Chereads / NASKAH DIHAPUS / Chapter 21 - Tiket Launching Buku

Chapter 21 - Tiket Launching Buku

"Kenapa gak mungkin dia menghindari Shandy?" desak Damai. Dia ingin tahu apa sebenarnya alasan Raya begitu yakin bahwa sahabatnya itu tidak mungkin untuk menghindari kakak kelas yang menurutnya… tidak ganteng sama sekali jika dibandingkan dirinya.

"Ya, karena Senja suka—" Raya berhenti bicara, hampir saja mulutnya yang terlalu blak-blakan itu keceplosan mengatakan bahwa Senja menyukai Shandy. Bisa gawat kalau sampai Senja tahu Raya mengatakan itu di depan banyak orang seperti sekarang. "Kamu kepo banget sih Damai, tumben. Mulai penasaran ya sama Senja?" Kemudian Raya dengan lihai mengalihkan pembicaraan.

"Ya… gak juga sih. Cuma nanya aja," ucap Damai terbata. Sedetik kemudian dia berdehem. Sepertinya lebih baik untuk menghindari pembahasan seperti itu dengan Raya. Dia bisa salah persepsi dan menimbulkan kesalahpahaman di depan publik. 

Makan siang di kantin kemudian berlanjut tanpa pembahasan tentang Senja lagi, mereka kemudian membahas hal lain yang lebih asik dan membuat suasana menjadi lebih ceria. Meskipun dalam hati Damai masih bertanya-tanya kemana sebenarnya gadis manis itu pergi. 

Jam istirahat berakhir. Raya dan Damai kembali ke dalam kelas bersama, berpisah dengan Aska dan teman-temannya. Berbeda dengan Senja, Raya tidak peduli jika seluruh murid memperhatikannya yang berjalan di samping Damai. Justru Raya merasa bangga karena selangkah lebih maju dari mereka semua. Dan tentu saja saat ini dia membuat mereka iri. 

Sampai di ambang pintu masuk ruang kelas, mata Damai langsung mengarah ke bangku Senja. Ternyata gadis itu sudah berada disana. Terlihat dengan jelas dia mengalihkan pandang dan menunduk saat melihat Raya masuk ke dalam kelas bersama Damai. 

"Nja, kamu dari mana? kata Damai mau makan bakso ke kantin, kok gak jadi?" Raya langsung mengungkapkan rasa penasarannya pada Senja, tanpa menunggu Damai pergi ke bangkunya. Sungguh, Raya memang tidak bisa membaca situasi, pikir Senja.

Senja memutar bola matanya. Kemudian tersenyum hambar ke arah Raya. "Ke kamar mandi, kebelet," kilah Senja. Dia terpaksa mengatakan hal itu karena masih ada Damai disana dan belum melangkah ke bangkunya. Padahal sebenarnya tadi Senja langsung turun dan masuk kelas. Dia tidak ingin ke kantin, maupun tetap di perpustakaan. Dia hanya ingin sendiri. 

Sisa jam pelajaran berjalan dengan lancar. Hingga bel berbunyi para murid bersiap pulang. Setelah merapikan barang-barangnya, Senja dan Raya berdiri. Kegiatan mereka terhenti, mereka berdua dikejutkan dengan kedatangan kakak kelas yang tadi siang dibahas oleh Raya bersama Damai di kantin. Shandy tersenyum lebar, menyapa semua adik tingkat yang sedang dilewati kemudian berjalan masuk dengan sopan ke dalam ruang kelas. 

Raya sempat menyenggol lengan Senja dengan lengannya, dan berbisik. "Kak Shandy tuh, ada urusan apa dia kemari?" Sebelum akhirnya mata Raya terbelalak karena mendapati ternyata kakak kelas ganteng itu berhenti berjalan di depan Senja. 

"Untung kamu belum pulang," kata Shandy tiba-tiba. Senja menoleh pada Raya, memancarkan wajah bingung pada sahabatnya itu. Apa sekarang Shandy sedang bicara dengannya? batin Senja. 

"Eh… iya kak. Kan baru bel keluar lima menit yang lalu. Masak udah ngibrit aja pulang," sahut Raya tersenyum lebar. Mengerti kode dari wajah Senja yang masih bingung dengan situasi ini. Ada urusan apa Shandy tiba-tiba datang kesana seperti itu? Membuat jantungnya tidak aman saja, pikir Senja lagi. Dia hanya mengangguk tersenyum mewakili jawaban Raya tadi. 

"Syukur deh, tadi aku buru-buru kesini. Oh ya… ini." Shandy mengeluarkan sebuah amplop kecil dari dalam sakunya. Dan memberikannya kepada Senja. 

Meskipun ragu, tangannya meraih amplop tersebut. Keningnya berkerut sambil mengintip isi dari amplop itu. "Ini apa kak?" tanya Senja. 

"Itu tiket launching buku terbaru dari penulis kesukaan kamu, aku baru dapet tadi siang pas baru selesai dari perpustakaan. Kamu bisa dapat buku gratis plus tanda tangan dan souvenir lain kalau bawa tiket itu," jelas Shandy. 

Mata Senja seketika tertarik membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Ya, benar tertera di atas ticket tulisan seperti yang dijelaskan Shandy tadi. Raut wajah bahagia, dan mata yang berbinar tak dapat dielakkan oleh Senja saat ini. "Tapi, kok ada dua kak?" tanya Senja pada Shandy. Karena di dalam tersebut terdapat dua ticket yang sama. Sedangkan tulisan yang tertera satu tiket hanya berlaku untuk satu orang. 

"Kita berangkat bareng besok sore. Kamu bilang hari ini kan banyak tugas, untung  aja acaranya besok," kata Shandy kemudian. 

"Cie… ngajak kencan ceritanya," celetuk Raya. Membuat Senja yang tadinya menatap Shandy bingung berubah menjadi malu, kemudian refleks kaki sebelahnya menginjak kaki sahabatnya itu. "Diem!" bisiknya. 

"Yaudah kalau gitu aku pergi dulu ya. Tiketnya kamu bawa, besok kita janjian di sana," kata Shandy. 

Senja tersenyum hambar, dan mengangguk dengan terpaksa. Sebelum akhirnya Shandy benar-benar berlalu pergi dan tak terlihat lagi di balik pintu kelas.

"Kayaknya bentar lagi ada yang cintanya udah gak bertepuk sebelah tangan nih," gurau Raya. Menyenggol pundak Senja dengan pundaknya. 

Senja memasukkan amplop pemberian Shandy ke dalam tasnya. Menyimpan rapi di tengah buku agar tidak kusut. Sebenarnya agak canggung jika Senja harus keluar bersama Shandy berdua, dia sudah berhasil menolak ajakannya hari ini. Namun sepertinya yang satu ini sangat sayang untuk ditolak. Senja masih bingung apa yang harus dilakukannya dengan tiket ini. "Apaan sih Ya!" tampik Senja pada sahabatnya itu. 

"Kamu emang gak peka Nja!" Raya tak mau kalah. Bagi seseorang seperti Raya, dia bisa memahami kode yang ditunjukkan Shandy tadi. Dalam pemikiran Raya, lampu hijau sudah dinyalakan oleh Shandy. Namun sudah jelas Senja tidak akan mengerti hal-hal seperti itu. Lebih tepatnya tidak pernah mengalaminya, jadi mungkin kurang jam terbang, pikir Raya. 

"Udah deh gak usah ngelantur, ayo pulang!" Senja kemudian menarik tangan Raya keluar dari dalam kelas dan menghilang di balik pintu. Mereka berdua tidak tahu, kalau sejak kedatangan Shandy tadi Damai memperhatikan dari bangku belakang. 

"Modus banget bawa tiket launching buku. Belum juga tiket konser," gerutunya. Entah kenapa Damai kesal melihat tingkah Shandy tadi, apalagi kakak kelasnya itu sempat melirik dan menatap sinis ke arahnya saat berbicara pada Senja tadi, seolah sedang menunjukkan dirinya yang saat ini lebih unggul dari Damai. 

Damai memasukkan barang-barang ke dalam tasnya dengan kasar. Moodnya mendadak rusak. Sebenarnya sudah sejak tadi siang, dan sekarang semakin bertambah parah karena kakak kelas rese tersebut. Damai melangkahkan kakinya keluar kelas dengan muka masam, dan terus saja menggerutu kesal membayangkan wajah Shandy tadi. "Gak kelas lah bawain Senja tiket launching buku, kalau perlu gue beli aja perpustakaan buat dia."