Tiba-tiba air mata menetes, membasahi kedua pipi Fiona. Ia langsung mengambil tisu dari dalam tasnya, lalu mengusap air matanya itu. Ia tak sanggup menahan tangis jika mengingat kedua orang tuanya yang sudah tak bersama.
"Iya, aku hancur. Seolah sudah tak punya tempat untukku pulang." Ungkap Fiona.
"Sabar ya Vin, aku bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Memang, orang tua adalah tempat ternyaman bagi seorang anak, tapi jika memang salah satu dari mereka sudah tak bisa bersama lagi, kita sebagai anak nggak bisa berbuat apa-apa, kita hanya bisa berdoa untuk kebahagiaan orang tua kita."
"Iya."
"Aku yakin, akan ada kebahagiaan lain yang menyapa kamu setelah badai menerpa."
"Tapi kebahagiaan lain itu seolah tak ada artinya, aku hanya ingin menginginkan Mamaku kembali pada Papa, tapi rasanya sudah tidak mungkin." Lanjut Fiona.
Filio pun tersenyum pada Fiona, seraya menatapnya. "Vin, kalau kamu butuh aku kapanpun, insya Allah aku selalu ada untuk kamu. Kamu bisa cerita apa aja sama aku."
Filio ingin sekali membahagiakan Fiona, ia ingin membuat Fiona tidak merasa kesepian lagi, ia ingin selalu menemaninya.
"Iya, Lio. Terima kasih." Ucap Fiona.
Di antara kesedihan yang Fiona rasakan, tentunya masih ada dendam dalam hatinya terhadap Papa dari Filio yang sudah mengambil Mama Iren darinya. Fiona masih menginginkan Filio mendapatkan rasa sakit seperti yang ia rasakan saat ini. Fiona memandangi wajah Filio yang sepertinya tulus, tapi ia tak ingin tertipu oleh laki-laki sepertinya. Bisa saja ia sama seperti Papa Rizal yang suka berselingkuh ataupun mempermainkan wanita. Fiona harus selalu mengingat niat awalnya, yaitu mendekati Filio hanya untuk membalas dendamnya dengan menorehkan rasa sakit dihatinya.
Makanan dan minuman yang Filio pesan pun datang, Fiona langsung memakan makanan tersebut. Melihat Fiona yang sedang makan, tanpa rasa canggung ataupun gengsi, Filio senang sekali. Fiona sangat bersikap apa adanya, itulah yang Filio sukai dari wanita tersebut.
"Vin, kamu masih jomblo kan?" Tanya Filio.
Mendengar pertanyaannya itu, tiba-tiba Fiona tersedak, lalu ia meminum es lemon tea yang ada di hadapannya. Fiona sudah pernah mengakui pada Filio kalau dirinya belum memiliki kekasih, walau sebenarnya sudah, karena ia ingin menjadikan Filio kekasih simpanannya, sama seperti Papa Rizal yang menjadikan Mama Iren istri simpanan.
"Hhmmm .... Iya. Aku kan sudah pernah cerita sama kamu."
"Oh ya? He ... He ... He ...Maaf, aku lupa. Karena kalau kamu udah punya pacar, takutnya pacar kamu cemburu, kamu pergi sama aku. Tapi kalau memang kamu belum punya pacar, berarti kamu masih bebas mau pergi dengan siapapun." Ucap Filio.
"Iya, aku masih bebas mau pergi bersama siapapun. Kamu sendiri juga masih jomblo kan?" Fiona balik bertanya.
"Iya, sudah lama aku menjomblo."
"Padahal kan wanita yang cantik banyak lho! Kamu tinggal pilih aja!"
"Aku maunya hukan hanya yang cantik di luar, tapi juga cantik di dalam." Ungkap Filio.
"Gimana cara kamu mendalami karakter seorang wanita?"
"Semua akan terpancar dari tutur kata dan sikapnya."
'Aku harus selalu berpura-pura baik di depannya, agar ia jatuh cinta padaku.' Ucap Fiona dalam hati.
Kini Fiona tahu, kalau Filio tak ingin berpacaran dengan sembarang wanita, ia benar-benar menginginkan wanita yang baik. Fiona pun sebenarnya adalah wanita yang baik, tapi karena rasa sakit yang teramat dalam membuatnya menaruh dendam pada keluarga Papa Rizal, karena ia tidak mungkin membalas dendam pada suami dari Mamanya tersebut, maka sasarannya adalah anak laki-lakinya yang sekarang ada di hadapannya ini.
"Aku pikir, kamu itu sosok laki-laki yang hanya melihat wanita dari kecantikan luarnya aja, karena cinta itu kan buta. Kalau seseorang sudah merasakan jatuh cinta, walaupun orang tersebut berprilaku buruk ya tetap aja akan cinta."
"Tapi jika memang ada laki-laki yang mencintai wanita yang berprilaku buruk, dia akan berusaha untuk menasihatinya, bukannya hanya diam dan menerima begitu aja."
"Kalau sikap buruk wanita itu nggak bisa diubah, gimana?" Tanya Fiona.
"Kalau memang merugikan ya tinggalin lah! Untuk apa menjalin sebuah hubungan tapi nggak ada kebahagiaan di dalamnya?!"
Filio memang laki-laki yang tidak mudah mengatakan cinta, jika dia tertarik pada seorang wanita, ia akan berusaha mendalami karakternya terlebih dahulu. Jika memang dapat memberikan kenyamanan, baru ia akan menyatakan perasaannya, tapi jika tidak, maka ia akan menjauh darinya.
Sejak awal pertemuannya dengan Fiona, Filio sudah merasakan getaran cinta pada pandangan pertama karena kecantikan wajah Fiona, Filio sudah sedikit mengetahui tentang wanita yang ada di hadapannya itu. Kenyamanan pun mulai Filio rasakan saat berbincang dengan Fiona.
"Iya, bener banget. Aku setuju. Dalam menjalin sebuah hubungan, pastinya kita menginginkan kebahagiaan dengan adanya pasangan, kalau pasangan kita tidak membawa kebahagiaan, untuk apa dipertahankan?!" Sambung Fiona.
"Iya, lebih baik menjomblo dulu dari pada salah pilih pasangan."
"Betul sekali." Ucap Fiona seraya mengacungkan kedua jempolnya.
Fiona saat ini memang sangat membutuhkan pasangan untuk menghibur dirinya yang kesepian karena ditinggal pergi Mama Iren, beruntung Nathan selalu ada untuknya, walau saat ini Fiona sedang mendekati laki-laki lain, jika Nathan mengetahuinya pasti ia akan marah, walau dengan alasan apapun, ia takkan bisa menerima langkah yang Fiona ambil ini.
Drrttt ... Drrttt ...
Ponsel milik Fiona yang ia simpan di dalam tasnya bergetar, Fiona pun mengambilnya, lalu melihat nama yang tertera di layarnya adalah 'My Love'. Nathan yang meneleponnya, tapi tidak mungkin ia bisa menerima panggilan itu. Fiona pun mendiamkan ponselnya yang masih saja bergetar.
"Nambah lagi nggak Vin, makannya?" Tanya Filio.
"Nggak, aku makannya nggak banyak."
"Kenapa? Takut gemuk ya?"
Fiona pun tertawa, "sekarang di rumahku udah nggak ada yang masak, jadi aku nggak boleh makan banyak-banyak."
"Memangnya kamu nggak bisa masak?"
"Bisa, masak air dan masak mie instant."
"Ha ... Ha ... Ha ..." Filio pun tertawa.
"Kapan-kapan, main ke rumahku yuk! Makan masakan Mama dan sekalian aku mau memperkenalkan kamu sama Mamaku."
Fiona memandangi Filio yang sepertinya menginginkan dirinya untuk dekat dengan Mamanya.
"Aduh, aku takut kalau diperkenalkan." Ucap Fiona.
"Takut kenapa? Mamaku orangnya baik kok."
"Belum siap aja untuk kenalan dengan Mama kamu." Ungkap Fiona sambil tersenyum.
Fiona tidak ingin diperkenalkan oleh keluarga Filio, ia takut misi pembalasan dendamnya itu gagal.
"Yaudah, nanti jika kamu sudah siap, aku akan perkenalkan ya."
"Oke. Oh iya, Mama kamu itu seorang pekerja atau ibu rumah tangga biasa?"
"Mama punya usaha, dia punya konveksi, lalu membuka toko pakaian, berjualan offline dan online."
"Oh, hebat ya Mama kamu." Puji Fiona, karena ia tahu menjadi seorang pengusaha itu tidaklah mudah.
"Iya, akupun kagum sama Mamaku karena dia sosok yang sangat membanggakan dimataku. Dia bisa menjalani usahanya dengan karyawannya yang cukup banyak, tapi dia juga tetap bisa mengurus keluarganya di rumah."