Dia mengelus perutnya yang sudah mulai membesar diusia kehamilannya yang sudah jalan tiga bulan.
Hyuna menutup pintu kamarnya dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara apa pun.
Untungnya, Hyuna memiliki satu kunci cadangan yang bisa dia pakai pergi dari sana.
Berat hatinya untuk meninggalkan rumah yang begitu banyak memberinya sejuta kenangan. Suka duka dia lewati di rumah itu hampir satu tahun lamanya.
Baru beberapa langkah Hyuna meninggalkan rumah besar itu, seseorang masuk ke dalam kamarnya.
Dia menoleh sesaat ketika sudah berada di depan pagar berwarna cokelat itu. Air matanya kembali menetes membasahi pipinya.
"Maafkan Hyuna Bu, aku harus pergi dari hidup kalian tanpa bertemu dengan kalian, maafkan atas kesalahan Hyuna selama ini."
Pagar tinggi mengjulang itu tertutup dengan sangat pelan. Sudah jam 2 tengah malam, suara gonggongan Anjing dan Burung Hantu yang bergelantungan di atas dahan pepohonan menjadi pengiring langkahnya meninggalkan kompleks perumahan elit tersebut.
Hanya tas kecil yang dia bawa dalam tentengan tangannya. Dia memakai celana panjang jeans warna biru, baju berlengan panjang dengan sweater Hoodie menjadi pelindung tubuhnya dari terpaan angin malam.
Langkahnya semakin menjauhi rumah Bagas. Sedangkan di dalam kamar Hyuna seseorang tertawa terbahak-bahak di tengah keheningan malam itu. Dia sangat bahagia dengan kepergian Hyuna dari rumah itu.
Maafkan aku, sayang
Harus meninggalkan kamu
Dan kumohon lupakan aku di dalam hidupmu Jangan kau datang lagi
Cinta telah aku kemasi
Dan ku harus beranjak pergi
Jangan kau tangisi
Dan jika hati sudah tak mau
Maka jangan datangi aku lagi
Sampailah di sini kisah kita, Kasih
Aku harus pergi
Dan jika hati sudah tak cinta
Maka jangan pernah engkau memaksa
Aku telah lelah dengan semuanya
Sampai disini saja
Jangan kau datang lagi
Cinta telah aku kemasi
Dan ku harus beranjak pergi
Jangan kautangisi.
Selangkah demi selangkah, langkahnya semakin jauh. Hyuna tidak ingin kembali ke rumah ke dua orang tua angkatnya. Dia sangat malu dengan apa yang telah terjadi pada dirinya.
Walaupun semuanya terjadi bukan kehendaknya atau pun atas dasar kesalahannya sendiri. Dia juga tidak ingin memberikan beban kepada Kakeknya yang sudah sangat baik padanya selama ini.
Dia sangat berhutang budi sama mereka, karena tanpa uluran tangan mereka mungkin Hyuna tidak akan hidup seperti ini. Mereka lah yang menolong Hyuna dari Panti Asuhan dan memberikan kehidupan yang layak.
Karena itu lah, dia tidak ingin pulang lagian dia tidak punya hak untuk pulang ke sana.
Sudah berjam-jam Hyuna berjalan, hingga dirinya mendengar suara adzan subuh berkumandang dari Toa Mesjid.
"Alhamdulillah, sudah subuh."
Ia berjalan menjinjing tasnya ke dalam area Mesjid. Dia mencari tempat wudhu tapi, tidak menemukan keberadaan tempat tersebut khusus untuk perempuan.
Mungkin karena kelelahan berjalan, kondisi kepalanya yang kadang pusing, serta belum makan hingga detik itu sehingga tidak berkonsentrasi penuh mencari tempat wudhu tersebut. Dia celingak-celinguk mencari tahu tapi, masih tidak berhasil. Hingga suara seseorang yang menginterupsinya.
"Assalamu alaikum."
Bapak tersebut memperhatikan Hyuna yang seperti sedang kebingungan. Hyuna menoleh ke arah sumber suara tersebut.
"Waalaikum salam," jawabnya dengan disertai senyuman khasnya.
"Sedari tadi Bapak perhatikan sepertinya Kamu mencari sesuatu?" bapak itu tersenyum ke arah Hyuna dengan wajah teduhnya.
"Saya mencari tempat untuk ambil air wudhu Pak, tapi saya sudah mutar-mutar, kelilingi Mesjid kok tempat wudhunya gak ketemu yah?" tanyanya yang keheranan.
Bapak itu bukannya menjawab pertanyaan dari Hyuna, malahan hanya tersenyum menanggapi perkataan darinya.
Hyuna berdiri mematung sekaligus keheranan dengan tanggapan dari bapak tersebut.
"Nak itu tempat khusus perempuan untuk ambil air wudhu," tunjuknya ke arah tulisan yang tertera di atas pintu masuk tempat wudhu.
Hyuna menutup mulutnya saking tidak percayanya dengan hal tersebut. Padahal sedari tadi dia sudah mutar-mutar banyak kali. Ia tersenyum dengan tingkahnya sendiri.
"Makasih banyak Pak."
"Ayok buruan ambil wudhu, sudah hampir waktu shalat subuh," ujarnya lalu berjalan ke arah pintu masuk Mesjid.
Mesjid yang bertuliskan Jamal Rahmah adalah Mesjid yang akan ditempati oleh Hyuna untuk melaksanakan shalat subuh berjamaah dengan beberapa bapak-bapak dan ibu-ibu yang sudah memadati area Mesjid.
Beberapa saat kemudian, suara iqomah dari pengeras suara pertanda shalat subuh akan segera dilaksanakan secara berjamaah.
Beberapa saat kemudian, Ia sudah melaksanakan kewajibannya. Dia melipat kembali perlengkapan shalatnya. Satu persatu jamaah meninggalkan Mesjid. Ia pun berdiri dan beranjak dari tempat duduknya. Tapi, baru beberapa langkah kakinya melangkah, tubuhnya sempoyongan hingga tubuhnya terbentur ke daun pintu.
Bapak yang sedari tadi mengajaknya berbincang-bincang segera menolongnya. Bapak itu memperhatikan Hyuna yang menurut penglihatannya dalam keadaan yang tidak baik saja.
"Apa yang terjadi pada Kamu Nak?" tanyanya dengan memegang tubuhnya Hyuna.
"Kepalaku sedikit pusing Pak, makasih banyak sudah dibantu," balasnya.
"Ayok kita duduk di teras Mesjid, nanti kondisi Kamu sudah baikan baru pulang," tuturnya yang menuntun dirinya.
"Makasih banyak Pak."
Hyuna duduk dengan mesnselonjorkan Kakinya.
"Maaf yah Pak, aku luruskan kakiku soalnya sedikit kram," jelasnya sambil mengurut pelan kakinya.
Bapak itu pun ikut duduk di sampingnya. Lalu menyodorkan sebotol minyak kayu putih yang selalu setia menemaninya ke mana pun pergi.
"Ambillah semoga ini bisa meringankan sakitnya kepalamu," Bapak itu selalu tersenyum jika melihat Hyuna.
"Makasih banyak Pak," jawabnya dengan mengambil botol itu di dalam genggaman tangannya Bapak tersebut.
Hyuna mengoleskan minyak angin tersebut. Dan setelah mengoleskan minyak kayu putih itu, kondisi kepalanya sedikit membaik.
"Bagaimana sekarang keadaannya Nak?" tanyanya yang penasaran dengan Hyuna.
"Alhamdulillah sudah agak baikan Pak, ini semua berkat pertolongan Bapak, kalau begitu Saya ingin pamit sudah pagi soalnya juga," terang Hyuna sudah bersiap berdiri.
"Kamu ini mau ke mana?, kenapa terlalu terburu-buru, nanti kondisi Kamu baikan baru pergi dari sini," ucapnya yang memegang tangan Hyuna.
Hyuna terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa dan bagaimana pertanyaan dari bapak tersebut.
"Bapak perhatikan sedari tadi, sepertinya ada yang mengganjal pikiran Kamu, kalau situ tidak keberatan berbagilah dengan Bapak, mungkin Bapak bisa bantu."
Hyuna menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap bapak tersebut. Bukannya ingin menutupi kenyataan yang ada atau pun tidak tahu harus menjelaskan mulai dari mana. Tapi, Dia tidak ingin ada orang lain yang tahu permasalahan biduk rumah tangganya.
Baginya masalah kisruh rumah tangganya cukup dia yang tahu, Lagian ini adalah aib keluarganya jangan biarkan jadi konsumsi publik.
"Aku ingin mencari rumah kontrakan Pak, tapi belum ketemu juga yah bagus, tapi murah," terangnya.
"Ohh gitu, tapi Bapak ingin tahu apa Kamu sudah punya suami?" selidik bapak itu.
"Alhamdulillah sudah pak, tapi Kami sudah cerai," jawabnya dengan penuh keyakinan tanpa ada keraguan.
"Sedari tadi kita berbincang-bincang, tapi di antara kita belum ada yang tahu nama masing-masing, pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang hehe," ujarnya disertai dengan bayolan senda gurauannya.
"Hyuna Pak namaku," jawabnya.
"Nama yang cantik seperti orangnya, kalau Kamu panggil bapak seperti orang lain saja yaitu Bapak Hasan," dengan wajahnya yang nampak berseri.
"Apa bapak tahu di mana ada kontrakan yang cocok untuk Saya?" tanya dengan menatap ke arah wajah pak Hasan.
"Kalau masalah kosan,Kamu tidak perlu risau bagaimana kalau Kamu tinggal bersama bapak saja, kebetulan Ibu di rumah tidak ada yang temani," ujarnya dengan penuh keyakinan dan kesungguhan.
"Tapi, Pak Saya tidak ingin merepotkan ibu dan Bapak," tolaknya.
Hyuna tidak ingin merepotkan orang lain apa lagi harus hidup bergantung dengan uluran tangan dari orang lain.
"Bapak malah senang Nak kalau Kamu tinggal sama Kami, kalau bisa sekalian Kamu bantu-bantu Ibu menjual makanan di Kantin," jelasnya dengan wajah yang sudah serius.
"Kantin?" tanya balik Hyuna.
"Iya,nanti Bapak akan jelaskan, Kita ke rumah dulu istirahat nanti Ibu yang akan menjelaskan semuanya kepada Kamu,"
"Ohh gitu," ucapnya dengan singkat.
Mereka sudah meninggalkan halaman Mesjid menuju rumah Bapak Hasan, yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Mesjid tersebut.
Sekitar 20an rumah yang memisahkan dengan lokasi mesjid dengan kediaman Bapak Hasan.
"Ini rumah Bapak, maaf kecil," ujarnya dengan senyuman khasnya.
"Aahh bapak kenapa merendah, nah bapak lebih beruntung punya rumah sendiri dari pada Saya yang tidak tahu mau pulang ke mana," balasnya.
Tok... Tok... Tok..
Pintu rumah yang bercat cokelat tua itu terbuka. Hyuna yang awalnya membelakangi pintu sudah membalikkan tubuhnya. Ia terkejut melihat siapa orang yang berada di balik pintu itu.
by Kasma Sayang
Makassar, 29 Juni 2022