Sosok wanita yang menjadi ibu dari seluruh rakyat kerajaan itu menatap pria didepannya dengan kedua alis yang menyatu. Merasa pendengarannya terganggu dengan setiap kalimat yang terlontar dari bibir pria itu.
"Maksudmu, Perdana Menteri Kim memberi saran Yang Mulia Jung untuk mengambil seorang selir dari luar istana lagi? Lalu, bagaimana jawaban Yang Mulia Jung?"
Namanya, Lee Hana. Pelayan pribadi Ibu Suri yang ditugaskan wanita tua itu untuk mencari setiap informasi yang beredar didalam ruang lingkup istana. Karena ia membutuhkan semua itu untuk membantu putranya mengawasi setiap pergerakan orang-orang yang ada di istana.
"Ya, Ibu Suri."
Wanita itu berdecak kecil. Memikirkan apa yang sebenarnya direncanakan oleh Perdana Menteri Kim. Walau ia tahu, pria itu bukanlah sosok yang patut ditakuti seperti halnya pejabat Kwon yang menggilai kekuasaan. Tetap saja, terasa aneh baginya Perdana Menteri Kim memberi saran Yang Mulia Jung untuk mengambil seorang selir lagi. Apalagi, Perdana Menteri Kim meminta putranya untuk memilih sendiri seorang selir, bukan menerima selir yang diajukan seperti saat-saat yang lalu.
"Apa Perdana Menteri ingin mengajukan putrinya untuk menjadi salah satu kandidat selir? Tapi, bukankah dia tidak memiliki seorang putri, Perdana Menteri Kim hanya memiliki beberapa putra yang bekerja dikementerian."
"Hamba menjawab Ibu Suri." ujar Hana dengan kepala menunduk. Kedua tangan bertumpu pada satu lutut dengan tubuh sedikit membungkuk, "Dari apa yang saya dengar, Perdana Menteri Kim hanya mengusulkan agar Yang Mulia Raja mengambil seorang selir dari luar istana dan juga agar Yang Mulia Raja memilih sendiri selir itu."
Ibu Suri mengangguk paham. Mengibaskan satu tangan pada sosok Hana yang segera undur diri. Wanita yang sebelumnya menjabat sebagai Permaisuri dari Raja sebelumnya itu memikirkan kembali apa yang direncanakan oleh Perdana Menteri Kim. Ia pun cukup tahu, jika pria itu sedang berusaha menekan kekuasaan pejabat Kwon didalam Istana yang semakin merajalela. Apalagi, dengan Kwon Boa yang menduduki kursi Permaisuri, kedudukan pejabat Kwon di Istana semakin sulit untuk digoyahkan.
"Apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Perdana Menteri Kim?" gumam wanita tua itu lirih, sepertinya ia harus membicarakan hal ini dengan putranya sendiri, "Pelayan! Kemarilah." serunya dengan nada yang cukup keras.
Seorang pelayan yang memakai hanfu berwarna hijau berjalan mendekat dengan kepala menunduk, "Hamba Ibu Suri."
"Aku akan mengunjungi kediaman Perdana Menteri Kim. Siapkan semuanya."
Pelayan itu menatap sekilas tuannya, "Yang Mulia Ibu Suri, bukankah kesehatan anda sedang tidak baik saat ini. Tabib Istana juga mengatakan anda harus beristirahat lebih banyak."
Ibu Suri mengibaskan satu tangannya dengan wajah keruh. Ia tidak suka jika perintahnya diabaikan, "Lakukan saja perintahku, dan jangan membantah."
Pelayan itu mengangguk dengan hela nafas kecil. Jika Yang Mulia Jung tahu ibunya keluar Istana, mereka akan dipenggal kepalanya. Karena pria itu sangat menyayangi ibunya lebih dari pria itu menyayangi para selirnya, "Hamba mengerti, Ibu Suri."
***
"Astaga, Taehee! Kemana saja kau sejak tadi." Kim Jiyeon segera mendekati putrinya yang baru saja menuruni kuda dengan gerakan lambat dengan bantuan seorang pelayan yang kini membawa pergi kuda berwarna putih itu.
Wajah cantik wanita itu terlihat pucat karena khawatir pada putrinya yang berkeliaran diluar rumah tanpa adanya satupun pelayan yang mengawasinya meskipun sudah tiga tahun lebih gadis berparas cantik itu menjadi putri angkatnya, Taehee masih belum mengerti sepenuhnya daerah kerajaan ini.
"Eommoni.. ada apa?" tanya Taehee dengan raut wajah polos. Melihat sosok yang selama beberapa tahun ini dipanggilnya ibu terlihat pucat, membuatnya sedikit khawatir, "Apa eommoni baik-baik saja? Kenapa wajahmu pucat sekali?"
Nyonya Kim menghela nafasnya sejenak, sebelum menggandeng lengan putrinya untuk memasuki rumah dengan cepat, "Kau tahu ayahmu sejak tadi mencarimu, nak. Apa kau lupa bagaimana menakutkan ayahmu itu jika dia marah, hemm.."
"Aboeji mencariku?" tanya Taehee lagi, kali ini dengan kedua alis yang terangkat lucu. Ah, sepertinya ia akan mendapatkan hukuman lagi, "Ada apa? Apa sesuatu terjadi saat aku tidak ada dirumah, eommoni?"
Memasuki rumah ia cukup terkejut melihat ayahnya duduk dikursi dengan wajahnya yang datar. Kedua mata bulatnya melirik sosok pelayan pribadinya—Taeyon yang berdiri tak jauh darinya, tengah menerima hukuman dari sang ayah setelah memasuki rumah. "Aboeji.. apa yang kau lakukan pada Taeyon?"
Genggaman tangan itu terlepas dari ibunya, dan Taehee segera melesat kedepan ayahnya. Bersujud meminta pengampunan untuk pelayan pribadinya yang menerima hukuman karena dirinya, "Aboeji, aku yang bersalah. Karena itu, mohon hukum aku saja."
Wajah keruh Perdana Menteri Kim belum juga sirna walau sudah mendapati sang putri berada didepannya. Hatinya yang diliputi kecemasan terasa lega, melihat keadaan putrinya telah kembali pulang dan tak kekurangan sesuatu apapun, meski begitu ia tidak akan melepaskan putrinya tanpa hukuman. Menghentikan cambukan pada kedua kaki Taeyon, pria tua itu menatap putrinya yang masih dalam kondisi bersujud, "Apa kau tahu kesalahamu?" tanyanya dengan nada tajam.
Taehee mengangguk beberapa kali, lalu mendongak lalu meringis kecil seraya menatap pria yang menerimanya sebagai putrinya beberapa tahun lalu, "Aku lari dari pengawasan Taeyon. Aboeji, semua ini salahku. Aku hanya ingin sedikit kebebasan untuk beberapa saat, karena itu aku meminta Taeyon untuk tidak mengikutiku."
Surai panjang berwarna hitam gadis cantik yang tergerai itu jatuh dengan gerakan lambat dikedua sisi pundaknya. Membuatnya terlihat sangat cantik untuk dipandang mata. Sekilas membuat Perdana Menteri Kim kembali merasa bangga mengangkat Taehee sebagai putrinya. Bagaimana ia bisa tega jika melihat wajah merengut gadis cantik ini didepannya, ya dirinya memang tidak pernah tega untuk memarahi Taehee. Ia selalu memiliki sisi lembut untuk putri angkatnya ini.
'Aku mengikutimu, nona muda. Tapi kau tiba-tiba hilang dari pandanganku.' ujar Taeyon dalam hati. Meratapi sang nona muda yang rela bersujud untuk meringankan hukumannya. Meskipun begitu dirinya tak berani untuk ikut dalam perbincangan kedua orang didepannya. Ia hanya menunduk takut seraya meringis kesakitan. Kedua kakinya telah mendapat cambukan sebanyak sepuluh kali semenjak, dan berhenti setelah nona mudanya muncul dihadapan sang tuan besar. Ia ingin sekali meminta nona mudanya untuk berhenti berlutut, namun Taeyon pun tahu nona mudanya adalah orang yang keras kepala.
"Yeobo.. sudahlah, bukankah Taehee sudah pulang?" nyonya Kim menengahi pembicaraan antara suami dan putrinya. Ia tidak mau sampai Taehee dihukum dan kembali sakit, karena entah kenapa putri angkatnya itu selalu mudah jatuh sakit, "Lagipula, bukankah sebentar lagi Yang Mulia Jung datang berkunjung. Tidak baik bagimu jika seperti ini."
Kedua mata bulat Taehee melebar seketika mendengar kabar itu, menatap ayah angkatnya yang menghela nafas untuk meredakan emosinya, ia kembali bersuara dengan nada ragu, "Yang Mulia Jung. Maksud eommoni, Yang Mulia Raja akan berkunjung kemari? Kenapa?"
"Kau tidak perlu tahu." sahut tuan Kim dengan nada kesal menatap putrinya, pria tua itu kembali menghela nafas untuk kesekian kali, "Kembali kekamarmu dan persiapkan dirimu. Jangan sampai membuat ayahmu malu dengan kelakuanmu. Mengerti?"
"Cepat berbenah agar tidak membuat ayahmu malu." sahut nyonya Kim tersenyum tipis, membantu sang putri untu berdiri dan mendorongnya pergi, "Taeyon juga, segera obati lukamu."
Taehee mengangguk sekilas, melirik Taeyon, pelayannya itu terlihat sekali kesakitan, "Kajja Taeyon ah, aku akan mengobati lukamu. Maaf karena aku kau harus dihukum aboeji seperti ini." bisik Taehee lirih.
Bibir Perdana Menteri melukis sebuah senyum kecil saat melihat interaksi antara Taehee dan Taeyon. Ia merasa tidak salah mengangkat seorang putri seperti Taehee. Gadis muda itu, selain diberkati dengan parasnya yang cantik, perilakunya pun sangat baik. Tidak menunjukkan sifat sombong walau dirinya diangkat sebagai seorang putri dari pejabat penting Istana. Dan sepertinya, Taehee mampu menarik perhatian dari penguasa kerajaan Silla saat ini, membuatnya senang sekaligus khawatir disaat yang bersamaan.
"Yeobo.."
"Ada apa?" Tuan Kim menatap isterinya yang telah duduk disampingnya. Wanita yang telah menemaninya puluhan tahun ini masihlah terlihat cantik diusianya yang menginjak lima puluhan. Dan ia sendiripun tahu apa yang membuat isterinya khawatir saat ini.
"Kenapa kau menyarankan Yang Mulia Jung untuk mengambil selir dari luar istana?" tanya nyonya Kim penasaran. Ia juga tahut suaminya ini menimbulkan bahaya untuk dirinya dan keluarga mereka.
"Apalagi? Tentu saja untuk menekan kekuasaan pejabat Kwon." ujar tuan Kim kesal, mengingat jika kekuasaan keluarga Kwon akhir-akhir ini semakin tak terkendali lagi di istana, "Kau tahu beberapa tahun terakhir ini kehidupan masyarakat semakin susah karena pejabat Kwon yang licik itu."
Nyonya Kim menyadari hal itu dengan baik. Pejabat Kwon beberapa tahun terakhir ini semakin menggila. Selain menekan bahan pangan untuk masyarakat, pria itu juga menghukum orang-orang tanpa persidangan terlebih dahulu. Belum lagi, ia dengar dari suaminya, jika pejabat Kwon melakukan korupsi uang kerajaan secara tersembunyi. Yang lebih mencengangkan, Yang Mulia Raja seolah tak tahu menahu tentang hal ini. Seolah semua perbuatan buruk pejabat Kwon tertutupi dengan baik.
"Yang Mulia Raja tiba...."
***
Setelah membantu Taeyon mengobati luka pada kedua kakinya, Taehee membiarkan gadis manis itu untuk membantunya berbenah. Memakaikan tubuhnya sebuah hanfu berwarna biru langit dengan corak bunga yang berbahan sutra. Kemudian membantunya untuk menata surai hitam panjangnya. Ia hanya meminta Taeyon untuk menyisir surai hitamnya, karena entah mengapa dirinya sangat menyukai surai hitamnya yang tergerai tanpa hiasan apapun. Merasakan sapuan lembut surai miliknya saat angin bertiup adalah hal yang paling disukainya.
"Sudah selesai nona muda."
Taehee mengangguk. Jemari lentiknya mengambil sebuah jepit rambut yang diberikan oleh kakak laki-lakinya yang kini hidup dengan isterinya setelah beberapa bulan yang lalu menikah. Untuk kali ini, ia akan memakai hadiah dari pemberian kakak bungsunya itu, "Taeyon."
"Ya, nona muda."
"Apa kau tahu bagaimana wajah Yang Mulia Jung?" tanya Taehee penasaran. Karena selama tinggal didunia ini, dirinya tidak pernah sekalipun bertemu dengan penguasa kerajaan Silla itu.
Taeyon menggeleng dramatis seraya menatap nona mudanya dengan pandangan bersalah, "Nona muda. Anda saja tidak tahu bagaimana rupa dari Raja Jung, bagaimana pelayan rendah ini bisa mengetahuinya?"
Taehee terkekeh geli, menatap Taeyon yang tengah cemberut. Jika Taehee saja tidak tahu, bagaimana dengan pelayan seperti Taeyon, "Aku kan hanya bertanya. Mungkin saja kau sudah pernah melihat wajahnya."
"Yang saya dengar, Yang Mulia Jung benar-benar tampan dan gagah. Sampai-sampai semua kalangan selalu terpikat padanya, bahkan saya dengar ada seorang pria yang juga menyukai Yang Mulia Raja Jung."
"Mwo! Pria?"
"Itu lebih seperti mengagumi Yang Mulia Jung, bukan seperti yang anda pikirkan. Dan juga nona muda, aku dengar, Yang Mulia Jung Ill Woo memiliki banyak selir, tapi sampai saat ini belum ada yang bisa memberinya keturunan sama sekali."
"Mwo!" seru Taehee dengan kedua mata bulat yang melebar terkejut. Ini jaman kuno, dan ia juga tahu setiap Raja akan memiliki banyak selir. Namun, Taehee baru mengetahui jika saat ini belum ada seorang pangeran pun yang lahir, "Apa kau tidak salah dengar. Bagaimana bisa belum ada pangeran dikerajaan ini dengan begitu banyaknya selir, apa Yang Mulia Raja impoten?"
Taeyon tersedak mendengar ucapan nona mudanya, gadis itu menggeleng cepat, "Tidak, nona muda. Aku bahkan mendengar jika para pejabat istana memberikan seorang selir dari kasta rendah untuk mencoba apakah Yang Mulia bisa segera mendapatkan keturunan dengan mereka. Namun sepertinya Yang Mulia enggan untuk menyentuh wanita itu."
"Jadi kerajaan ini belum mendapatkan seorang penerus?" tanya Taehee lagi. Melihat gelengan pelayan pribadinya, gadis cantik itu menyeringai dalam hati. Bukankah itu berarti dirinya memiliki peluang untuk menjadi selir Yang Mulia Jung, "Taeyon!"
"Ya, nona muda?" tanya Taeyon seraya menatap nona mudanya dengan pandangan tak mengerti, "Apa ada sesuatu yang anda inginkan?"
"Bantu aku mengganti baju. Aku ingin memakai hanfu berwarna hitam kesukaanku." ujar Taehee dengan senyum misterius. Ia melirik pelayan pribadinya yang mengerjabkan kedua matanya bingung, "Apa yang kau lakukan Taeyon ah, cepat ambil hanfu kesayanganku. Yang Mulia Jung akan segera tiba dan aku harus tampil yang menawan."
Meskipun tak mengerti dengan jalan pikiran nona mudanya, Taeyon tetap mengikuti perintah gadis cantik itu dan berharap jika nona mudanya tidak akan melakukan sesuatu yang konyol saat bertemu dengan sang Raja, "Ya, nona muda."
To be continued..