Sophie terpaksa pulang dengan tangan hampa. Ia seperti sudah setengah diusir oleh manajer klub yang capek menjelaskan pada Sophie jika dia tidak bisa masuk. Dengan penampilan yang masih sedikit terbuka dan rambut sedikit acak, Sophie turun lagi ke lantai bawah menuju lobi. Untung saja dia mengantongi uang 500 dolar yang ia ambil di atas meja rias.
"Apa yang harus aku lakukan sekarang?" gumamnya makin cemas. Ia sudah bisa membayangkan seperti apa marahnya sang ayah jika tahu ia mabuk, ditiduri pria asing yang tidak ia kenal, pulang pagi dan belum berangkat ke kantor jam sembilan pagi.
"Habislah aku!" TING – pintu lift terbuka dan dengan cepat Sophie berjalan keluar. Ia menoleh pada jam dinding besar di lobi yang menunjukkan pukul sembilan lewat dua puluh menit. Matanya terbelalak dan langsung berlari dengan hak tinggi melintasi lobi. Ia sempat menubruk seorang pria berjas dan langsung meminta maaf dengan cepat lalu berlari pergi.
"Maaf, aku buru-buru!" ucapnya tanpa melihat pria tersebut. Pria itu berhenti sejenak dan berpikir sambil menunjuk pada Sophie.
"Tunggu dulu, itu kan ..." Cass langsung membelalakkan matanya dan ikut berlari mengejar Sophie yang sudah keburu masuk ke taksi dan pergi.
"HEI TUNGGU!" teriak Cass yang baru menyadari jika gadis yang menubruknya adalah yang sudah ia tolong semalam. Namun, Cass terlambat. Gadis yang tidak ia ketahui namanya itu berlalu pergi begitu saja.
"Ah, padahal aku ingin minta maaf ... " gumam Cass sambil berkacak pinggang di depan tangga lobi. Angin pagi membelai lembut rambut coklatnya dan kini ia harus berpikir tentang apa yang akan dilakukannya. Haruskah ia mencari gadis itu dan menjelaskan yang terjadi semalam? Atau Cass hanya harus membiarkannya saja?
Setelah beberapa menit berpikir, Cass pun kembali ke dalam. Ia akan bertanya pada manajer atau siapa pun di hotel yang bisa memberikannya keterangan tentang siapa gadis tersebut. Cass tidak bisa menepis rasa tak enak di hatinya karena meninggalkan gadis tidak bersalah tanpa penjelasan.
Sedangkan Sophie tiba di rumahnya dan membayar taksi dari uang yang ia pegang. Ia berencana untuk kembali ke hotel itu mengambil kembali barang-barangnya nanti sore. Namun sebelum sampai ke kamarnya, Sophie langsung berhenti.
"Dari mana saja kamu baru pulang sekarang?" hardik sang ayah Jonathan Marigold begitu ia memergoki anaknya baru pulang. Sophie yang sudah ada di anak tangga pertama terpaksa berhenti dan berbalik melihat sang ayah.
"Aku ... aku baru dari rumah sahabatku Madison!" jawab Sophie berbohong. Sang ayah langsung mendengus sinis dan berkacak pinggang.
"Apa kamu pikir aku percaya padamu? Kamu baru dari klub malam dan mabuk-mabukan kan? Apa lagi pekerjaanmu selain mabuk!" hardiknya makin meninggikan suaranya. Jika sudah begini, Sophie hanya bisa diam. Ayahnya pasti akan memarahinya habis-habisan.
Sang Ibu, Kourtney dan Kakak Sophie yaitu Laura ikut datang melihat apa yang terjadi. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh keduanya jika Sophie tengah membuat masalah dan terus membuat ayah mereka marah.
"Aku sudah bilang berkali-kali padamu, Sophie! Jangan pikirkan dan mengejar pria itu lagi! Dia itu pecundang!" teriak Jonathan makin kesal dan marah. Mata Sophie berkaca-kaca menghadapi sikap ayahnya.
Ayahnya tidak pernah suka pada Collin Howthorn yang dulu sempat menjadi kekasih Sophie. Dan Jonathan selalu mengungkit-ungkit nama Collin jika ia sedang marah. Tujuannya adalah untuk menyakiti Sophie, setidaknya itu yang ia pikirkan.
"Jangan hina Collin, Daddy! Dia tidak bersalah dan tidak ada hubungannya dengan semua ini!" balas Sophie mulai tak tahan. Ia pun menaikkan nada bicaranya. Kini perdebatan pun tidak akan bisa dielakkan lagi.
"Apa kamu bilang! Gara-gara dia, kamu jadi pembangkang seperti ini!" tuding Jonathan makin berang.
"Daddy jahat!" pekik Sophie berbalik dan langsung tangga menuju kamarnya. Ia menangis marah dan kecewa.
"Kamu ... Sophie ... Sophie ..." teriak Jonathan tidak digubris sama sekali oleh Sophie. Jonathan terengah dan berkacak pinggang tak tahan dengan perilaku Sophie yang tidak lagi bisa diatur.
"Sayang, kamu harus bersabar," ujar sang istri Kourtney menenangkan suaminya.
"Bagaimana aku bisa bersabar dengan perilakunya yang makin tidak terkendali seperti itu?" hardik Jonathan balik memarahi istrinya. Namun Kourtney yang selalu mengalah juga lebih sabar memegang lengan suaminya untuk membawanya ke pintu depan.
"Sebaiknya kamu segera berangkat nanti kamu bisa terlambat pertemuan penting kan?" ujar Kourtney mengingatkan pada Jonathan. Sambil mendengus kesal ia pun terpaksa harus pergi ke kantor karena memang dia sudah terlambat. Namun, ia masih terpikir pada Sophie yang baru naik ke kamarnya.
"Biar Laura yang bicara pada Sophie. Sudah kamu berangkat saja," tambah Kourtney lagi saat melihat keresahan suaminya. Jonathan pun menurut dan diantar istrinya ke pintu depan untuk naik ke mobilnya hendak berangkat bekerja. Sementara Laura juga ikut naik ke atas untuk menemui Sophie.
TOKO BUNGA
Seorang pria membuka pintu toko bunga dengan membawa sebuket bunga mawar yang ia tunjukan untuk kekasihnya. Salah satu pramuniaga di toko bunga itu lalu menemuinya dan bertanya keperluannya.
"Aku ingin bertemu Madison!" jawabnya sambil tersenyum. Pramuniaga itu pun mengangguk lalu masuk ke dalam untuk memanggil bosnya Madison Lee memberitahukan tentang seseorang yang mencarinya. Madison datang dan langsung melipat kedua lengannya di dada. Sikap Madison ketus jika berhadapan dengan pria ini, Collin Howthorn.
"Untuk apa lagi kamu datang kemari?" hardik Madison dengan nada tinggi mulai kesal. Namun Collin dengan senyuman tampannya tetap ramah mendekat pada Madison.
"Ini untukmu," ujar Collin seraya memberikan buket bunga yang ia bawa pada Madison. Terang saja, Madison langsung mengernyit keheranan dan separuh menyindir.
"Kamu memberikan buket bunga pada pemilik toko bunga? Apa kamu sedang mengejekku?" sindir Madison dengan nada kesal.
"Tentu saja tidak! Kamu sahabatku, mana mungkin aku mengejekmu!" bantah Collin sambil memasang tampang polos dan menggemaskan. Wajah Collin memang imut dan tampan, sehingga banyak wanita yang terjerat pada pesona tampannya. Sayangnya ia sudah menikah.
"Lalu untuk apa kamu datang mencariku sambil membawa bunga seperti ini?" Collin menarik napasnya dan tersenyum.
"Uhm, aku ... aku ingin bertemu dengan Sophie ..." ungkap Collin pada Madison tentang niatnya yang sebenarnya. Air muka Madison langsung berubah datar dan ia jadi melihat sinis pada Collin yang masih berdiri berharap jika sahabatnya itu akan membantu.
"Apa istrimu tahu kamu datang kemari?" Collin langsung berdecap menggelengkan kepalanya.
"Untuk apa dia tahu!"
"Tentu saja jika dia tahu dia akan melabrakku!" sahut Madison begitu kesal.
"Tidak, dia tidak tahu! Aku mohon, uhm ... aku tahu Sophie sudah mengganti nomor ponselnya, aku ingin bicara dengannya." Collin tetap menyodorkan bunga itu pada Madison.
"Kamu gila ya? Kamu sudah menikah dengan Angelica, untuk apa mencari Sophie lagi!" sahut Madison cepat.
Selagi mereka bicara, pintu toko bunga itu terbuka tiba-tiba dan seorang wanita masuk, Matanya langsung menangkap Collin dan Madison dengan bunga di tengah mereka.