Semakin menjadi-jadi tingkah lakunya, yang mulai menginjak-nginjak kakiku, menyiksa tubuhku ini. Aku sadar bahwa sebenarnya makhluk halus itulah yang berusaha menghancurkan tubuhku dan membunuhku, tubuh Shela hanya sebagai perantara saja.
Sekarang ini pikiranku mulai melayang-layang dan berandai yang entah tidak tahu kemana, memikirkan gimana nasibku dan juga teman-temanku ke depannya. Apakah bisa mencapai puncak dengan selamat dan kembali pulang ke rumah atau hanya tinggal nama kami saja yang pulang ke rumah.
Melihat kejadian yang kami alami selama pendakian ini membuat aku pesimis untuk bisa melanjutkan pendakian ini.
Dalam keadaan tertekan dan tersiksa seperti ini muncul niatku untuk menyerah melanjutkan pendakian ini dan menyatakan kalah perang dengan para penunggu di gunung ini.
Kukira pendakian gunung ini akan menjadi penuh makna dan berkesan bagiku dan juga teman-temanku, ternyata malah menjadi kisah hidup yang sangat kelam bagiku dan juga teman-teman saat kami bisa kembali pulang ke rumah dengan keadaan selamat.
Kini aku terkulai lemas, tenagaku habis aku tidak bisa memberontak lagi kepada Shela yang terus menginjak-nginjak dan juga mencekik leherku, nafasku mulai terus berkurang karena cekikan tangan Shella yang cukup kuat.
Teman-temanku yang lainnya hanya melihat kondisiku sedang teraniaya, mereka tidak berani untuk membantu dan juga menolongku dari Shella.
Mas Ryan dan Mas Simon yang masih menolong Putri juga tidak berani untuk menolongku, padahal mereka berdua adalah teman-temanku yang paling berani dan juga paling kekar tubuhnya, akan tetapi di saat seperti ini mereka tidak bisa menolongku.
Karena mereka juga tidak ingin meninggalkan putri dalam keadaan yang belum seratus persen sadar akibat dari terror sebelumnya.
Fajar dan juga Siswanto hanya melihat kondisiku, mereka juga tidak berani melawan Shella.
Lihat saja tadi Mas Simon dan Mas Ryan yang mencoba mengikat Shella saja masih bisa terlepas apalagi Fajar dan Siswanto yang takut menatapku dan juga Shella tambah semakin membabi buta menyerangku, mencakar ku dan menginjak-nginjak tubuhku seakan Shela telah menginjak-nginjak harga diriku sebagai seorang laki-laki.
Risma yang berada di sekelilingku hanya bisa berteriak untuk menyadarkan Shela dan mengingat semua kenangan selama pendakian ini,
Aku tahu Risma sedang berusaha untuk menyelamatkan ku, tapi dia tidak bisa memberikan perlawanan hanya bisa mendoakan Shella dan juga memberikan ingatan-ingatan yang membuatnya kembali ingat kepada kami dan sadar bahwa telah dikuasai oleh makhluk halus ini.
"Sadarlah kamu, kita semua disini adalah teman, saudara dan keluarga jangan kau bunuh dia Shella, dia juga temanmu." teriak Risma.
"Iya Shella, dia adalah temanmu jangan kau sakiti dan bunuh dia." Ucap Fajar dari kejauhan.
"Sudahlah, kalian mengamankan diri kalian sendiri aja jangan hiraukan aku, aku sudah pasrah apapun yang terjadi." ucapku kepada teman-temanku saat aku terus diserang secara babi buta oleh Shella.
"Kamu jangan begitu, itu pasti Shella nanti juga akan sadar yang penting kamu tetap berusaha, aku dan teman-teman pasti membantumu." ucap Siswanto.
"Kalian semua doain aja biar aku tetap selamat dan Shela segera sadar, karena yang kita butuhkan saat ini adalah tetap mendoakan Shela, karena kekuatan buruk akan segera sirna kalau kita lawan dengan kekuatan yang baik dengan cara berdoa." Ucapku sambil aku memandang teman-teman.
Shela terus membabi buta, menyerang tubuhku, menginjak-nginjak ditambah cakaran juga pukulan dan juga gigitan terus-menerus mengenai seluruh tubuhku dan kakiku yang telah patah.
Sekarang aku hanya bisa berharap teman-temanku membantuku dengan cara yang lain yang tidak membahayakan mereka.
Di saat aku teraniaya dan terkulai lemas ternyata Putri yang tadi sedikit mengalami gangguan sudah kembali sadar.
Mas Ryan dan Mas Simon yang membantu Putri, sekarang mencoba untuk mengangkat tubuh Putri berjalan ke arah Siswanto dan juga Fajar.
Sepintas aku mencoba melihat Putri yang diangkat Mas Simon dan juga Mas Ryan ke arah Fajar dan juga Siswanto, mereka berkumpul seakan sedang membicarakan sesuatu strategi, agar bisa menangkap Shella dan kembali mengikatnya di pohon.
Sekarang ragaku seakan tidak kuat menahan semua ini, aku ingin merasakan tidur sejenak melepaskan semua rasa sakit ini apakah ini yang dinamakan dengan sakaratul maut.
Mulutku, hidungku terus bercucuran mengeluarkan darah dan seluruh tubuhku sekarang penuh dengan darah mengalir di kulit beriringan dengan urat nadiku.
Tiba-tiba saja entah mukjizat dan keajaiban dari mana Fajar dan juga Siswanto berlari sambil membawa dua buah tali yang direntangkan oleh mereka menuju ke arah Shella.
Shela menoleh kebelakang ke arah mereka yang sedang berlari menuju ke arahnya.
Sontak saja aku langsung memegangi kedua kaki Shela dengan segala sisa tenaga ku, agar tidak bisa bergerak atau berlari menghindar.
Dan langsung saja Fajar dan Siswanto berhasil menangkap Shela dengan dua buah tali tersebut lalu mereka berlari ke arah pohon yang ada di depan mereka.
Tubuh Shela terbentur pada pohon tersebut, karena dua buah tali yang dibawa oleh Fajar dan Siswanto cukup kuat yang bisa membawa tubuh Shella berlari.
Mereka dengan sigap memutari pohon tersebut sambil mengikat tubuh Shela, Shela hanya bisa memberontak dan memberikan perlawanan dengan bergerak-gerak menggigit tali tersebut.
Mas Ryan dengan cepat mencari tali tambahan lalu mengikat Shela.
Shela terus memberontak ingin menyerang kami semua yang ada di sekelilingnya.
Saat Siswanto dan juga Fajar mencoba mengikat tangan Shella, terus saja dia memberikan perlawanan dengan mencakar-cakar tangan Fajar dan Siswanto yang mencoba mengikat tubuhnya.
Fajar dan Siswanto tidak menghiraukan cakaran tersebut, dengan menahan rasa sakit mereka berdua terus berusaha mengikat Shela dengan sangat kuat, agar tidak terlepas seperti kejadian yang sebelumnya.
"Ayo Jar, kita secepat mungkin mengikat Shella agar tidak kembali lepas nanti." ucap Siswanto kepada Fajar.
"Aduhhhh… aduh, iya sebelum nanti lepas lagi kita kesusahan mau menangkapnya." Ucap Fajar sambil merasakan rasa sakit di tangannya akibat cakaran dari Shela.
"Ikat kakinya, aku ikat tangannya." ucap Siswanto.
"Iya siap." jawab Fajar.
"Tali yang rapat ya tangannya jangan sampai lepas, saat dia memberontak terus talinya menjadi longgar lagi bisa bahaya kita." ucap Siswanto.
"Tenang aja, pasti beres kalau aku yang tanganin." ucap Fajar.
Mereka berdua saling bahu menjauh mengikat Shella. Tetap saja kondisi Shela dalam keadaan masih tertawa terbahak-bahak seperti tiada hentinya dan habis tenaganya.
Dia semakin berulah mengakibatkan kami semua terluka makanya kami mengikatnya.
Risma yang dalam keadaan menangis langsung berlari untuk menolongku, yang sedang terkulai lemas dan bersimbah darah karena serangan dari Shella.
Aku hanya diam saja tidak bisa berkata apa-apa, sambil sedikit buram mataku mencoba melihat Risma yang berlari mendatangiku dan langsung saja memeluk tubuhku.
Dia sudah tak menghiraukan lagi bajunya yang akan basah terkena darah dari tubuhku.
Dia menangis melihat kondisiku seperti ini, aku bisa merasakan air matanya mengalir deras dan jatuh tepat mengenai beberapa luka yang ada di bagian tubuhku.
Ingin rasanya aku membalas pelukannya dan mengucapkan "aku tidak apa-apa", akan tetapi aku tidak bisa.