Hari itu di tepian hutan tepatnya di jalan tanjakan berbelok banyak orang-orang berkerumun sedang melihat seseorang yang mengendarai sepeda motor menabrak batu retak, Heru Prasityo salah satu penduduk kampung Cupit Urang itu sedang lewat pulang dari kebunnya, cepat-cepat dia mendekati kerumunan itu dan tidak disangka Heru melihat tetangganya yang bernama Malik Setiyo juga ikut berkerumun tanpa ragu heru menarik bajunya hingga terseret kebelakang.
Sepontan Malik berteriak, "Ih ... Siapasih tarik-tarik baju aku, lepas!" Sambil menoleh ke Heru, Malik berkata kembali, "Oh, ternyata kamu, dasar kamu tu ya ... sesalu membuat saya jantungan."
"Broow! janganlah marah, orang marah itu tuanya mudah keserang penyakit struk ... tahu ndak kamu," kata Heru sambil memandanginya dengan senyumannya.
"He Lik, ... itu orang kenapa ya? Kok bisa sampai sepedahnya masuk ke retakan batu." tanya Heru sambil melihat laki-laki yang wajahnya berlumuran darah.
"Saya juga kurang hafam ya Her, mengapa itu orang bisa kayak begitu seperti dimakan batu aja." sahut Malik.
"Kasihan ya sudah dari tadi belum ada yang mengurusinya, mungkin tidak ada yang berani," imbuhnya.
"Tapi tadi sih sudah ada yang menghubungi polisi, tapi entah mengapa belum juga datang," ungkap Heru.
Wiu ... Wiu ... Wiu
Suara klakson mobil polisi
Tidak lama kemudian mobil polisi datang dan memberi batas keamanan.
"Itu dia sudah datang," kata Heru.
"Mohon maaf para warga jangan mendekati area sini, kami pihak kepolisian akan melakukan penyelidikan tentang kejadian ini, maka dari itu kami harap agak menjauh dari area sini," kata polisi sambil menekan penduduk menjauh dari lokasi kejadian.
Tidak lama para warga mulai ada yang meninggalkan TKP, dan tidak ada yang bisa melihat sesuatu bertubuh besar hitam duduk diatas batu besar sambil tertawa-tawa dan berkata, "Ha ... ha ... ha ... lihat saja siapa saja yang melewati jalanan ini akan aku labuhi pandangannya dan aku dorong agar kecelakaan dan menjadi temanku."
Sriyani adalah salah satu penduduk di Desa Cupit Urang itu, dia pulang bergegas menuju rumahnya sesampainya dia bercerita kepada tetangga-tetangganya yang kebiasaan suka berkumpul-kumpul sambil berbincanng-bincang.
"Yu Sri! Darimana kok baru pulang?" tanya Markonah sambil memandangi wajah Sriyani yang terlihat agak ketakutan.
"Iya Yu Sri! sahut tetangganya, eh seperti ketakutan kamu ada apa?"
"Huh" ...helaan nafas Sriyani yang begitu dalam hingga terdengar keras, dengan sambil melangkahkan kaki menuju kerumunan tetangganya kemudian duduk diantara mereka seraya mulai bercerita.
"Tahu tidak!" tanya Sriyani sambil mengangkat bahunya sedikit.
"Tahu apa? Aneh deh kamu ini, kami yang dari tadi disini tidak kemana-mana," sahut salah satu tetangga Sriyani sebut saja Andini.
"Itu, ... Di dekat batu besar itu baru saja terjadi kecelakaan mengenaskan, kok bisa gitu sepedahnya bisa masuk pada retakan batu itu," dengan sedikit mengeraskan suaranya dia menutup ceritanya dengan, "Ih ... Tidak tega saya melihatnya."
"Gimana yu Sri orangnya selamatkan?" penasaran mereka dengan keadaan orangnya.
"Uh ... Kepalanya berlumuran darah, sepertinya bukan orang sini, kakinya menghantam batu itu sendiri, saya ingat kejadia bulan lalu juga terjadi hal serupa di lokasi itu, itu lo ... Seorang perempuan yang sempat dilarikan di rumah sakit namun akhirnya meninggal juga,"
Markonah yang mendengarkan cerita Sriyani dengan begitu menikmatinya tiba-tiba berkata, "Ih ... kok serem ya, apa emang tempat itu selalu memakan korban ya? Saya juga perhatikan dari dulu, sering lo ... hal serupa terjadi dari saya mulai tinggal disini."
"Iya ... Ya ... Ih, takut rasanya kalau lewat jalanan itu sendirian," sahut Andini sambil menggerakkan tubuhnya ke belakan sedikit.
"Saya juga pernah dengar juga ada yang mencoba menerawang tempat itu, katanya sih ... Ada penunggunya, ya ... makhluk tidak kasat mata" ungkap Markonah kembali.
"Ih, ... Atut aku dengarnya ... maaf yu saya mau pulang dulu ya suka takut kalau mendengar cerita-cerita seperti itu, apalagi kalau malam saya sering ditinggal suami berkelana mencari ikan maklum hobi mancing ikan, ... dan mau masak jugaan keburu suamiku pulang, nanti saya di omeli lagi," kata Sriyani sambil berdiri dan kemudian melangkahkan kakinya.
"Hi ... Yunah, katanya apa yang menunggu di tempat itu, jadi penasaran aku," sahut Andini yang terlihat tidak terpancarkan rasa takut menyelimutinya.
"Benaran kamu tidak takut," tanya Markonah kembali, para tetangga yang lain juga tercengang seperti terhipnotis mendengar cerita si Markonah.
"Hmm, ... Saya tidak takutlah, hantu bentuk kayak apa ... malah-malah saya jadiin temanku," kata Andini dengan menampakkan keberaniannya.
"Ah, jangan begitu nanti malam didatengin baru tahurasa lo ..., baik katanya sih seseorang yang bertubuh besar banyak bulunya, ya ... semacam genderowo gitu ya, sepaham saya.
"Hmm, biarlah datang kerumah itu ... ya sudah saya juga mau pulang ah ... kasian nanti suamiku mencari saya tidak dirumah," sambil terlihat centil Andini pergi dari kerumunan tetangga.
***
"Dek ... Assalamu'alaikum," sapa Malik dari luar rumah.
"Iya Mas, ... Wa'alaikumsalam,"
Kreek
Bunyi pintu terbuka
Sambil mencium tangan kanan suami begitu juga suami membalas mencium keningnya seraya Sriyani bertanya, "Sudah pulang Mas!" sambil mengajaknya masuk rumah dan duduk diruang tamu.
"Ya ... Alhamdulillah Dek, maaf hari ini belum dapat uang soalnya Bos lagi keluar kota, jadi ... Ya ... harus bersabar dulu.
"Iya Mas, toh ... persediaannya masih kok,"
"Alhamdulillah, Dek kamu memang istri sholehah ... hmm tambah cinta kalau begitu aku.
"Oh ya Dek, nanti malam saya mendapat jadwal meronda tolongnya nanti buatkan secangkir kopi ... buat temen begadang," minta Malik suaminya Sriyani.
"Mas, bisa tidak nanti malam absen dulu ... saya takut!" sahut Sriyani sambil mendekat memeluknya.
"Ada apa? Biasanya kamu tidak takut!"
"Itu Mas, ... Di jalan batu retak ada kecelakaan, saya tadi tidak sengaja lewat dan melihatnya," mendorong tubuh suami sedikit dengan tetap memeganginya tangannya dengan erat kemudian kembali memeluknya.
"Ha, ada kecelakaan lagi! ... Sepertinya baru bulan kemaren juga ada ... sekarang juga ada lagi!" dengan memegang tangan istri melepas pelukan, mata agak terbelalak karena kaget mendengar cerita itu.
"Iya ... Mas, ... Saya takut! ... tahu tidak Mas? Kepalanya berlumuran darah dan sepedahnya masuk pada retaan batu itu, ... kok bisa gitu," ungkap Sriyani dengan semangatnya.
"Dek, kalau itu mah saya tidak heran, dulu-dulu sebelum saya menikah denganmu pernah ada seorang yang menerawang tempat itu soalnya memang dari dulu tempat itu sering meminta korban," belum juga selesai berkata Sriyani memotongnya dengan berkata agak keras, "Ha, maksudnya minta kurban?"
"Ih ... bentar dong saya tak bercerita dulu." sahut suami sambil menyeruput teh yang sudah disiapkan istri tercinta.
"Terus-terus," sambil mengangguk-nganggukkan kepala.
"Jadi, penerawang itu bercerita kalau di dekat jalan itu ha ... pas di batu dan pohon beringin itu ada penunggu yang menguasahi daerah itu, katanya sih ... Seorang yang berpawakan tubuh besar hitam dan banyak lagi, orang itu bilang bahwa penunggunya itu akan melabuhi seseorang yang melewati jalan itu, ya ... akhirnya ... terjadilah seperti itu."
"Ih ... Kok seremnya Mas, ... pokoknya nanti malam saya tidak mau kalau harus dirumah sendiri.