Chereads / Ada Cinta di SMA / Chapter 6 - Andra Yang Memukau

Chapter 6 - Andra Yang Memukau

Andra memasuki kelas yang di tentukan sekolah bersama ke 29 teman seangkatannya, kelas 1-E, ruangan kelas yang berada di paling pojok kanan dari semua ruang kelas 1. Pada angkatan tahun ini terdapat 150 siswa, sedikit lebih banyak dibanding angkatan sebelumnya yang hanya 120 siswa kelas 2 dan 115 siswa kelas 3.

Di ruang kelas 1-E, puluhan mata memandang Andra dengan berbagai ekspresi terkecuali seorang gadis berkaca mata di samping gadis berkepang dua yang tidak bergeming sama sekali atas kehadiran Andra. Gadis ini adalah wanita yang mirip dengan gadis yang berada di ruangan MOS waktu itu. Ya, ini adalah gadis yang sama. Andra tidak mungkin salah ingat.

" kamu.." Andra menghentikan langkah di depan meja gadis berkaca mata. Ia coba untuk menggali ingatannya soal gadis muda ini.

"iya..aku yang duduk di sampingmu waktu hari pertama MOS" jawabnya perlahan, sambil mendongakkan wajah kepada seorang pria yang tengah berdiri di depan mejanya. wanita muda berumur 16 tahun itu seolah tahu apa yang hendak Andra sampaikan.

"he he.. iya.. pastinya itu kamu.." Andra merasa sedikit malu mendengar jawaban gadis muda di hadapannya itu. Ia tak menyangka, walau gadis ini terlihat seperti tak peduli dengan sekelilingnya, namun ia dapat mengingat dengan baik. Sedangkan Andra malah hampir tidak mengingatnya.

"kenalin.. aku Andra" Andra menyodorkan tangan pada gadis itu. Bagi Andra, gadis ini memiliki sesuatu yang berbeda dari gadis-gadis lain di kelas 1-E. Ketenangannya seolah mampu membuat dunia tidak memiliki arti apa-apa, namun pada saat yang sama ia dapat merasakan suasana lingkungan di sekitarnya dengan saksama. Sikap seperti itu hanya dimiliki oleh orang-orang dengan kecerdasan emosional yang luar biasa. Sungguh tidak akan rugi memiliki teman seperti gadis ini.

" hm?" gadis berkacamata itu bergumam heran, ia tak menyangka atas apa yang tengah Andra lakukan. Apakah pantas seorang pria terpopuler angkatannya menyodorkan tangan pada gadis biasa seperti dirinya? Itu sungguh sulit dipercaya. Sekali lagi, Putri mencoba untuk tidak mempercayai tindakan Andra barusan.

" apa kau yakin?.. banyak gadis yang ingin mendekatimu, sementara aku hanya orang biasa. Apa kau tidak malu jika berteman denganku?" pandangan Putri masih dipenuhi rasa tak percaya. Matanya menatap ragu ke arah tangan Andra yang masih menanti untuk dijabat.

" tenang saja, aku juga orang biasa.. kita sama. Hanya saja, banyak orang yang menganggapku berlebihan dan aku tidak perduli dengan itu" Andra masih mencoba untuk menghilangkan keraguan yang melanda gadis muda di hadapannya. Meski perawakan gadis itu tak semencolok penampilan Nandini atau Seindah paras Mikaila, tetap saja, menjadi temannya bukanlah suatu yang salah.

" bagaimana?... kau mau kan berteman denganku?" tangan Andra yang sejak tadi belum berpindah dari tempatnya, sedikit ia sodor ke depan meyakinkan gadis itu bahwa ia bersungguh-sungguh ingin berteman.

"baiklah kalau begitu.. Aku Putri" Mendengar perkataan Andra yang begitu tulus, seketika perasaan hangat telah muncul dalam hati Putri. Ia tak ragu lagi untuk menjabat tangan Andra sebagai bentuk kesepakatan berteman.

" oh ya... Andra. Kenalkan.. Ini Tata, sahabatku" tangan putri menepuk pelan pundak gadis berkepang dua disampingnya, sesaat ia menoleh dan kembali pandangannya tertuju pada Andra. Namun Putri merasa aneh dengan ekspresi wajah sahabatnya itu saat ia menoleh ke arahnya barusan. Seketika Putri kembali menoleh ke arah Tata, memastikan suatu yang janggal dalam pikirannya. Benar saja, keanehan itu terpampang jelas di wajah gadis yang telah bersahabat dengannya sejak SMP tersebut. Disana Putri dapati Tata tengah menatap Andra begitu lekat, kedua tangannya tertopang ke dagu dengan ekspresi wajah seperti orang yang terhipnotis.

"Astaga... Ta... Tata..hei..malah ngelamun" Putri menggoyang-goyang badan Tata, menyadarkan sahabatnya itu dari lamunan. Ia tahu betul tentang perasaan sahabatnya itu kepada Andra. Namun tak pernah Putri bayangkan akan selebay ini.

" iya... aku tahu.. Andra benar-benar ganteng bangat !!" tiba-tiba Tata tersadar dari lamunan panjangnya. Bagai keset*nan, ia melontarkan kata-kata yang mungkin terbawa dari alam bawah sadarnya dengan lantang. Sontak seisi ruang kelas tertawa, menyaksikan Tata yang ngelantur di siang bolong.

"Astaga.." Tata menutup wajahnya sendiri. Kali ini ia sepenuhnya telah sadar dan orang yang ia sebut namanya dengan lantang itu, adalah pria yang kini berada di depan meja mereka. Ditambah seisi kelas yang menertawai tingkahnya, jelas membuat wajah Tata memerah menahan malu yang sangat.

Sebagai seorang sahabat, Putri mencoba menenangkan teman-teman sekelasnya yang masih saja menertawai tingkah Tata barusan. Matanya di pelotot, sambil jari telunjuk ditempel ke bibir dengan posisi vertikal sebagai isyarat agar teman-teman sekelasnya diam. Namun tetap saja suara tawa dari segala penjuru ruangan tak dapat terelakkan.

Melihat Tata yang tertunduk malu dan menutupi wajahnya itu, Andra tak dapat untuk terus diam. Bagaimanapun juga, Tata adalah sahabat teman barunya maka otomatis adalah temannya juga.

Andra tak dapat lagi membiarkan Tata terus terpojok seperti itu. Selain karena gadis berkepang dua itu adalah sahabat Putri, juga karena Andra tidak suka melihat orang lain terintimidasi oleh sekitarnya. Memojokkan orang lain merupakan bagian dari praktik-praktik intimidasi, dan Andra tak mungkin membiarkannya begitu saja.

Dengan tatapan dingin bagai es yang memungkinkan setiap mata yang melihatnya menjadi ciut, pandangan Andra menyapu seisi ruangan kelas yang dipenuhi tawa siswa seumurannya. Seketika itu juga, keriuhan dalam kelas itu memudar dan kembali tenang.

Para siswa dan siswi kelas yang menertawakan temannya yang ngelantur itu sangat kenal sosok pria yang menatap mereka dengan tatapan dingin barusan. Ia adalah sosok yang membuat 2 orang kakak senior menanggung sakit karena menyerangnya beberapa waktu lalu. Tak pelak, mereka akan berpikir 100 kali untuk berurusan dengan pria muda itu.

"Tata.. salam kenal yah" suara Andra memecah keheningan kelas. Ia menyodorkan tangan pada wanita yang sedang tertunduk dan menutupi wajah dengan kedua telapak tangan di hadapannya.

Perlahan-lahan Tata mendongakkan wajahnya, kali ini ia tak lagi menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sekali lagi, ia hampir tak menguasai diri saat perlahan menatap pria tampan di hadapannya. Segera dengan buru-buru ia menggeleng-gelengkan kepala, agar akal sehatnya tetap terjaga.

" iya.. salam kenal juga Andra" Tata menguatkan diri untuk meraih tangan pria yang memiliki pesona memukau di hadapannya. Pipinya memerah, ia melempar senyum dengan raut malu-malu, sesaat kemudian kembali tertunduk. " tentang barusan.. aku minta maaf Andra" Gadis muda dengan perawakan seperti boneka kecil berkepang dua itu merasa bersalah atas tindakan memalukannya beberapa saat lalu. Ia tak ingin pria yang di kaguminya ini menjadi risih atas tindakannya.

" iya gak apa-apa kok.. gak ada yang salah, jadi gak usah sungkan... kan sekarang kita berteman" Andra melempar senyum hangat. Ia ingin mengembalikan kepercayaan diri gadis yang memandangnya dengan malu-malu sejak tadi itu.

Seketika Tata mulai dapat merasakan sikap hangat Andra padanya. Perasaan malu yang mendera beberapa waktu lalu telah pergi entah ke mana, berganti menjadi suka cita tak terkira. Tata sangat senang atas pertemanannya dengan Andra. Walau bukan menjadi kekasih pria idamannya itu, berteman dengannya sudah lebih dari cukup. Tata sadar, terdapat jarak yang jauh antara dirinya dengan Andra dan ia tak hendak berharap lebih.

"ting..ting..ting" Suara lonceng tanda jam belajar dimulai telah berdenting. Andra segera mengarah ke tempat duduk setelah mengakhiri obrolannya dengan Tata dan Putri. Andra memilih bangku deretan paling belakang, bersebelahan dengan seorang pria muda berkulit sawo matang. Meski paling belakang, tempat duduk Andra masih sederet dengan kedua rekannya tadi.

Beberapa saat kemudian, kelas dimulai. Seperti biasa, hal pertama yang dilakukan pagi itu adalah perkenalan diri. Begitu pun pada jam belajar berikutnya hingga lonceng pulang berbunyi.

*********

Siang hari yang terik, tepat pukul 12 lebih 30 menit, seorang guru muda berpakaian olah raga tengah berdiri meneduh di bawah sebuah pohon yang berada di pinggir lapangan sepak bola SMA Panca Sila. Tangan kanannya memegang sebuah megafon, tampaknya ia sedang menantikan seseorang.

"Andra.. aku dengar, hari ini sangsi minggu neraka akan dimulai. Apa itu benar?" seorang gadis berkaca mata bertanya pada teman sebelahnya. Tatapan gadis itu terlihat menyelidik.

" hu'uh.. aku dengar juga begitu dari pembicaraan siswa-siswa cowok" seorang gadis berkepang dua membenarkan pertanyaan gadis sebelumnya.

" iya.. benar. Tapi tenang saja, kan bukan neraka benaran" Andra membalas pertanyaan kedua rekannya dengan guyonan.

Seketika raut wajah khawatir terukir di wajah putri dan tata. Walau pertemanan antara mereka baru terjalin pagi tadi, tetap saja ada perasaan tidak rela di hati mereka ketika melihat temannya ditimpa kemalangan.

" gak perlu khawatir.. aku dapat menangani ini" Andra berkata dengan sangat meyakinkan. "ini baru hari pertama kita berteman.. masih banyak waktu ke depan, jadi tak perlu nangis-nangis dulu. Ha ha ha" Sekali lagi Andra berguyon kepada dua gadis muda di sampingnya. Ekspresi khawatir dari kedua rekannya itu, membuatnya sedikit lucu. Padahal, sangsi itu sedikit pun tidak membuat Andra gentar. Sungguh suatu hal yang lucu, ketika hal yang tidak ia anggap sebagai masalah malah membuat kedua temannya menjadi khawatir.

"ih... Andra.. aku serius khawatir. Kok malah di bercandai. Awas saja kamu..." Tata mengomeli pria yang tengah tertawa di sebelah kanan Putri. Dengan segera ia hendak mencubit lengan pria muda berparas tampan itu untuk melampiaskan rasa kesalnya.

Melihat gelagat Tata yang hendak mencubitnya, Andra dengan cepat mengambil langkah sedikit menjauh dari dua gadis muda itu. Ia tak ingin menghadapi wanita yang sedang merepet itu dan memutuskan untuk pergi menemui seseorang.

" Tata.. Putri.. bercandanya lanjut esok yah. Aku ketemu pak Tian dulu" Andra melangkah pergi usai melambai-lambaikan tangan kepada dua gadis muda tersebut.

Putri hanya menggeleng-gelengkan kepala saat menyaksikan teman barunya itu pergi. Sementara Tata hanya memanyunkan bibir, alisnya sedikit mengerut kala matanya memandangi Andra yang berjalan cepat menuju lapangan sepak bola.

"Ayo mulai... ingat 2 putaran dengan teknik 'Pukulan Depan'!!" Tian berkata lantang, suaranya terdengar bergema ketika didekatkan dengan megafon.

[Catatan : teknik Pukulan Depan adalah pukulan yang lintasannya lurus ke depan]

" ha.. ha !" Andra berlari sambil mempraktikkan teknik pukulan depan. Mulutnya bersuara "ha" ketika tangannya menjuntai lurus ke depan.

"cepat.. jangan melempem begitu" Tian mendekatkan mulutnya pada megafon. Menghasilkan suara yang menggema di mana-mana.

Ditempat yang lain, di bagian utara lapangan sepak bola SMA Panca Sila, dua orang pria muda berusia 17 tahun sedang menyaksikan seorang pemuda yang berlari mengelilingi lapangan. Dua orang pemuda belia itu adalah Sardi dan Arga.

Sejak tadi, mereka telah menyaksikan pemandangan menyenangkan itu. Wajah mereka berseri-seri, akhirnya anak ingusan yang menjadi musuh bersama mereka ini mendapatkan balasan atas tindakannya yang sok jagoan.

" ha ha ha... rasakan itu bocah songong" Sardi tertawa terbahak-bahak. Matanya memancarkan kebencian yang sangat.

"ha ha ha.. Sar, aku yakin dia pasti pingsan saat putaran ke 9" Arga yang berada di sebelah Sardi, tak dapat untuk tidak ikut tertawa. Ia menerka-nerka ketika melihat Andra yang mulai terlihat kelelahan saat menyelesaikan putaran ke 8.

"Apa Arga.. Andra? Pingsan?" seketika Mikaila yang baru saja keluar dari ruang OSIS melontarkan pertanyaan kepada Arga. Samar- samar ia mendengar pembicaraan rekannya itu.