Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Crazy Girld

dqrtaa
--
chs / week
--
NOT RATINGS
1.9k
Views
Synopsis
Ayra Kaesa Monera; most wanted sekolah SMA Derlangga, cewek yang dulunya menjadi korban bully-ing pada masa SMP kini sudah berubah menjadi cewek yang banyak disukai orang. Hal itu, tentu membuat Ayra dijadikan sebagai cewek paling populer di sekolahnya. Bertemu kembali dengan Bryan Abigael Vrinzeen; cowok tampan nan jenius itu adalah cowok yang Ayra sukai setengah mati saat menjabat sebagai ketua kelas pada saat SMP. Pertemuan yang terjadi di Caffe milik keluarga Vrinzeen membuat kisah masa lalu diantara keduanya seakan terulang kembali. Tentunya dengan versi yang berbeda. Karena Ayra yang saat ini Bryan kenal sangat jauh berbeda dengan Ayra; si kutu buku yang tidak banyak gaya yang dulu Bryan tolak. *** "Lo enggak bisa apa berhenti jadi sok pahlawan, Ra? Tindakan lo yang kaya gini nih yang bikin lo selalu berurusan sama masalah." "Sok pahlawan gimana? Oh ... Gue tau. Lo bilang gue sok pahlawan karna lo cuman mau gue jadi pahlawan buat lo dan anak-anak kita nanti, kan." "Ra! Serius bisa enggak sih."
VIEW MORE

Chapter 1 - Bryan Kembali Ke Indonesia!

Tringg!

Bunyi lonceng terdengar, diikuti langkah kaki pembeli yang masuk ke dalam kafe. Seperti biasa, tiga cewek dengan seragam SMA yang masih terpasang ditubuh langsung mengisi tempat yang kosong di kafe itu, membuat beberapa pasang mata refleks menatap ke arah mereka.

Beberapa ada yang terpikat. Namun, tidak sedikit pengunjung kafe mencibir pakaian yang mereka kenakan. Bagaimana tidak? Bukankah sudah jelas tertulis dalam peraturan setiap sekolah.

Bahwa murid dilarang memakai seragam sekolah saat pergi ke Caffe ataupun tempat lainnya. Hal itu dikarenakan akan membuat si pemakai menjadi incaran. Apalagi jika sekolah itu sedang ada masalah dengan sekolah lain.

Tanpa mereka ketahui. Tak ada sedikitpun rasa takut dalam hati ketiganya mengenai itu. Karena mereka tahu. Sekolah mana yang mau bermasalah dengan sekolah mereka?

Sekolah terbaik di Jakarta dengan pasilitasnya yang tidak bisa diragukan lagi. Tak berhenti disitu, murid-muridnya yang berasal dari keluarga ternama bahkan tak sedikit anak pejabat negara membuat sekolah itu banyak disegani.

Jikapun ada yang berani. Maka mereka telah mencari mati. Hal itu jelas membuat setiap murid menyimpan kebanggaan tersendiri karena berhasil masuk ke sekolah SMA Derlangga dengan persyaratan yang tentu sangat sulit di tembus. Hanya orang-orang yang ber-IQ tinggi yang bisa masuk ke sana.

Ayra Kaesa Monera; most wantednya SMA Derlangga, juara terbaik--bisa dibayangkan seberapa pintar dia saat berhasil menjadi yang terbaik diantara yang terbaik--juga cewek tercantik di sana kini tengah mengedarkan pandangannya ke setiap punjuru Caffe.

Entah mengapa, kali ini dia ingin menikmati suasana Caffe yang sedang tampak ramai didatangi pengunjung. Pandangannya terkunci pada satu objek tatkala melihat sesuatu yang membuat jantungnya seakan berhenti.

Cowok yang tengah melayani beberapa pengunjung Caffe dengan senyumanlah yang kini menjadi objek tatapan. Dia bukan pelayan Caffe melainkan pemilik Caffe ini.

Bahkan setelah tidak bertemu satu setengah tahun. Cowok itu masih tetap saja tampan. Bahkan semakin tampan.

"Bryan? Dia udah balik?"

Gia dan Kiara; sahabat Ayra yang datang bersamanya langsung menatap Ayra saat cewek itu tiba-tiba saja berkata. Kerutan terlihat di kening mereka saat melihat Ayra berkata sembari menatap ke arah lain.

"Bryan? Siapa Bryan?" tanya Gia, mewakili Kiara yang juga penasaran.

Ayra menoleh lalu menegakan tubuhnya dengan raut wajah serius. "Bryan itu cowok yang pernah gue ceritain sama kalian. Cowok yang pernah bikin gue suka setengah mati dari jaman SMP sampe sekarang."

"Maksud lo cowok yang pindah ke London setelah kelulusan kalian itu?" ucap Kiara memperjelas.

Yup, Ayra pernah cerita mengenai Bryan pada mereka. Tepatnya ketika mereka memojokan Ayra untuk menerima cinta si ketua osis di sekolah mereka.

"Iya dan sekarang dia ada di sini, grils!"

"Apa? Maksud lo apa?"

"Dia ada di Caffe ini!" ucap Ayra lalu menghela napasnya panjang. "Well. Gue belum cerita ini sama kalian. Alasan kenapa gue sering ngajak kalian nongkrong di sini adalah karna Caffe ini punya Bryan dan kalian tahu? Sekarang dia udah balik ke Indonesia. Dia ada di Caffe ini. Liat." Ayra menunjuk Bryan yang tampak tengah berinteraksi dengan karyawannya setelah menjelaskan segalanya dengan semangat.

"Cowok yang pake kemeja hitam. Celana panjang casual warna item. Dia Bryan."

'Ya Tuhan ... Pantes aja Ayra tergila-gila banget sama dia. Ternyata Bryan seganteng inii.' Kiara membatin.

"Kalian tunggu di sini ya. Gue mau nyamperin tu cowok dulu," ucapnya lalu bangkit dari duduknya.

Melangkah meninggalkan kedua temannya yang masih tidak berkedip saat melihat Bryan yang ketampanannya seperti dewa di jaman Yunani. Ayra melangkah masuk ke dalam bagian karyawan membuat beberapa karyawan langsung menjadikannya sebagai pusat perhatian saat dia masuk tanpa permisi.

"Ada yang bisa saya bantu, Mbak?" tanya seorang karyawan.

Ayra tersenyum, memamerkan lesung pipit disebelah kanan yang selalu membuat semua orang yang melihat terpikat. "Enggak ada, Mbak. Saya cuman mau ketemu sama Mas Bryannya."

Perkataan Ayra tentu saja membuat Bryan yang tengah menjelaskan sesuatu pada Karyawannya langsung tertegun. Suara itu tentu saja tidak asing untuknya. Bryan langsung membalikan badan setelah memerintahkan karyawan itu untuk melakukan pekerjaan yang ditugaskan.

Kedua matanya kini melihat cewek yang langsung tersenyum saat dia menatapnya. Cewek dengan gaya yang begitu modis itu benar-benar membuat Bryan terpikat. Ternyata Ayra yang dia lihat di medsos sangat sama dengan Ayra yang saat ini ada di depannya. If you think Ayra is a celebgram it's true. Meskipun demikian tetap mengenakan seragam sekolah . Tapi cewek ini benar-benar sangat menawan.

Meskipun begitu, tak lantas membuat Bryan lupa siapa cewek yang saat ini ada di hadapannya. Cewek ter-cupu yang pernah Bryan lihat kini telah berubah menjadi gadis yang begitu menawan.

"Kalian lanjutkan saja pekerjaan kalian."

"Baik, Mas."

Yup. Bryan adalah freelance di kafe itu. Bagaimana Ayra tidak tergila-gila padanya? Selain tampan dia juga sangat smart!

Ayra mendekat pada Bryan setelah karyawan-karyawan kafe kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Membuat cowok itu kembali menatapnya. "Are you okay? Udah lama banget enggak ketemu ya?" ucap Ayra diikuti senyumannya.

"Ngapain lo di sini? Ini bukan tempat pengunjung. Jadi, lo bisa duduk di kursi pengunjung. Silahkan." Bryan mengarahkan pintu keluar.

"Emangnya lo kenal gue ini siapa?" tanya Ayra dengan kerutan dikening. Itu bukan kerutan bingung melainkan kerutan mengejek.

Bryan tersenyum simpul lalu melihat Ayra dari atas sampai bawah. Memperhatikan penampilan modis Ayra seraya terus tersenyum simpul.

"Lo kira setelah gue liat gaya lo sekarang gue enggak bakal ngenalin lo?" Bryan menghentikan tatapannya pada wajah cantik Ayra. "Itu enggak mungkin Ayra Kaesa Monera."

"Wow. Ternyata ingatan lo tentang gue tajem banget ya, Bry."

Ucapan itu tak mendapat balasan apapun. Karena cowok itu hanya diam dengan wajah dinginnya yang membuat dia begitu terlihat tampan bak dewa di jaman perang.

"Oh iya. Lo tau enggak? Siapa yang udah buat gue jadi gue yang sekarang?" tanya Ayra membuat Bryan kembali menatapnya.

"Gue enggak tau dan enggak mau tau. Karena itu enggak penting buat gue," balas Bryan.

"Lo harus tau. Karena, orang itu elo dan gue mau ngucapin banyak-banyak terimakasih karena hinaan yang keluar dari mulut lo berhasil bikin gue sadar. Kalau penampilan adalah hal utama supaya orang bisa menyegani kita. Thanks for you, Bryan," ucap Ayra diikuti senyumannya.

Apa yang dia katakan jelas mengingatkan Bryan bagaimana dia saat masa SMP. Cowok paling tampan, jenius nan multitasking itu telah menolak cewek cupu yang saat ini telah berubah itu di depan banyak orang.

"Karena lo. Sekarang gue jadi enggak di bully lagi dan makasih karena lo udah balik ke Indonesia dan itu artinya gue ada kesempatan bikin lo suka lagi sama gue. Karena gue yang sekarang. Udah kaya mantan-mantan lo dulu, Bry," ucap Ayra diikuti senyumannya.

"Hilangin pikiran lo tentang itu, Ay. Karena perasaan gue sama lo enggak akan pernah berubah, walaupun lo udah berubah kaya gini," tegas Bryan. Tetap teguh dengan pendiriannya meski sebenarnya sangat terpikat dengan perubahan Ayra sekarang.

"I see. Terserah apa yang mau lo bilang tapi seperti dulu. Gue bakal terus berusaha okay." Ayra menatap Bryan semakin lekat. "Karena gue percaya sama pepatah yang bilang. Jika batu terus ditetesi air batu itu akan bolong bahkan patah. Sama kaya hati lo. Lama kelamaan kalo lo terus dihujami cinta gue lo bakal suka sama gue," ucap Ayra dengan gayanya yang khas. 'Alay and mampu memikat siapapun yang mendengar.'

Namun, hal itu seakan tidak mempengaruhi Bryan. Karena cowok itu masih saja menatap Ayra tanpa ekspresi.

"Ter-se-rah," balasnya lalu kembali membuat kopi. Tanpa memperdulikan Ayra yang masih berdiri di sampingnya.

"Oh iya. Gue boleh pinjem handphone lo enggak?" tanya Ayra ketika ide brilian muncul di otaknya.

"Buat apa?" Bryan balik bertanya tanpa mengalihkan tatapan.

"Pinjem aja. Setelah tinggal di London enggak bikin lo jadi kang pelit kan?"

Tanpa berpikir panjang dan karena tidak ingin membuat Ayra terus ada disisinya Bryan langsung merogoh saku dan memberikan handphonenya membuat Ayra langsung mengambilnya dengan semangat. Jika Bryan boleh jujur. Sejak tadi, mereka terus menjadi pusat perhatian di Caffe itu.

Banyaknya mata yang melihat. Membuat Bryan merasa tak nyaman. Bagaimana tidak dijadikan objek tatapan. Keduanya sangat serasi! Persis seperti dewa Rama dan Dewi Sinta.

"Atas nama sayangnya akuu pake emot lope itu nomor gue. Kalo lo butuh gue tinggal telphone aja oke?" Bryan langsung mengambil handphonenya tanpa menatap Ayra yang tengah terus tersenyum dan tanpa adanya keinginan untuk memprotes.

"Oke kalo gitu gue pergi ya. See you."

"Tunggu."

Bryan yang tiba-tiba berkata membuat Ayra kembali membalikan badan menatap Bryan yang sudah kembali menatapnya dengan tatapan menggoda.

"Apaan? Lo kangen ya sama gue?" tanyanya.

"Enggak perlu ngaco," tepis Bryan. Tidak menerima tuduhan yang ditujukan.

"Terus kalo bukan kangen apalagi?"

"Gue cuman mau ngasih tau. Lain kali. Kalo pake rok yang panjangan dikit. Rok di atas lutut bikin kaum gue mikir macem-macem dan enggak ada yang tau apa yang bakal mereka lakuin sama lo." Bryan menatap rok yang memamerkan kaki jenjang nan mulus itu lalu kembali menatap Ayra dan berkata. "Lagian sejak kapan Ayra berani pake pakaian seminim itu?"

Ayra terkekeh kecil. "Sejak kapan? Ya sejak lo nolak gue di depan temen satu angkatan dan milih cewek yang penampilannya kaya gini, Ryan. Lo masih inget itu, kan?"

Bryan tidak membalas. Cowok itu hanya diam saat berhasil di skakmat. Cowok itu benar-benar terkunci jika Ayra sudah membahas masa lalu yang memang sangat keterlaluan itu.

Mau minta maaf tapi gengsi.

"Oh iya. Tenang aja. Gue bisa jaga diri dan satu hal lagi gue suka kalo lo perhatian gini sama gue," ucap Ayra lalu kembali tersenyum.

Jika saja cowok yang saat ini ada di depan Ayra bukan Bryan. Tidak mungkin Ayra mau bersikap seperti ini. Cowok multitalent seperti Bryan bukankah sangat pantas untuk Ayra perjuangkan?

Apalagi. Bryan adalah cowok yang sudah hampir empat tahun ini Ayra suka. Tidak mungkin jika dia tergantikan begitu saja. Padahal Bryan sedikitpun tidak pernah meminta Ayra untuk berjuang apalagi memberi harapan. But, is this the definition of the word love is blind?

"Enggak usah baper. Gue cuman ngasih tau doang."