"Aku... sepertinya harus ke toilet."
Badai menahan tangan Narina.
"Aku sudah berjanji pada Anggun untuk menjagamu. Hanya sampai pertandingan ini berakhir."
Narina menatap sedih wajah tampan Badai.
Padahal dengan kacamata tebal Badai, Narina bisa terpesona padanya. Apalagi dengan wajahnya yang kini telah berubah 180 derajat menjadi lebih baik.
"Kamu ternyata sangat menurut pada Anggun."
Badai memutar mata dan menggaruk leher belakangnya dengan tangan kiri yang tidak dia gunakan untuk menahan kepergian Narina.
"Tidak selalu begitu. Tapi sepertinya, Anggun akan menghajarku habis-habisan bila aku tak menuruti permintaannya kali ini.
Narina tak kuat bila dia berada terlalu lama dekat dengan Badai.
"Aku harus pergi, Dai. Harus."
"Kalau begitu bagaimana jika kita pergi bersama."
Narina awalnya ragu. Kemudian bersedia.
Selama mereka berjalan. Beberapa pasang mata menatap ke arah mereka. Narina menunduk. Dia hanya berani menatap ke jalanan.