Chapter 37 - 37. di prank Atasan

37. Di Prank Atasan

Bener aja seperti kataku kemaren aku akan telat datang hari ini, jam sudah menunjukkan tepatnya di Angka 09.00, aku harus siap-siap dan akan bergegas menuju sekolah, aku sudah fikirkan matang-matang sudah besdiskusi sama mas umang, mak dan juga rizka, mereka semua mendukung aku, lebih baik mengundurkan diri dari pada jadi CS tolen, aku sudah memikirkan matang-matang dengan keputusan yang aku ambil, aku sudah siap menjadi IRT seutuhnya sebelum mendapatkan pekerjaan yang lain, sebelum aku berangkat, aku lagi siap-siap, kak Ami dan Icha wa menanyakan keberadaanku, aku bilang aku uda dijalan, mau ke sekolah, sesampainya diruang aku, buk risma pak riyan dan maman sudah berada diruang aku, mereka bekerja, dan Zaili lagi buat form kebutuhan guru dan tendik untuk dilampirkan dan dikirimkan ke dinas pendidikan provinsi, kemaren aku ada buat janji sama salah satu siswa kalau hari ini aku suruh datang tuk ambil ijazah karna kemeren dia sudah telat datangnya jadi aku suruh balek hari ini.

Aku yang cuek dan hati masih panas mencoba hindari situasi ini, aku tarok tas laptop diatas meja ku, hanbag yang aku pakai dibahu tidak aku lepas, aku langsung keruang guru niat hati mau kekamar mandi sambil mencari rahmah, karna rahmah tidak ku jumpai dari dari tadi, aku panggil si Vio, kebetulan vio alias vioni elzatta lagi ada diruangnya aku tanya rahmah kemana, dia langsung panggil aku keruangannya dia juga penasaran gimana kronologi cerita yang sebenarnya, sampai-sampai semua kawan-kawan guru bertanya ke dia, dia yang gak tau apa-apa, dibilang sama salah satu, hai kamu yang dekat dengan dia masak gak tau, iya dia memang dulu kami satu tim, tapi sekarang udah berbeda dia udah naik derajat tidak serumpun lagi sama kami, kami dulu bertiga satu tim, aku, rahmah dan vioni, dia sekarang juga uda kontrak provinsi sama kayak aku tapi dia harus berubah status jadi konseling baru bisa jadi kontrak, sesuai dan linier dengan ijazah sarjananya.

Kami bercerita panjang lebar dari vio lah aku tau kalau semua guru-guru menolak dibelakang bapak dengan keputusan yang bapak buat, vio cerita kalau ela kemaren nangis-nangis disini kak, katanya ke aku"

" karna kak ela uda nangis mengundang semua perhatian kawan-kawan yang lainnya, akhirnya kak ela gak sanggup mendam lagi diceritakan semuanya sama kami disini, kata vio"

" iyalah gimana gak nangis dia, memang dia yang posisinya bersama kami saat awal mula kejadian itu, dari mulai kak risma stopin kakak buat SPK tadi, sampai kak Ami nangis-nangis bersimbah air mata di pustaka, dari pustaka ela juga udah nangis, kata ku ke Vio"

" ya Allah kok segitu mirisnya ya kak, bapak tu, kata Vio"

" kakak udah ikhlas dek, siap kakak kakak kasih jawaban ke bapak kakak langsung pulang, laptop kakak kasih ke rahmah aja, karna memang dia yang gak punya laptop kan, uda diambil mamang, kasian dia" kataku lagi"

" tau gak kakak, bang putra juga bilang disini kemaren, masak iya kita yang tiap harinya pakek baju dinas tiba-tiba sekarang pakai daster buat nyapu, kata vio ke aku"

Bang putra yang orangnya dulu sempat dekat dengan aku dan juga sempat pernah bermasalah sampai kami perang mulut adu mulut karna salah faham, dia juga ngebela aku dan kami berdua, yaudah kakak semangat ya, pergi terus jumpa sama bapak lu, vio dan rahmah juga kekeh kali nyuruh aku tuk telpon ibuk pengawas Pembina yaitu ibuk Rajni tuk menceritakan semua tragedy yang menimpa aku, tapi nyali ku ciut dalm hal ini, vio menggebu-gebu kali nyuruh aku untuk tetap harus berjuang mempertahankan hak aku, rahmah juga begitu dari kemaren dia sangat menggebu-gebu nyuruh aku agar mengadu sama ibuk rajni, namun aku belum berani sampai hari ini.

Setelah sekian lama aku mutar-mutar, dan sapa menyapa dengan rekan-rekan, wati juga gak kalah lupa nyapa aku, masih ingatkan wati yang pernah aku cerita dulu dia nangis ke aku, disaat posisi dia seperti aku sekarang, aku ngomong sama pak dayat, sang guru baru yang muda dan energik yang baru masuk beberapa bulan kesini, aku menanyakan perihal PPPK, rupanya dia juga gak lewat, sama kami berempat satupun gak ada yang lewat, yang mengambil dikemenag, semua kecewa, paka dayat menjabarkan panjang lebar, rupanya memang yang pelamar umum harus yang sudah bekerja dikemenag juga, kata pak dayat, aku berjalan ke ruang bapak, dengan penuh keyakinan, menata hati, perasaan dan hati, rasanya aku tidak sekuat kemaren, aku ini lemah hari ini, jantungku terus aja berdisko sangat kenang, otot-ototku mulai lemas, hati ku bermolog, apa yang sebenarnya akan terjaditentang nasip kami hari ini.

Sesampainya diruang aku, kak risma masih duduk disitu, aku melihat kak Ami lewat jendela belakang, rupanya berselih kak Ami cari aku, aku terhalang lemari besar karna mau mengintip dia lewat jendela belakang.

"Rani….Raniiiii ! panggil kak mia,"

" aku pun mejawab, bersamaan dengan kak risma, ini Rani kak, dibelakanh lemari, kak risma juga bilang tu rani dibelakang lemari"

Kak risma pun menyarankan yang baik-baik, kalau memang gitu pilihan yang harus kalian pilih lebih baik kalian mengundurkan diri aja, ngomong baik-baik nanti sama bapak, sambil dia mengajari kami, agar tidak mempertahankan ego masing-masing kata, baik kak, kami akan coba ngomong dulu nanti apa kata bapak dan gimana baiknya, pas kami intip bapak lagi menelpon, sampe 3 kali kami intip juga masih menelpon, pas kami intip lagi rupanya bapak sudah selesai, aku pun dan kak Ami sudah siap dengan segala keputusan, konsekuensi dan resiko yang akan kami tanggung nantinya, bapak langsung membuka pembicaraan

" bagaimana rani, Cuma aku yang menjawab, kak Ami diam menyimak aku bicara"

"kenapa telat kali datangnya hari ini, dengan aura wajah yang sudah berbeda, beliau sumringah seolah-olah bahagia gitu, jadi suasananya pun tidak tegang"

" rani harus mikir matang-matang pak, makanya telat, setelah mengingat dan menimbang-nimbang kami berdua, kalau seandainya yang kayak kita bicarakan hari sabtu, kami setuju dan berusaha untuk itu, aku menceritakn lagi panjang lebar, walaupun dable job pak, jadi admin dan Cs, karna dulu semasa pak udin rani memang penanggung jawab kebersihan gedung kita pak, dan ditunjuk langsung dalam meeting besar dulunya"

Tapi

" kalau seandainya kayak yang kita ceritakan hari senin kemaren rani dan kami berdua minta maaf pak kami belum mampu melakukannya"

Bapak langsung menjawab, gak bisa juga gitu, bapak uda fikirin juga tentang kalian, kalau seandainya kalian berhenti kasian kontrak kalian putus gitu aja, masa kerja kalian udah lama, uda puluhan tahun, bahkan lebih malah kan kasian, jadi bapak ambil inisiatif kalian tetap bekerja jangan berhenti, bapak ambil keputusan kayak hari sabtu aja, mulai besok kalian bekerja aja seperti biasa, Cuma bapak mohon sama kalian, tolong tingkatkan kedisiplinan, distulah kami ditegur, wajar aja kalau ditegur aku sering kali terlambat selama dua minggu ini, aku menceritakan semuanya kenapa aku bisa seperti itu, bapak pun maklum, tapi ini uda ada kesempatan untuk kalian berubah, bahkan pustaka juga seing kali cepat tutup sebelum waktunya pulang itu tolong ditingkatkan lagi, aku pun bertanya lagi, untuk hari ini gimana pak, lanjut kerja, iya katanya kerja kayak biasa, hari ini kalaupun tanpa bapak bilang rani uda kerja pak dari tadi, anak-anak lagi ambil ijazah, intinya harus lebih baik karna kita ini pelayan jadi melani semua nya dengan baik, begitu juga dengan bapak, kita ini pelayan publik ya pak kata ku.

Rahmah yang duduk dimeja icha, dia sengaja duduk disitu menunggu kami keluar, dia sangat berharap berita baik yang kami bawa, dia langsung nyerbu aku dengan bermacam-macam pertanyaan, gimana-gimana kak, tanya nya.

" aku ambil balek laptop ya, aku mau pulang sekarang, kami gak kerja lagi, sengaja aku prank dia, yang bener katanya"

Tadi sebelum aku masuk ke ruang bapak aku udah nyerahin barang-barang sekolah ke dia, laptop, dan rencana sebentar lagi mau jelasin masalah ijazah, niat hati begitu, tapi semua itu tidak jadi, laptop yang udah aku serahin aku ambil balik lagi, dan zaili mengejek aku sepuas-puasnya.

" kami pun jelasin apa yang dibilang bapak ke dia, dia pun tertawa riang dan terbahak-bahak mendengar kabar gembira yang kami bawa.

" hahahaha, kalian kena prank sama bapak, kasian kena prank sama atasan, heuh kasian kak Ami uda nangis-nangis habis tuh air matanya"

Raut wajah yang dulunya muram kini berubah menjadi bahagia, mas umang yang tadinya aku suruh tunggu jangan pulang dulu, uda dari tadi di telpon sebelum aku masuk keruang bapak, mas tanya ke aku, uda siap belum, belumlah bapak masih sibuk masih ngomong tu, tunggu ya bentar lagi, setelah mendengar semua berita bahagia aku hampir lupa nelpon mas umang lagi, berselang beberapa menit aku ingat akan mas umang, aku langsung telpon menanyakan keberadaannya dengan dais dimana, kasian mereka nunggu aku hampir 2 jam, rupanya mereka nunggu aku diseberang jalan pekarangan sekoalh aku, disekolah SMK, mereka berteduh disitu, pas aku keluar dari ruang aku langsung melihat dan menangkap keberadaan mereka sambil menelpon aku bilang aku jalan kaki aja, abang langsung ke pos satpam ya, sambil aku melambai-lambai dari jauh, sejauh mata memandang keberadaan mereka masih bisa terlihat, karna pekarangan sekolah aku sangatlah luas.

Sesampainya dipos satpam aku menceritakan semuanya ke mas umang, yang namanya mas umang kan banyak protes orangnya, kenapa gak adek jawab gini, kenapa gak adek jawab itu, pertanyaannya persis kayak seorang intel yang sedang meng interogasi Terdakwa narkoba atau seorang terdakwa dugaan pembunuhan, memang mas umang tu salah ambil jurusan pas kuliah dulu, seharusnya jangan ambil jurusan teknik, maunya ambil jurusan hukum atau sekolah bintara atau Akpol, karna pertanyaannya tepat diajukan untuk seorang napi yang sedang terdakwa kasus, bukan untuk aku, itulah ciri khas dan karakter mas umang yang kadang-kadang bikin aku geram, kesal dan bercampur-campurlah pokoknya, sering kali aku terjebak dengan pertanyaan yang buat malas meladeninya, kalau aku udah malas aku jawab aja" suka-suka abang lah, terserah abang ajalah, dasar mas umang, bikin aku jengkel dibuatnya.