"Tentu saja itu pengaruh dari blue moon. Siapa lagi jika bukan dia pelakunya? Apa kamu tidak tau? Duniamu dan duniaku cenderung berbeda. Kami beriringan bersama, berjalan, dan berada di kehidupan yang berdampingan. Cahaya dari moon Guardian selalu menjaga diriku agar tetap utuh sebagaimana aku hidup di keadaan terdahulu."
"Ah, aku sama sekali tidak mengira itu akan terjadi. Kalo kaya gitu caranya, aku juga mau masuk ke dunia kematian. Siapa tahu, ada yang menjagaku biar tetap awet muda, hahaha," jawab Freislor sembari tersenyum kepada Nona Breisa. Naga yang berada di depan mereka seketika berjalan mendekati Freislor.
"Hei, apa yang kau bicarakan anak muda? Kamu sama sekali tidak mengerti dengan dunia kematian, jangan lakukan itu atau kau akan menyesal. Manfaatkan waktumu di bumi dengan baik," ucap Breisa. Gadis itu memejamkan kedua mata dan mendekati sang naga. Jemari telunjuknya ia gunakan untuk mengelus kening sang naga. Freislor yang melihat kejadian itu keheranan. Sesekali ia melirik ke arah sang naga. Penurut. Itulah satu kata yang terlintas di benaknya.
"Nona Breisa, apa naga ini mengenalmu? Kenapa dia berdiam diri ketika kau mengelus kepalanya?" tanya Freislor penasaran.
"Diamlah sebentar, aku harus melakukan kontak dengannya agar dia bisa membantu kita berdua," jawab Breisa sembari menganggukkan kepala. Breisa seketika membuka matanya. Nampak cahaya berwarna ungu tergambar jelas di kedua tangannya.
"Ah, lihat ini, Freis. Aku tidak menyangka bahwa dia adalah salah satu naga yang terlahir di zaman kuno. Aku sangat bersyukur karena bisa bertemu dengannya lagi. Sekalipun dia tidak lagi berada di duniamu," ucapnya sembari tersenyum.
"Tunggu sebentar, bagaimana kau bisa mengetahui namaku?"
"Tentu saja aku bisa mengetahuinya karena kau menggunakan name tag di bajumu. Apa kau tidak menyadarinya selama ini? Ah, baiklah. Aku rasa, gadis cuek sepertimu tidak akan peduli dengan hal-hal kecil, apalagi jika itu hanya sebuah name tag," jawabnya. Freislor seketika menunduk ke bawah, kedua matanya melihat sebuah name tag yang tertera nyata di samping kanan bajunya.
"Ah, baiklah. Itu bisa dimaklumi. Sekarang, ke mana kita harus mencari temanmu itu? Aku harus bergegas pulang karena setelah ini, aku juga memiliki acara sendiri," jawabnya sembari mengelap keringat. Breisa tertawa lirih sembari berkata, "Ya sudah. Kau bisa pulang sekarang. Aku bisa mencarinya bersama dengan naga ini. Terima kasih karena telah mengantarku sampai ke tempat ini, ya. Itu sudah lebih dari cukup untukku. Sisanya, biar aku yang mencarinya sendiri."
"Hei, aku tidak ingin lari dari tanggung jawabku. Apalagi, aku sudah berkata padamu bahwa kita akan mencarinya bersama-sama. Aku bukan tipe anak seperti itu, Nona. Jangan meremehkanku," jawab Freislor, gadis itu menunjukkan wajah cemberutnya.
"Ya, tapi kita berdua sudah menemukannya. Andai kau tahu, naga ini adalah milik temanku yang selama ini aku cari. Jadi, kita berpisah di sini. Panggil saja namaku jika kau butuh bantuan sewaktu-waktu. Terima kasih," ucapnya sembari tersenyum manis.
"Ah, jadi gitu. Baiklah, aku rasa pertemuan kita cukup sampai di sini. Jaga dirimu, Nona Breisa. Dan untukmu, naga kecil. Jangan suka mengagetkan orang-orang, ya. Itu tidak baik, sungguh. Aku pergi dulu," ucap Freislor sembari berjalan menuju sepeda pancalnya. Ia langsung menaikinya dan bergegas pulang ke rumahnya. Sedangkan Breisa dan sang naga melihatnya dari kejauhan.
"Heum, benar-benar aneh. Aku akan mendiskusikan hal ini bersama Kreysa nanti," batinnya. Gadis itu kembali ke jalanan yang ramai. Tak ada lagi ketakutan di dalam dirinya. Karena semua orang terlihat sibuk dengan urusannya masing-masing. Di satu sisi, Kreysa yang tiba di rumah setelah sepulang sekolah memutuskan untuk membentuk karangan bunga terlebih dahulu sebelum kakaknya pulang. Namun, sebelum itu terjadi. Ia berjalan dan mencoba untuk bertemu dengan sang ibu.
"Ibu! Kreysa pulang!" teriaknya dari arah pintu. Gadis itu berjalan dan memandangi seluruh ruang tamu. Sayangnya, ia tak menemukan apa pun di sana.
"Ibu?" tanyanya lagi. Kreysa melempar tasnya di kursi ruang tamu, berjalan ke dapur, dan ruang keluarga. Sampai akhirnya, ia menemukan sebuah surat tergeletak di salah satu meja yang ada di sudut ruangan. Perlahan, ia membuka gulungan surat itu dengan wajah cemas.
"Ibu pergi di hari yang penting seperti ini?" batinnya.
"Ini aneh, Kakak harus tahu soal ini," ucapnya pelan. Gadis itu menghembuskan nafas pelan.