Swanfield, 1884.
Angin berhembus kencang. Sehelai daun mapel meluncur dari tangkainya. Daun itu mendarat pada rambut cokelat seorang gadis yang tengah lewat di bawahnya. Ia memeluk sebuah buket bunga yang cantik, namun wajahnya terlihat tak senang.
Arnuity belum tenang dari keterkejutannya saat di upacara pernikahan sahabatnya tadi. Penikahan itu berlangsung indah dan sakral, dengan senyum bahagia di wajah kedua mempelai. Yang menjadi masalah adalah saat acara pelemparan bunga. Alih-alih melemparkan bunga pada seluruh hadirin, Ephraine malah berlari dan menyerahkannya langsung pada Arnuity!
Tentu saja Arnuity kebingungan. Ia berusaha berbicara pada Ephraine dengan matanya, namun temannya itu malah memasang senyum paling lebar, dan mulai bersorak. Seluruh peserta pun juga bersorak. Akhirnya, ia menerima buket bunga itu dengan terpaksa.
Untuk apa ia menceritakan rencana kehidupannya, kalau Ephraine malah menyerahkan bunga itu untuknya! Seakan-akan ia tak lama lagi akan menikah.
Saudari-saudarinya tentu saja memanfaatkan kesempatan itu untuk menggodanya. Bahkan Faith mulai menyebutkan satu persatu nama pemuda di Swanfield, yang bahkan Arnuity saja tak pernah dengar nama keluarganya. Anliela dan Lilibeth mulai merencanakan gaun yang akan mereka pakai saat menjadi pengiring Arnuity saat pernikahan berlangsung. Hanya Verity saja, yang semanis biasanya, tidak mengatakan apa-apa. Gadis itu berjalan dengan tenang, menghindari akar pohon yang mencuat ke permukaan tanah.
"Aku yakin Mr. Russel akan datang melamar. Dia selalu datang ke Fawnington dan mencari alasan untuk melihatmu," kata Faith sembari menggamit lengan kakaknya. "Perlu aku katakan kalau dia memiliki kekayaan yang pantas dipertimbangkan. Dua buah estate besar, beberapa toko, sebuah peternakan dengan hasil yang melimpah, dan dia adalah anak pertama! Bisa bayangkan akan senikmat apa kehidupanmu kalau kau menjadi istrinya."
"Kau berkhayal! Dia hanya datang untuk mengunjungi ibu. Dia memang pemuda yang baik. Tapi kau tahu, aku belum ingin menikah."
Ibu mulai berbicara. "Faith, tutup mulutmu. Jangan sampai ucapanmu yang tak sopan itu didengar oleh orang lain." Faith mendengus. Arnuity tertawa, namun ucapan ibu selanjutnya membuatnya tertegun. "Kau lihat, kan, Annie. Effie dan Mr. Haddington terlihat sangat bahagia. Mereka tak bisa berhenti terkikik saat prosesi pernikahan. Kalau kamu mau menunggu dua tahun lagi, ibu yakin akan ada pria terhormat yang akan datang melamarmu. Lihatlah, kau bahkan dapat bunga pernikahan Effie. Anggap saja sebagai tanda keberuntunganmu."
"Ibu! Ibu sudah berjanji tak akan membicarakan hal ini sebelum suratku tiba. Selama aku belum mendapatkan suratnya, aku tak akan mendengarkan hal ini."
"Kau adalah anak pertama, Annie. Ini adalah tanggung jawabmu. Baiklah aku tak akan membicarakannya lagi. Tak perlu kau tutup telingamu seperti itu. Aku tahu kau masih bisa mendengarku. Kalau kau sudah merasa peduli dengan ibu, katakanlah segera."
Karena Arnuity bersikeras, topik obrolan keluarga Skylark itu pun berganti. Faith berbicara dengan Verity tentang sesuatu, yang terdengar seperti sungai, ikan karper, dan cacing. Merencanakan kenakalan, Annie tahu. Hanya Tuhan yang tahu berapa banyak ide-ide kejahatan di otak Faith. Namun, Annie tak perlu risau, karena Verity akan menahan gempuran rencana-rencana itu dengan kemurniannya.
Annie mulai sibuk dengan pikirannya sendiri. Dunia sudah mulai modern. Saat ini tak hanya anak laki-laki saja yang bisa bersekolah, anak-anak perempuan pun bisa. Namun ibu tetap berusaha memaksanya untuk menikah. Alasan yang bisa ditebak adalah Fawnington membutuhkan seorang pria kaya raya supaya bisa kembali berjaya seperti dahulu. Tapi Annie masih berusia enam belas tahun. Ia masih ingin menikmati masa-masa lajangnya sebelum ia akan menikah.
Di balik pohon beech yang besar, Fawnington berdiri di tengah-tengah rerumputan. Rumah itu bertingkat dua, dengan jendela-jendelanya yang berjajar, dan diwarnai oleh ivy di dindingnya. Sebuah kotak surat berada di depan rumah. Ada seorang gadis muda dengan topi felt yang sedang memasukkan surat ke dalamnya. Annie menyipitkan mata. Lihatlah, bahkan saat ini wanita saja sudah bisa bekerja.
Oh iya, kotak surat! Itu yang ditunggunya. Annie berlari menuju kotak surat itu. Wajahnya memerah. Setelah mengucapkan terimakasih pada gadis pengantar surat, Annie segera membawa tumpukan kertas berharga itu ke dalam rumah.
Surat dari Palais Lyle pasti tiba hari ini. Annie sudah memperhitungkannya. Tangannya memeriksa surat satu persatu dengan cekatan. Untuk Mrs. Skylark, untuk Mrs. Skylark, dan untuk Mrs. Skylark. Bahkan Faith mendapat sepucuk surat, entah dari siapa. Annie mendesah kecewa. Tak ada yang tertuju untuknya!
"Belum datang juga? Sayang sekali. Semoga saja surat itu tak dijatuhkan oleh pengantar surat baru itu," ucap Faith yang tiba-tiba datang. Matanya juga ikut melihat surat-surat yang berserakan di meja. "Ada surat untukku! Tak kusangka akan tiba hari ini. Annie, jangan terlalu mengharapkan sesuatu, atau dia tak akan pernah datang."
Annie mendengus. Ia ingin menarik rambut kemerahan adiknya yang menyebalkan itu, namun kecemasan melandanya. Bagaimana kalau surat itu tak sampai? Ia tak akan pernah tahu kalau ia diterima di Palais Lyle dan melewatkan tanggal masuknya. Bagaimana kalau pendaftar yang tertolak memang tak akan dikirimi surat? Oh, ia mungkin akan terus berharap hingga tua renta.
Annie mengambil segelas air dan membawanya ke kamarnya. Gadis itu membaringkan diri di atas kasur. Tahun ini ia sudah cukup umur untuk mengikuti ujian sertifikasi umum, sehingga ia bisa mendaftar di Palais Lyle. Ia pertama kali mendapatkan informasi sekolah itu di sebuah koran. Palais Lyle adalah sekolah berasrama khusus perempuan. Murid-muridnya diajarkan berbagai hal, seperti etika, herbologi, aljabar, hingga berdansa. Annie berpendapat kalau sekolah itu sangat sempurna untuknya. Meskipun ia hanya dapat belajar selama tiga tahun, tapi ia ingin mendapatkan sedikit ketenangan.
Kadang-kadang, Fawnington membawa kekacauan bagi dirinya.
Teriakan Anliela mengejutkannya. Annie menghambur ke jendela dan melongok ke bawah. Melihat kedua adik kembarnya yang baik-baik saja, sedang mengejar sesuatu di antara rerumputan di halaman.
"Kejar! Lily, kenapa kau buka pintu kandangnya selebar itu? Mr. Whisker jadi keluar."
"Aku tadi ingin membalikkan Mr. Whisker supaya perutnya terkena matahari. Aku lihat dia selalu gatal di bagian perut. Tidak tahu kalau dia akan keluar."
"Berarti tanganmu terlalu besar kalau dia sampai keluar."
"Tidak! Ukuran tanganku kan sama denganmu."
"Awas, di sebelah kananmu!"
Annie menggeleng-gelengkan kepala. Anliela dan Lilibeth memang mempunyai hobi yang sama. Mereka senang sekali memelihara hewan. Untung saja setiap hewan yang mereka pelihara selalu dirawat dengan baik. Namun tak jarang hewan-hewan itu akan membuat keributan yang membuatnya sakit kepala.
Annie baru saja ingin kembali ke kasurnya, saat sudut matanya melihat gadis pengantar surat tadi. Matanya melebar. "Lila, ada surat yang datang. Ambilkan, ya!"
Seakan tahu kalau kakaknya sangat menanti-nantikan sebuah surat, kedua gadis kecil itu pun melupakan Mr. Whisker. Mereka berlari menghampiri kotak surat itu. Lila yang mendapatkannya. Ia berlari melintasi halaman dengan semangat. Sayangnya, angin musim gugur terlalu kencang. Kertas yang lemah itu pun terlepas dari genggaman tangan Lila. Ia melayang dan melayang hingga tersangkut pada daun pohon beech.
Annie yang baru tiba di pintu depan menganga, melihat harapannya tersangkut di atas sana. Kemungkinan surat itu akan jatuh, tapi kemungkinan lebih besar angin kencang akan membawanya ke dunia antah berantah.