Chereads / Bukan Sekedar Pengasuh / Chapter 2 - BAB. 1. Permintaan

Chapter 2 - BAB. 1. Permintaan

Seorang anak perempuan yang berusia 19 tahun sedang duduk di balai-balai rumahnya. Rambutnya berterbangan diterpa angin sore itu. Kulitnya yang Kuning langsat asli warna kulit orang pribumi. Ke dua bola matanya yang selalu berbinar terang dengan sudut matanya yang sedikit sipit seperti orang Korea Selatan asli. Wajahnya yang opal dengan hidung mancung, rambut hitam legam, dan dengan postur tubuh yang cukup tinggi dibandingkan dengan anak seusianya, tidak seperti layaknya gadis desa pada umumnya.

Suasana di Pedesaan selalu membuat hati siapa pun akan menjadi tenang dan damai.

Udara di pedesaan yang masih sangat bersih dan jauh dari terkontaminasi dengan polusi udara sehingga membuat masyarakat di Pedesaan lebih segar dan sehat dibandingkan dengan penduduk di Perkotaan.

Padi sudah banyak yang menguning yang siap untuk dipanen, hanya tinggal menunggu giliran saja hingga tiba masanya untuk segera di panen oleh para petani.

Rumah yang terbilang sangat sederhana itu dengan pagar bambu sebagai pembatas antara jalan dengan pematang Sawah. Di samping rumah itu ditumbuhi dengan berbagai macam jenis tanaman, ada pohon pisang, pohon bambu serta buah mangga dan juga buah jambu bangkok. Rumah itu menghadap ke arah jalan dan berhadapan langsung dengan persawahan. Cat rumah itu pun senada dengan warna tumbuhan yang ada di dekatnya.

Dia sedang berbincang-bincang santai dengan bibinya yang baru pulang dari Kota Jakarta. Bibinya bernama Bibi Jamilah, dia baru berumur sekitar 42 tahun. Dia seorang janda beranak satu. Bibi Jamilah adalah adik kandung dari almarhum bapaknya.

Dia adalah Delisha Khaerunnisha namanya, gadis yang hanya tamatan SMK saja, kesehariannya hanya membantu Neneknya di Sawahnya, selebihnya hanya bekerja seperti layaknya anak perempuan lainnya membersihkan rumah, mencuci pakaian serta memasak. Delisha jalani kesehariannya dengan penuh keikhlasan dan kesabaran. Delisha punya cita-cita disisa hidupnya ingin membahagiakan Neneknya.

Hanya Neneknya lah yang dia miliki di dunia ini, selain Bibi dan adik sepupunya yaitu Dirwan. Dirwan adalah anak tunggal dari Bibi Jamilah.

Waktu itu sore hari, setelah selesai membuat pisang goreng dan teh hangat. Delisha membawa satu nampang yang berisi beberapa piring dan cangkir yang berisi di atasnya kopi, teh dan pisang goreng.

"Delisha, apa Kamu bersedia ikut bersama Bibi ke Kota?" tanya Bibinya sesekali meneguk minumannya yang masih mengepul asapnya.

Delisha tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan sekaligus permintaan dari bibinya tersebut. Delisha hanya menatap wajah Bibinya yang nampak masih awet muda di usianya yang sudah kepala empat itu.

Bibi Jamilah melihat keponakannya itu dengan seksama dan nampak di raut wajahnya ada keraguan dan kebimbangan yang terpancar di wajahnya Delisha.

"Bagaimana Nak, apa Kamu bersedia ikut bersama Bibi ke Kota?" tanya Bibinya sambil memegang ke dua tangan Delisha.

Ibu Jamilah sangat berharap kepada keponakan satu-satunya tersebut. Ada amanah dan pesan khusus dari Nyonya tempat Dia bekerja untuk membantu beliau mencari Baby sitter untuk ke dua anak kembarnya yang baru berusia 4 bulan.

Bibi Jamilah kembali teringat dengan perkataan dari Nyonya Adelina Aiden Rahmanto. Perkataan dari Nyonya Adelina terngiang-ngiang di dalam benaknya.

Pagi itu sebelum Bibi Jamilah berangkat mudik ke Kampung halamannya, Dia dipanggil oleh Nyonya Adelina Aiden Rahmanto. Duduklah Bibi Jamilah di hadapan Nyonya Adelina Aiden Rahmanto.

Bibi Jamilah agak ragu untuk masuk dan melangkahkan kakinya menuju kamar pribadi milik Nyonya besar rumah itu. Selama dia bekerja yang sudah hampir 12 tahun itu, sekalipun tidak pernah menginjakkan kakinya ke dalam kamar itu.

Bibi Jamilah hanya bekerja di bagian dapur sehingga, beliau tidak pernah masuk ke dalam kamar itu. Bibi Jamilah dengan terpaksa untuk melangkahkan kakinya karena ada sedikit rasa kepo dengan dirinya dipanggil oleh majikannya itu yang sudah sangat baik kepadanya.

Kamar yang berukuran dua kali dari rumahnya yang ada di Kampungnya dengan cat dinding kuning shoft itu serta dilengkapi dengan perabot dan furniture yang sangat mahal dan berkelas serta dengan kemewahannya membuat siapa pun yang masuk ke dalam kamar itu pasti akan betah berlama-lama di dalamnya.

"Bibi Jamilah Saya mohon bantuannya, tolong carikan pengasuh untuk ke dua anak kembar ku, Aku tidak tahu entah kenapa akhir-akhir ini perasaanku tidak enak, Aku tidak ingin melihat ke dua buah hatiku di asuh oleh orang yang tidak tepat," jelasnya sambil berbaring di atas ranjang king size-nya.

Bibi Jamilah duduk di kursi yang ada di hadapannya. Kursi itu khusus untuk seseorang tamu yang masuk ke dalam kamarnya.

Akhir-akhir ini kondisi kesehatan dari Nyonya Muda Adelina sangat drastis menurun, tidak seperti sebelum dirinya dinyatakan hamil. Kehamilannya itu pun sudah Nyonya Muda impikan dan tunggu-tunggu hingga 7 tahun lamanya baru lah beliau diberi kesempatan untuk mengandung bayi dan sekaligus diberi anugerah oleh Yang Maha Kuasa bayi kembar perempuan dan laki-laki.

"Insya Allah yah Bu, tapi Saya tidak janji, kebetulan ada keponakan saya yang masih gadis dan belum berusia 20 tahun dan saya yakin dia bisa menjadi Baby sitter si kembar," tuturnya lagi.

"Kalau begitu Saya sangat berharap kepada bantuan Bibi, semoga Bibi bisa menolongku," jelasnya sambil memegang lembut ke dua tangan Bibi Jamilah.

"Insya Allah," ucap singkat Bibi Jamilah.

Ibu Jamilah mengingat dengan jelas wajah Nyonya Muda saat mengucapkan Permintaanya itu. Bibi Jamilah pun tidak tahu dan tidak bisa menolak permintaan khusus dari Majikannya yang selama ini sangat berjasa dalam hidupnya serta kehidupan keluarganya.

"Delisha Bibi mohon nak, kabulkan lah Permintaan dari Nyonya besar, beliau sudah sangat berjasa bagi kita semua, sehingga Bibi tidak mampu dan tidak punya alasan untuk menolak permohonan yang sangat sederhana itu dibandingkan dengan apa yang mereka lakukan untuk bibi Jamilah.

Delisha menatap wajah keriput Neneknya. Delisha sebenarnya tidak mempersalahkan Permintaan dari bibinya itu, tapi yang dipikirkannya adalah Neneknya yang tidak ada yang mengurusnya dan menemaninya di usia senjanya. Ada sih Adik sepupunya, tapi Dirman masih kecil dan anak laki-laki.

Nenek Hatijah mengetahui keresahan yang dialami oleh cucu pertamanya itu dan sangat mengerti jika cucunya sangat lah berbakti kepadanya. Nenek Ijah seiring disapa seperti itu oleh orang-orang dan keluarganya.

Nenek Ijah sangat memaklumi apa yang dirasakan oleh cucunya, tapi Ibu Ijah tidak mengekang atau pun membatasi keinginan dan cita-cita cucunya.

"Delisha jika Kamu ingin ikut bersama Bibi Kamu, Delisha tidak perlu memikirkan keadaan Nenek, Insya Allah Nenek masih sanggup untuk hidup di Desa,lagian masih ada Dirman yang menemani nenek nak," terang Neneknya.

Neneknya mengelus lembut lengang cucu perempuannya itu. Delisha langsung memeluk tubuh renta neneknya. Berat hatinya untuk melepas cucunya itu, tapi dibalik semua itu Nenek Ijah berharap suatu saat nanti Delisha bisa bertemu dengan ibunya.

Delisha menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Neneknya, Dirman dan ibunya pun ikut menangis melihat Delisha dan Neneknya menangis.

"Ya Allah jaga dan lindungilah Nenekku selama aku pergi, dan berilah selalu kebahagiaan dan kesehatan yang baik," Delisha berdoa untuk kebaikan Neneknya.

Bibi Jamilah pun tersenyum bahagia karena permintaannya dikabulkan oleh Ibu dan ponakannya.

Bibi Jamilah sudah menetapkan hari keberangkatan mereka kembali ke Jakarta. Sebelum keberangkatan mereka, Delisha dan bibinya memutuskan untuk berziarah ke Makam Bapaknya, Pak Juprianto Hakim.

Hay .. Hay Kakak Readers perkenalkan ini adalah karya pertamaku di Webnovel semoga suka ✌️

Mohon masukannya Yah 🙏

by Kasma sayang

Makassar, Minggu, 05 Juni 2022