Damai berada di depan pagar rumahnya. Menunggu kedatangan Aska yang lima menit lalu berkata dia sudah berada di depan Perumahan Permata. Damai Standby disana karena khawatir jika teman barunya itu tidak tahu alamat yang tadi sudah di sampaikan olehnya melalui pesan singkat. Tapi sepertinya Damai salah, tak lama setelah dia berada di depan pagar rumah besarnya, matanya mendapati dua motor matic mendekat. Satu motor berisi dua cowok, dan satu motor berisi satu cowok dan satu cewek di belakangnya.
Damai menyipitkan matanya, begitu kedua motor temannya itu mendekat. Dalam hati dia bertanya siapa yang sedang bersama Aska. Damai segera tahu jawabannya setelah mereka berhenti tepat di depannya.
"Hai Damai," sapa Raya.
Itulah alasan mengapa Damai mengatakan dia salah telah khawatir Aska tidak tahu letak rumahnya dengan benar. Dia bersama dengan sahabat Senja yang sudah pasti menunjukkan arah dengan baik bukan?
"Sori ya Mai, Raya ngotot aja mau ikut. Padahal aku udah bilang kalau ini tuh acara cowok cowok." Aska menimpali. Sebelum Damai protes dengan kehadiran Raya. Pasalnya Aska berjanji akan menemani Damai berwisata selama hari libur mereka bersama kedua temannya, sedangkan Raya yang biasanya memang ikut bergabung juga begitu bersemangat. Terlebih lagi karena ada nama Damai yang Aska sebut.
Damai terlihat biasa saja. Dia tersenyum ke arah mereka berdua. "Nggak masalah. Kayaknya lebih banyak orang lebih seru," jawab Damai.
Raya tersenyum lebar. Damai memang terkenal memiliki pribadi yang baik dan ramah. Ternyata itu bukan cuma gosip. Setelah menatap Damai sejenak, Mata Raya tertuju pada rumah sahabatnya yang masih tertutup. Dia pasti masih molor. Apalagi ini hari minggu, pikir Raya.
"Aku ada ide."
Suara Raya membuat Aska, Damai dan dua orang temannya menoleh padanya. Pasalnya mereka masih asyik merancang tujuan kemana tujuan mereka hari ini, dan tempat seperti apa yang ingin dilihat oleh Damai. Tiba-tiba Raya berceletuk riang.
"Apa sih Ya? Ngagetin aja," gerutu Aska.
Namanya juga Raya, gadis ceria itu tidak peduli pacarnya sedang menggerutu. Senyumnya lebih lebar lagi sekarang, lalu dia turun dari motor. Berdiri di depan Damai. "Gimana kalau kita ajak Senja? Biar kamu gak sendirian. Kan kata kamu semakin banyak orang semakin asyik?"
Damai memiringkan wajahnya mendengar ide spontan itu. Dia menoleh ke belakang pada rumah Senja. Matanya juga melirik balkon kamar gadis itu dengan pintu kaca besarnya yang masih tertutup gorden. Kemudian kembali menghadap Raya yang masih berdiri di depannya dengan mata berbinar-binar menanti jawaban Damai.
Kemudian Damai mengangguk. "Gue sih boleh aja, tapi apa Senja mau? Lo bilang dia gak suka keramaian kan?" Damai ganti bertanya pada Raya.
Raya kembali melebarkan senyum. "Itu bisa diatur. Asalkan kamu setuju," balasnya. Kemudian dengan cepat melangkah memasuki pagar rumah Senja. Damai dan ketiga teman lainnya melongo melihat tingkah gadis berambut sebahu itu.
"Dia benar-benar gak bisa diprediksi. Padahal aku aja gak mau ajak dia tadi, sekarang dia malah ajak temennya," ujar Aska. Menggeleng-gelengkan kepala.
Damai menepuk pundak temannya itu. "Gak masalah. Dia emang bikin rame suasana," balasnya.
Damai sendiri memang sempat berpikir itu mengajak tetangganya itu berlibur di hari minggu yang cerah seperti ini. Namun dia masih belum memiliki keberanian untuk itu. Dia melihat Senja tidak nyaman berada didekatnya. Terlebih lagi saat banyak orang yang akan memperhatikan mereka. Dan Damai belum memiliki cara untuk mengatasi hal itu. Ternyata hari ini ada Raya yang membantunya merealisasikan hal itu. Damai tersenyum ke arah balkon kamar Senja. Dia penasaran apa yang akan dilakukan Raya untuk membujuk gadis pendiam di dalam sana.
Tak butuh waktu lama Raya memasuki kamar Senja, Ibu Wahyu juga mempersilahkannya setelah sapaan singkat tadi. Benar dugaan Raya, Senja pasti masih molor dan sekarang masih tertutup selimut tebalnya.
"Nja bangun!" Raya tidak berlama-lama, dia menarik selimut yang dikenakan Senja kemudian membuangnya ke lantai. Langkah kedua adalah dia membuka gorden yang menutupi pintu kaca menuju balkonnya, agar sinar matahari masuk ke dalam.
"Ayo bangun Nja!" serunya lagi.
Sang pemilik nama menggeliatkan tubuhnya. Mengucek matanya yang belum ingin terbuka. Telinganya samar-samar mendengar suara Raya, tapi pikirannya yang belum sadar sepenuhnya itu mengatakan bahwa tidak mungkin Raya berada di kamarnya pagi-pagi begini.
"Aku mau tidur lagi ma. Ini kan hari minggu," gumam Senja. Lebih tepatnya meracau dengan suara parau.
Raya bersedekap dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Senja. Ini tidak bisa dibiarkan, pikir Raya. Dia kemudian duduk di sebelah tempat tidur Senja, "Hei, aku bukan mamak kamu. Ayo bangun anak pemalas!" tandasnya. Sambil menggoyang-goyangkan tubuh Senja dengan kekuatan penuh.
Senja merasakan guncangan pada tubuhnya, dia terus berusaha membuka matanya yang lengket. Tubuhnya dikoyak terus menerus oleh seseorang yang saat ini berusaha keras melihat matanya terbuka.
"Ayo Nja!"
Pada akhirnya, mata Senja terbuka sebelah. Ternyata pendengarannya tadi tidak salah. Dia melihat Raya di depannya. Senja menghela nafasnya. "Ada apa sih Ya? Kamu ngapain disini? Ini masih pagi jangan ganggu deh!" gerutu Senja.
Raya mana mau mendengarkan hal itu, dia terus berusaha sekuat tenaga agar Senja bangun. Bahkan sekarang dia membuka paksa kedua mata Senja dengan jari-jarinya.
"Aaahh," sentak Senja kesakitan.
Meskipun sedikit bikin emosi, tapi cara itu cukup akurat untuk membangunkannya. Alhasil sekarang matanya terbuka lebar. Mencegah Senja yang menempelkan kembali kedua matanya itu, Raya menarik kedua tangan Senja hingga dia duduk diatas ranjang. "Jangan merem lagi!" serunya.
Senja kesal. Memaksanya bangun seperti itu hanya akan membuatnya kurang bersemangat setelah ini. "Ada apa? Kamu gak punya kegiatan pagi-pagi gangguin aku?" Senja menguap, meregangkan tubuhnya yang masih terasa kaku dan ingin kembali rebahan.
"Justru karena aku ada kegiatan. Hari ini aku mau ajak kamu," jawabnya semangat.
Kening Senja berkerut. "Apa?" tanyanya memastikan.
"Maksudnya gimana?"
"Udah gak usah banyak tanya. Sekarang cepat mandi dan ikut aku!" Raya bangkit dari ranjang. Mengambil handuk yang tergerai rapi di sudut ruangan, lalu melemparkannya pada Senja. "Cuss!" katanya sambil melemparkan handuk tersebut.
Senja menatap handuk sejenak lalu beralih kembali mendongakkan wajahnya pada Raya. "Iya tapi kemana?" tanyanya lagi.
Raya menghela nafasnya. Sulit sekali meyakinkan sahabatnya ini. Selalu banyak tanya. Kalau dia menceritakan yang sebenarnya, Senja pasti tidur lagi. Dan sudah bisa dipastikan dia akan menolak bergabung. "Aku mau ajak kamu liburan. Sudah berminggu-minggu kegiatan kamu cuma dikamar aja! Sekali-kali ayo kita keluar!" Raya tak mau menyerah, Dia kembali berjalan ke arah Senja. Kali ini Raya menarik kedua tangan gadis itu, lalu membuatnya berdiri. "Udah sana mandi!" titahnya sambil menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu.
Senja yang sebenarnya malas, kalah dengan kegigihan Raya untuk membuatnya bangkit. Lagi pula jika dia tidak bangkit, Raya pasti akan mengganggunya hingga siang nanti. Tetap saja Senja tidak akan beristirahat dengan tenang. Akhirnya dia memutuskan untuk berjalan pasrah keluar dari kamar, dan menuju kamar mandi.
Raya meringis senang melihat punggung Senja keluar dari kamar. Gadis itu semakin bersemangat. Kemudian melangkah menuju balkon kamar Senja. Membuka lebar pintu kacanya lalu menunduk ke bawah sana. Di depan pagar rumah Damai yang terlihat dari atas. Raya berseru dan memberikan kode pada Damai yang entahlah, kebetulan saat itu sedang menatap ke arah sana. "Sepuluh menit lagi," ujarnya sambil membuat angka sepuluh dengan jari-jarinya. Dan sepertinya Damai mengerti maksud gadis itu. Cowok ganteng itu tersenyum tipis, lalu mengangguk.