembari memohon ampun Azura.

Sebenarnya, di antara mereka berdua ada salah paham juga. Paramita berpikir kalau Azura mendapat ancaman dari Al hingga saat itu dia mampu melakukan hubungan terlarang hingga hamil lalu merasa dirinya hanya perempuan miskin jadi tidak pantas untuk mengandung keturunan Al.

Azura merapatkan tangan. "Nyonya, aku memiliki adik yang harus dihidupi. Anda boleh hukum apa saja, tapi jangan bunuh aku."

Paramita orang yang paling sensitif. Dia gampang tersentuh kalau melihat ada orang yang menangis di depannya. "Siapa yang mau bunuh kamu? Justru kami akan tanggung jawab."

"Eh?" Azura bingung. Al yang kelabakan.

"Bu, begini--"

"Diam kamu, Al!" Dia memarahi putranya. "Anak ini begitu manis dan polos, kamu tega menodai dia. Sekarang mau kabur begitu saja, lepas dari tanggung jawab."

"Aku tidak melakukannya." Al menekankan.

"Nyonya, anu itu ...."

Paramita malah mengusap wajah Azura. "Jangan takut, aku akan membela kamu meski Al itu anakku."

Kenapa jkadi begini? Kelihatannya ada yang salah paham!