Chereads / PETUALANGAN UNTUK MENEMUKAN JIWA YANG HILANG / Chapter 4 - Suara Yang Menghilang

Chapter 4 - Suara Yang Menghilang

Dua tahun sebelum Ciel mendengar suara itu.

Ciel sedang berada di kantin sekolah seorang diri. Belakangan ini, Ciel selalu merasa sesuatu yang tidak mengenakkan dalam hatinya. Meskipun demikian, dia selalu membuat orang lain jatuh hati ketika melihat keindahannya, muncul perasaan ingin melindungi yang sangat kuat.

Di sisi lain, hal itulah yang membuat orang lain tidak berani mendekati Ciel, karena mereka merasa tidak pantas berada di dekatnya. Mereka hanya bisa melindungi dirinya dari kejauhan.

Tiba-tiba dia mendengar suara yang sangat nyaring. Anehnya, suara itu hanya didengar oleh Ciel sendiri. Seketika dia pingsan karena kesakitan sehingga semua orang yang melihatnya begitu panik dan berusaha membawa ke ruang kesehatan sekolah.

Setelah beberapa lama menunggu, Ciel masih belum sadar. Pihak sekolah memutuskan membawanya ke rumah sakit dengan menggunakan ambulans.

"Hei, apakah kau baik-baik saja?" Terdengar suara seseorang dokter yang merawatnya, tetapi Ciel tidak dapat mendengarnya. Dia berusaha untuk duduk.

"Tak perlu memaksakan diri. Kau harus istirahat saat ini."

Saat ini Ciel sedang kebingungan karena tidak mengetahui kenapa dirinya ada di rumah sakit. Dia hanya ingat mendengar suara yang sangat luar biasa, kemudian tidak ingat apa pun lagi.

"Bagaimana dengan nenekku?" Dengan perasaan khawatir, Ciel bertanya kepada dokter itu. Ciel sangat mencemaskan neneknya yang berada di rumah, dia sudah tua dan tidak bisa mengurus dirinya sendiri.

"Ah, nenekmu, ya. Jangan khawatirkan itu. Kami dapat kabar bahwa ada seseorang yang merawat nenekmu," jawab Dokter sambil menutup pintu dan pergi meninggalkan ruangan.

"Begitu, ya. Terima kasih." Walaupun tidak dapat mendengarnya dengan jelas, dengan samar-samar dia mengerti apa yang dikatakan oleh dokter. Setidaknya Ciel merasa sedikit tenang mendengar kabar neneknya baik-baik saja. Barulah setelahnya Ciel memutuskan beristirahat untuk memulihkan diri.

***

Beberapa hari kemudian, Ciel diizinkan meninggalkan rumah sakit. Tanpa ditemani siapa pun, dia berjalan menyusuri koridor rumah sakit yang ramai oleh beberapa keluarga pasien. Pada saat dirinya berjalan, semua orang melihatnya dengan tatapan terpana. Suatu hal di luar imajinasi, kini sedang berjalan di hadapan mereka.

Untuk pulang, Ciel harus menggunakan jasa bus dengan perjalanan yang tidak memakan banyak waktu. Tepat saat matahari mulai terbenam, dia turun dari bus dan berjalan menuju rumah.

"Aku pulang," ujarnya sambil mengetuk pintu.

Sejak kecil, Ciel tinggal dan diurus oleh neneknya. Dia tidak memiliki orang tua, satu-satunya orang yang berharga Ciel adalah neneknya.

"Kamu sudah pulang, Ciel? Syukurlah, kamu tidak apa-apa." Neneknya sangat khawatir kepada Ciel. Tadinya nenek Ciel sangat ingin menjenguk, tetapi tidak bisa.

Saat ini Ciel tidak dapat mendengar suara orang lain dengan jelas. Dokter menjelaskan jika dia memiliki gangguan otosklerosis.

"Ya, aku baik-baik saja. Tetapi aku tidak dapat mendengar suara dengan jelas." Dia masuk ke kamarnya untuk beristirahat karena sudah larut malam.

***

Tengah malam Ciel terbangun saat mendengar suara besi terjatuh. Cepat-cepat dia beranjak dari tempat tidur untuk mencari tahu apa yang baru saja terjadi. Langkah Ciel bergegas ke dapur, tetapi tidak menemukan apa pun. Selanjutnya, Ciel pun pergi ke kamar neneknya karena khawatir.

Dia membuka pintu kamar dan berkata, "Apakah Nenek baik-baik saja?"

Rasa khawatir Ciel berubah menjadi terkejut saat melihat ada orang lain yang tidak dikenali di kamar neneknya.

"Siapa kau? Kenapa kau ada di sini?" Ciel bertanya kepada orang itu dengan nada yang tinggi. Orang itu panik ketika melihat Ciel. Dia memegang pisau di tangannya, kemudian menikam neneknya Ciel.

Ciel tidak memercayai apa yang baru saja dilihat. Telinganya berdenging sangat keras dan jiwanya sangat kacau, melihat orang yang paling disayangi dibunuh di depan matanya sendiri.

"Kenapa? Kenapa?" Dia berusaha menghubungi ambulans dengan tangan yang gemetaran.

Telinga Ciel tampak mengeluarkan darah, tetapi hal itu tidak membuatnya putus asa menghubungi ambulans. Untuk saat ini, Ciel tidak bisa meluapkan emosinya. Marah, sedih, bahkan bahagia, tidak Ciel ingat sama sekali.

Sejak saat itu, dia tidak dapat mendengar suara dan kehilangan emosinya. Tak jauh berbeda seperti seseorang tanpa jiwa, sampai akhirnya Ciel mendengar suara dunia.