"Jangan banyak bicara dulu ya. Nanti kita bicarakan lagi setelah kamu sembuh, kita ke rumah sakit sekarang, oke," bujuk Arya.
"T--tidak mau ... kita pulang saja," sahut Diana dengan sangat pelan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, Arya tiba di rumah Diana di Arjuna Residence, Jakarta Selatan. Arya segera membawa Diana masuk ke halaman rumahnya yang diterangi oleh beberapa lampu taman.
Gerbang rumah Diana memang tidak dikunci karena komplek perumahannya cukup aman dan dijaga oleh tiga orang satpam. Warga Arjuna Residence biasanya hanya mengunci semua pintu pada pukul 22.30 WIB.
Sesampainya di depan pintu rumah, Arya memencet bel beberapa kali sambil sesekali menatap wajah Diana. Tidak lama pintu pun terbuka, ibu Diana yang ramah muncul di depan Arya.
"Selamat malam, Tante. Maaf saya mengganggu waktu Tante," ujar Arya .
"Malam, Arya." Mama Diana mengalihkan pandangannya dari Arya ke Diana, "Ada apa dengan Diana?! Kalian bertengkar lagi?"
"Ya, Tante."
"Cepat masuk, Tante takut terjadi apa-apa dengan Diana," jawabnya panik.
Arya tidak membuang waktu, dia segera membawa Diana ke ruang tamu dan kemudian membaringkannya di sofa panjang.
"Kenapa kamu tidak membawanya ke rumah sakit?! Jika dia--"
"Dia menolak pergi ke rumah sakit, saya sudah berusaha membujuknya tapi tetap tidak mau," balas Arya memotong kata-kata mama Diana.
"Tolong temani dia sebentar, Tante mau memanggil Om dulu."
"Baiklah."
Mama Diana bergegas masuk ke kamar memanggil suaminya. Di ruang tamu, Arya menatap sedih wajah tunangannya.
Diana benar-benar tidak tahan lagi dengan rasa sakitnya, dia pikir mungkin dia akan meninggal saat itu. Dalam keadaan setengah sadar dia menyebut nama Ryan di depan Arya.
"Ryaannn ...Ryaannn ...." Suaranya semakin pelan seperti bisikan.
Setelah menyebut nama pria yang merupakan rival Arya, Diana tiba-tiba pingsan hingga membuat Arya kaget dan kemudian berteriak sangat keras.
"Di?! Diana?!! Diana!!"
Arya takut, khawatir, panik, dan bingung. Tepat sebelum Diana pingsan, dia mendengar tunangannya menyebut nama yang dikenalnya, Ryan.
Ryan? Siapa dia, dan apa hubungannya dengan Diana? Saya harus mencari tahu nanti. pikir Arya.
******
"Tante Martha!!" Arya berteriak memanggil mama Diana dari ruang tamu.
Arya segera membawa Diana keluar dari rumahnya tanpa menunggu orang tua Diana terlebih dahulu. Dia akan membawa kekasihnya ke rumah sakit terdekat.
Sebelum berangkat ke rumah sakit, Arya kembali memanggil Martha yang tak kunjung keluar dari kamar melihat kondisi Diana.
"Tante Martha!!"
Tante Martha, kemana saja kamu, mengapa kamu tidak keluar juga?? Tadi dia mengatakan bahwa dia ingin memanggil Om Andre. pikir Arya.
Arya tidak sabar menunggu mereka untuk menemuinya di halaman rumah Diana, ia langsung membukakan pintu tengah mobil meski agak susah karena repot menggendong Diana.
Setelah berhasil membuka pintu, Arya perlahan membaringkan Diana di kursi MPV-nya. Ia sangat khawatir dengan kondisi kekasihnya yang begitu lemah dan pucat.
Tak lama kemudian, orang tua Diana muncul dari dalam, bergegas menghampiri Arya yang hendak menutup pintu mobil.
"Arya ... Apa yang kamu lakukan? Mau dibawa kemana Diana?" tanya papa Diana bingung.
"Saya mau membawanya ke rumah sakit," jawab Arya.
"Apa Diana pingsan lagi?!" Martha bertanya dengan panik.
"Iya Tante. Maaf, saya buru-buru ... kalau Om dan Tante mau ikut, masuk saja ke mobil saya." Arya menawari mereka tumpangan.
"Tunggu sebentar, Tante ambil jaket dulu di kamar."
"Saya tunggu ... Om mau duduk dimana?"
"Om duduk di sebelahmu, biar tante duduk di tengah menemani Diana."
"Baiklah."
Kemudian, Arya membuka pintu mobil depan dan mempersilahkan calon mertuanya masuk ke dalam mobil, sedangkan Bu Martha langsung masuk ke dalam rumah dan mengambil dua buah jaket untuknya dan untuk suaminya.
Setelah mengambil jaket, dia mengunci pintu rumah lalu pergi ke rumah sakit bersama mereka.
******
Andre sebenarnya marah pada Arya karena menyebabkan Diana jatuh sakit, padahal putrinya sangat mencintai Arya.
Andre hanya bisa memendam amarah di dalam hatinya, ia menyembunyikan semua kekesalannya terhadap Arya di depan istri dan anaknya.
Dia tidak pernah menyukai pria itu dan tidak pernah menyetujui hubungan Arya dengan Diana. Andre ingin memisahkan mereka, tetapi dia belum menemukan cara yang tepat sampai sekarang.
Perjalanan menuju rumah sakit terasa begitu panjang dan melelahkan bagi Arya yang belum sempat pulang ke rumah sejak sore tadi. Rencana mereka yang disusun dengan baik pun berantakan karena pertengkaran yang tidak perlu di antara mereka.
Seharusnya malam itu menjadi malam yang indah bagi Arya dan juga Diana, jika saja dia tahu bahwa Arya sangat ingin menikahinya.
Kenapa sih, Di? Kenapa kamu ragu untuk menikah denganku? Alasanmu sangat tidak masuk akal. pikir Arya.
Arya sama sekali tidak curiga pada Diana, yang sengaja membuat alasan untuk putus dengannya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, mereka sampai di RS. Damai Mulia. Arya segera menghentikan kendaraannya di depan lobi rumah sakit, ia turun dari mobil dan menggendong Diana masuk sambil mencari suster.
Sudah hampir jam 10 malam, suasana rumah sakit agak sepi, tapi untungnya masih ada beberapa satpam dan dua perawat yang berjaga di sana.
Arya kemudian memanggil perawat yang sedang berjalan menuju lift, sedangkan orang tua Diana berjalan di belakangnya.
"Suster!" Nafas Arya tercekat.
Segera kedua perawat itu menoleh padanya dan bertanya.
"Ya … ada apa, Pak?" tanya salah satu perawat.
Arya kemudian bergegas menuju mereka yang berdiri di luar lorong rumah sakit.
"Sus, cepat bantu tunangan saya!" Raut wajah Arya begitu panik dan ketakutan.
"Tolong panggil dokter, Sus!" pinta Andre, "Putri saya pingsan...."
"Wanita ini harus segera dibawa ke ruang gawat darurat, Pak."
"Di mana ruang gawat daruratnya?" tanya Arya.
"Di sana, biar saya antar," jawab perawat berkacamata itu.
Tanpa menunda-nunda lagi, Arya mengikuti kedua perawat tersebut menyusuri lorong di sebelah kanan lobi menuju ruang gawat darurat.
Sesampainya di UGD, Arya membaringkan Diana perlahan di tempat tidur. Salah satu perawat keluar memanggil dokter, sementara perawat lainnya menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk memeriksa kondisi pasien.
Beberapa saat kemudian, dokter datang dengan perawat dan mendekati Diana yang terbaring lemah di tempat tidur.
"Dok, tolong bantu tunangan saya," kata Arya pelan.
"Pasien sakit apa?" tanya dokter.
"Dia pingsan, dok. Tunangan saya menderita lemah jantung."
"Suster, tolong segera siapkan EKG dan peralatan lainnya."
"Baik, dok."
"Dok, saya mohon … lakukan yang terbaik untuk tunangan saya," Arya terlihat sangat sedih.
"Baik Pak. Saya akan melakukan yang terbaik untuk pasien, tapi saya minta bapak dan yang lainnya menunggu di luar dulu, ya?"
"Ayo, Arya, kita tunggu di luar," ajak Martha.
"Iya Tante," jawab Arya yang sebenarnya enggan meninggalkan Diana bersama dokter dan suster di UGD.
Arya terhuyung-huyung keluar dari UGD diikuti oleh orang tua Diana. Mereka bertiga kemudian duduk di deretan kursi sambil menunggu hasil pemeriksaan dokter.
Arya menundukkan kepalanya yang berat dan penuh beban, dia mencoba mengingat apa yang dikatakan Diana sebelum dia pingsan.
Tunangannya tadi menyebutkan sebuah nama yang cukup familiar di benak Arya. Dia ingin tahu mengapa Diana memanggil Ryan di depannya, apa hubungan di antara mereka?
Arya berencana mencari tahu siapa Ryan dan hubungannya dengan Diana, apa dia Ryan Prawira atau Ryan yang lain?
Jika memang benar ia adalah Ryan Prawira, Arya tak segan-segan memutuskan hubungan bisnisnya dengan Ryan.
****