"Tapi aku takut, Breckson. Aku tidak tahu kenapa pikiranku benar-benar berantakan sepulang dari perjalanan," ucapnya lirih. Freislor menangis dan menepuk pundak Breckson berkali-kali. Hujan yang jatuh semakin kencang, lebih kencang dari tangisan Freislor. Tak ada yang mampu mendengar tangisannya kecuali Freislor, Breckson dan juga alam semesta. Di hari itu, keduanya sama-sama cemas.
"Hssst, diamlah. Kamu sudah berada di rumah sekarang. Jadi, kamu tidak perlu khawatir, ya. Aku akan selalu berada di sampingmu," kata Breckson pelan. Remaja itu menatap kedua mata Breckson dengan wajah sendu. "Kau tidak mengerti maksudku, Breckson. Jika aku tiada, siapa yang akan menjaga Ibu dan Adikku? Bagaimana jika mereka sampai terluka gara-gara misiku? Dan apa yang akan terjadi dengan pulauku jika aku sendiri terlibat dalam semua ini? Aku tidak bisa membiarkan mereka semua berada di dalam bahaya," ucapnya lirih.
Breckson mengangguk pelan. Ia melepas pelukannya dan tersenyum di hadapan Freislor.