"Mas, kamu tidur saja. Biar aku yang membuka pintunya," ucap Divya kemudian.
Devan kembali merebahkan tubuhnya dan memejamkan kedua netranya. Jantung Divya seakan ingin copot ketika berjalan menuju pintu kamar hotel. Setelah dibuka, ternyata seorang pelayan ingin memberikan cemilan sore hari. Pikiran Divya sudah kacau karena masih tertekan dengan teror yang sudah dikirimkan oleh Raymond.
"Siapa, Sayang?" tanya Devan setelah melihat wajah cemas istrinya.
"Pelayan, Mas. Mereka ingin memberikan cemilan ini. Huft, membuatku takut saja. Kenapa mereka tidak menggunakan bel untuk memberikan pemberitahuan?" Divya segera meletakkan makanan itu di atas nakas.
Devan kembali tersenyum melihat gerutuan istrinya. "Sayang, wajahmu sangat menggemaskan kalau sedang menggerutu. Kemarilah, sini biar aku peluk dulu," ucapnya merasa ingin sekali mencumbu bibir yang sudah termanyun ke depan itu.