Dari sana, kulit sang nenek mengelupas dengan sendirinya. Selang beberapa saat, kulitnya yang mengelupas itu menjadi beberapa lembar kertas. Lembaran kertas itu melayang di udara dengan sendirinya.
"Ah, kita akan mendengarkan cerita setelah ini. Kalian semua duduklah," ucap sang kakek yang mengenakan jaket berwarna hitam. Semua orang duduk dengan keadaannya masing-masing. Freislor dengan wajah cemas, Kreysa dengan beberapa pertanyaan yang berputar di kepalanya. Sampai yang paling buruk adalah saudara perempuannya yang meninggal dunia. Ia menampakkan wajah kejamnya.
"Hei, ada apa denganmu?" Freislor mencoba untuk menenangkannya.
"Diamlah, Freis. Jangan ikut campur, aku benci dengan cerita yang akan aku dengarkan setelah ini. Dia adalah orang yang telah membunuh Bibimu," ucap gadis itu sembari memainkan palu yang menancap di kaki kanannya.
"Oh, maaf. Aku tidak tahu bahwa cerita itu teramat menyakitkan untukmu, Dilas," ucap Freislor. Gadis itu meminta maaf dengan wajah bersalah. Detik selanjutnya, beberapa lembaran buku yang berada di sana menyatukan diri mereka menjadi sosok manusia. Sebut saja mereka adalah manusia kertas. Sang kakek berdiri dan maju ke depan.
"Untuk kedua cucuku yang masih hidup, aku yakin kalian tahu siapa orang yang kalian lihat saat ini, bukan?" tanyanya dengan wajah cemas. Kreysa dan Freislor saling melempar pandangan. Keduanya kebingungan dengan orang yang berada di hadapannya.
"Kakak, apa kau tahu siapa dia?" tanya Kreysa sembari melirik ke arah samping. Freislor hanya berdiam diri dan menggelengkan kepala. Sang nenek yang melihat kedua cucunya tertawa lirih.
"Ah, baiklah. Aku rasa, kalian tidak mengenali siapa orang ini. Jadi, begini, Nak. Biar ku jelaskan. Alasan kenapa kalian tidak mengenali mereka adalah karena Kakek kalian menghapus ingatan tentang orang ini," jawab sang nenek. Freislor dan Kreysa terkejut, kedua gadis itu menghadap ke arah sang nenek.
"Benarkah? Tapi, kenapa?" tanya Freislor, gadis itu melirik ke arah Dilas. Gadis itu menjentikkan salah satu jemarinya. Detik selanjutnya, Sebuah asap berwarna biru beterbangan. Menjelma menjadi sosok Freislor, Kreysa, dan Dilas semasa kecil. Freislor dengan rambutnya yang dikuncir rapi di belakang. Lalu, Kreysa dengan rambutnya yang dikepang. Dan terakhir ada Dilas, gadis kecil yang memilih untuk menggerai rambutnya. Mereka bertiga tengah bermain dan mengobrol bersama.
"Kreysa, ambil bola ini dari Kakak," ucap Dilas. Freislor dan Kreysa tahu benar bahwa Dilas adalah sosok perempuan yang penuh dengan keceriaan. Sayangnya, Kreysa dan Freislor masih tak mengerti dengan apa yang ada di pikiran Dilas. Di satu sisi, Dilas mulai memutar jemarinya. Pertunjukan cerita yang ada di hadapan Kreysa dan Freislor seketika berubah total. Karena di sana, ada seorang lelaki yang meluncurkan sebuah palu dan mengenai lengan Dilas.
"Hentikan!" bentak Kreysa, gadis itu ketakutan. Bulir air mata mengalir deras dari pelupuk matanya. Freislor yang bertahan di samping adiknya menggaruk kepalanya. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
"Apa yang terjadi, Kreysa?" tanyanya sembari memeluk adiknya. Dilas yang mengetahui perasaan Kreysa menjentikkan jemarinya. Apa yang ada di hadapan keduanya seketika menghilang diterpa oleh angin.
"Kak, orang itu yang membunuh Kak Dilas," ucap Kreysa pelan. Freislor mengedipkan kedua matanya berkali-kali. Beberapa hal berputar di kepalanya. Sesekali, gadis itu melirik ke arah Dilas. Ia tahu benar bahwa Dilas menitikkan air mata.
"Dilas, kenapa dia menginginkan agar aku dan Kreysa melupakan kejadian itu?" batinnya. Gadis itu mengelus kepala Kreysa.
"Sudahlah, Nak. Kita tidak bisa memutar waktu. Dengar, aku dan yang lainnya tidak punya banyak waktu untuk mengatakannya padamu. Jadi, bisakah kita fokus pada apa yang akan aku katakan padamu, Nak?" tanya sang nenek kepada Kreysa dan Freislor. Keduanya saling melepas pelukan. Berusaha untuk membuat diri mereka tegar.
"Nah, biar aku mulai. Ada beberapa hal yang harus kalian ketahui. Orang yang kalian lihat di depan ini. Orang inilah yang harus kalian temui. Dia memiliki peta untuk menemukan sosok Grendolfin. Dan ingat, kalian harus menemukannya secepat mungkin. Aku tidak ingin kalian terlambat mengambil peta itu."
"Tunggu sebentar, bagaimana Nenek tahu bahwa aku sedang mencari sosok Grendolfin?" tanya Freislor sembari memutar kedua bola matanya dengan jengah. Sesekali, ia memijat keningnya karena hal itu benar-benar melelahkan untuknya.
"Ya, tentu saja aku mengetahuinnya karena para Demonlik membahas hal itu berulang-ulang di dunia kematian, Freislor. Dan kamu tahu benar, siapa sosok Demonlik. Dia adalah salah satu penjaga bawah tanah yang paling mengerti tentang apa yang terjadi di duniamu, bukan?" tanya sang nenek sembari tersenyum tipis.