Chapter 2 - Ronda Malam

Malam mulai hadir dengan hilangnya pandangan disekitar rumah, cahaya rembulan yang selalu bersinar mulai tampak sedikit demi sedikit hingga akhirnya cakrawala terlihat terang, di dalam rumah yang tidak begitu besar terlihat diterangi oleh cahaya lampu didalam kamar Sriyani dan Suaminya terlelap karena seharian beraktifitas, sepi hanya detikan jam dinding yang terdengar beraturan.

Ho ... ooo ... ho ...

Bunyi alarm ponsel terdengar begitu kerasnya hingga membuat mereka berdua terbangun, malik mulai mengangkat tubuhnya duduk di dekat Istrinya sesekali memandangi tubuh istrinya yang gemulai sedang terbaring sereya membangunkannya, "Dek ... Bangun." Sambil menepuk-nepuk pahanya.

Sriyani pun tak lama juga terbangun tangannya mengusap kedua matanya dan mulutnya terbuka serta bersuara, "Ah ...." Terlihat masih mengantuk.

"Ada apa Mas, jam berapa ini kok sudah bangun,"

"Ini ponsel aku barusan berbunyi, saya lihat sudah jam sembilan, saya mau meronda malam ini,"

"Mas ... Masak tidak bisa izin, hari ini saja,"

"Dek ... Kemaren saya sudah izin masak sekarang izin lagi ya ... tidak enak sama yang lain," Sambil memegang bahu Sriyani tersenyum dan menciumnya.

"Tapi Mas, saya takut harus sendirian,"

"Takut apa coba, toh saya meronda juga keliling daerah sini tidak sampai jauh sana,"

"Itu Mas, saya kebayang-bayang kejadian tadi siang itu,

"Ya ... Makanya jangan suka lihat seperti itu, sudah gih sana buatin copi buat temen begadang, oh ... ya sekalaian temen-temenku begadang juga dibuatin, tenang saja tidak ada apa-apa," berdiri membenarkan pakaian dan duduk kembali.

"Ih ... Mas nih ..."

"Sudahlah, ... biasanya juga sendirian berani,"

"Iya ... Iya ... Tapi sering-sering tengok ya ...,"

"Iya, ... ya ... Istriku tercinta,"

Tidak lama Sriyani membawakan copi dan roti lalu memberikannya, "Nih,"

"Terimakasih, emmuah,"

"Hati-hati ya Mas, ingat! ... Harus sering tengok ya Mas,"

"Udah ... Mas mau berangkat, Assalamu'alaikum,"

"Wa'alaikumsalam,"

"Ih ... Sendirian lagi," Sriyani menutup pintu rumah dan cepat-cepat masuk kamar kembali.

Dia mencoba tidur dengan memejamkan kedua matanya namun tidak bisa tidur lagi, fikirannya terbayang-bayang kejadian kecelakaan itu apalagi dia juga melihat bagaimana kepala si korban berlumuran darah.

"Huh, ayo tidur ... tidur jangan memfikirkannya lagi," kata Sriyani pada dirinya sendiri sambil sedikit memukul-mukulkan telapak tangan ke kepalanya.

Lama dia melamun sambil membaringkan tubuhnya sesekali memiringkan ke kanan dan kiri, menutup kepalanya dengan bantal namun juga tidak bisa tidur.

Malik yang sudah bergabung dengan teman-temannya mengobrol kemana-mana banyak yang dibicarakannya hingga kejadian itu terdengar lagi olehnya.

Hasan salah satu peronda temannya bercerita "Saya sebenarnya sempat melihat orang itu sebelum terjadi kecelakaan, memang dia mengendarahi dengan sedikit ugal-ugalan, mungkin dia habis mabuk-mabukan."

Heru yang juga melihatnya menyahutnya, "Ha ... Pantas kalau begitu, hampir kayak tidak masuk akal gitu sepeda bisa berbelok dan menghatantam batu retak itu padahal kan itu jalan sedikit berbelok juga menanjak seharusnya kan berhati-hati dan pelan-pelan."

"Ya ... Namanya juga anak muda," sahut Malik.

"Eh, Her ... Nih sepertinya sudah jam sebelas lewat sudah waktunya berkeliling rumah-rumah mari kita bagi tugas,"imbuhnya sambil menyeruput secangkir copinya.

"Iya, kita bagi tiga bagian seperti biasanya ada yang ke selatan, ke timur dan kebarat, kamu Lik sama Zidan ke arah barat bagian perumahan itu," kata Heru yang sambil menunjuk ke arah barat dimana rumah-rumah itu berada.

"Baik, berati ini harus melewati jalan batu retak itu ... ok ... Bagaimana kamu Zidan berani?" tanya Malik pada Zidan yang menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Ah ... Masak tidak berani kan ada aku ... kamu tidak sendirian," imbuhnya sambil menepuk bahunya.

"Saya yang bagian selatan aja ya ... bersama Mas Fikri, maaf ... Tidak terlalu berani," sahut Zidan.

"He Zidan! Kamu tuh laki pa perempuan, udah sama aku saja, Fikri biar ke selatan sama Heru, tenang habis keliling saya pijitan dah ... giliran tapi ya,"

"Ha ... Baiklah," sahut Zidan kembali.

Barulah mereka berpencar ke arah bagiannya masing-masing, Zidan dan Malik pergi ke arah barat sambil berjalan mereka mengobrol .

"Hei Zidan! Gimana Istrimu sudah hamil? Kamu menikah sudah hampir lima bulan lo," tanya Malik yang terlihat berjalan bersebelahan dengan mengenakan sarung yang diikatkan di lehernya.

"Iya itu, Belum kayaknya ... Ya doanya semoga cepat hamil,"

"Ih ... Gas aja ... Jangan kasih kendor, apa emang kamu ikut progam itu,"

"Tidak sih ... ya sebenarnya saya juga ingin cepat punya anak tapi yang gimana lagi belum diberi oleh sang Khalik,"

"Sebentar ya tiba-tiba saya kebelet kencing deh, tunggu sebentar ya nanti dilanjut, ini sudah tidak tahan rasanya,"

Malik pun cepat-cepat pergi tanpa memperdulikan Zidan sendirian.

Zidan yang sendirian berdiri ditengah jalan yang sepi tak ada cahaya lampu yang meneranginya hanya cahaya rembulan yang terang menemaninya, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, dia baru sadar kalau berada di dekat kejadian itu, Dia melihat pohon beringin beringin yang berdiri kokoh terlihat rerimbunan daunnya menandakan didekatnya ada batu retak yaitu tempat kejadian kecelakaan itu.

"Astaghfirullah ... Ini mah sudah dekat dari batu itu ... Sepi amat ya tempat ini ... Malik juga kenapa harus kebelet juga, apa dia hanya pura-pura kebelet untuk ngerjain aku, Ih ... Ibu ... Takut aku,"

"Suara jangkrik itu malah menambah ih ... serem, Mas ... Sudah belum ... ayo dong jangan lama-lam,"

Klak ... blek

"Huh, Apa itu ..." tanya Zidan dalam hatinya terlihat kaget dan jatungnya berdetak lebih kencang.

Dia mendekatinya dan ternyata saat dilihatnya ranting pohon kering patah dan jatuh.

"Huh," Zidan menghela nafas dan berkata, "tak kira apaan ... Ternyata hanya kayu."

Saat dia kembali ke jalan tak disangka melihat Malik berjalan, Dia langsung bergegas menyusulnya seraya berteriak, "Hei Mas ... Tunggu dong ..." Malik pun berhenti dan tidak memandang Zidan diam seribu bahasa.

"Mas lama sekali sih, tahu tidak saya tadi ketakutan ... sepi amat tempat ini," kata Zidan yang berjalan di belakang Malik yang terus berjalan.

"Kok diam aja sih Mas, ... halo ... jangan gitu toh Mas ... kamu tuh ya membuat aku takut saja, Mas ... Mas ..."

Belum sampai Zidan memegang Malik dan memutarkan badannya dari belakang mendengar seseorang memanggil-manggil.

"Zidan! ... Dimana kamu, Dan ... Zidan ..."

"Hah itu sepertinya suara Mas malik, Dia mulai tidak enak badan rasa dingin menyelimuti serta bulukuduk mulai berdiri, dia menoleh kebelakang siapa tahu orang itu terlihat, dan Zodan tidak melihat siapa-siapa, malah ketika dia menoleh kedepan Malik yang bersamanya sudah tidak ada lagi,"

"Hah ... Kemana Mas Malik tadi, Mas ... Mas Malik ... Jangan becanda dong."

Tak lama Malik berlari untuk menyusul Zidan seraya berkata, "Hei Zidan! Kenapa kamu tinggal aku sendirian."

"Lah tadi yang bersama aku siapa bukannya kamu Mas,"

"Ih ... Ada-ada saja kamu saya kan kebelet kencing cari-cari tempat yang ada airnya tidak dapat-dapat."

"Lah ... Lalu siapa Mas ... Ih, berati ... Udah Mas ayo pulang saja ... takut, serem ... tuh lihat batu retak juga sudah terlihat, please ayo pulang Mas,"

"Apaan sih kamu ini nanggung lah ..."