Chereads / Pernikahan Impian Betari / Chapter 4 - Tinggalkan Dia

Chapter 4 - Tinggalkan Dia

Reksa memeluk kaki Bu Rasyid berharap meluluhkan hati wanita itu dan menerima kehadirannya seperti dulu. Namun Bu Rasyid melepaskan diri. Sebenarnya Pak Rasyid tak sabar lagi untuk menghajar Reksa, melampiaskan emosi yang tak tersalurkan sejak tiga hari lalu. Namun dia segan pada Agha yang sedang berada saat itu.

"Reksa! Apa yang kamu lakukan?!" seseorang yang baru datang, memburu ke arah Reksa dan menariknya untuk berdiri. Dia Pak Hartawan.

"Pergi kalian dari sini!" Hardik Pak Rasyid.

"Tentu, tentu! Ayo Reksa!"

"Tidak tahu malu!" Napas Pak Rasyid mendengus kasar, menahan murka.

"Telan kata-kata itu untukmu sendiri! Sedari awal aku sudah memberikan sinyal bahwa aku tidak memberikan restu untuk mereka! Kenapa tidak tahu malu sekali, tetap menyiapkan pesta? Di mana harga diri kalian? Sekarang, begitu acara itu berantakan, kalian menyalahkan Reksa!? Dan kamu, Reksa! Kamu laki-laki, jangan serendah itu seolah tidak ada perempuan lain lagi!" oceh Pak Hartawan sengit.

"Ayah!"

"Pulang! Kami sudah mengatur pernikahanmu dengan Rasti!" Pak Hartawan menuding ke arah pagar.

Reksa berjalan gontai ke mobilnya. Baik keluarga Betari maupun keluarganya sendiri, tak ada yang berpihak padanya. Reksa hanya bisa pasrah kali ini. Pak Hartawan pun pergi begitu Reksa pergi. Frisa ke kamar Betari untuk menemaninya.

"Betari, kamu sangat beruntung karena Pak Agha sangat jarang memperhatikan kehidupan pribadi stafnya. Jadi, kuharap kamu segera kembali bekerja dan kita bisa kerja sama lagi."

"Terima kasih, Mbak. Aku sangat menghargai ketulusan kalian."

Agha dan Pak Rasyid mengobrol sambil minum teh di ruang depan.

"Maaf Anda harus menyaksikan kejadian ini, Pak." keluh Pak Rasyid. Emosi, sakit hati dan malu. Itu yang dia rasakan saat ini.

"Saya juga minta maaf, tak seharusnya ikut campur urusan keluarga Bapak. Tapi, sebagai relasi kerja Betari, kami akan membantunya untuk tidak terpuruk karena kejadian ini. Saya yakin, Betari adalah gadis yang tangguh."

"Jika Betari tetap bekerja, apakah tidak akan membuat perusahaan menanggung kerugian? Pasti semangat kerja dan fokusnya akan terganggu, Pak." keluh Pak Rasyid yang menyangsikan tekad Agha, bahwa Betari akan dibiarkan tetap berada di ASTANA Corp.

"Kita semua harus mendukungnya agar tetap percaya diri dan meyakini bahwa dia bisa melalui semua itu. Kejadian itu hanya lah badai kecil, dia tidak boleh menghancurkan dirinya sendiri dengan putus asa bahkan sampai melepaskan pekerjaan."

"Saya harap dia bisa sekuat itu ... jujur saja saya sempat kecewa dan menyalahkannya. Sikap Pak Direktur ini benar-benar menamparku sebagai orang tua."

"Jangan berlebihan, Pak."

"Saya sempat berpikir untuk mempidanakan perlakuan keluarga Hartawan itu, khususnya Reksa. Tetapi mereka pasti akan membeli keadilan. Mereka bisa melakukan apa saja."

"Ya ... sebenarnya mereka memang perlu diberi pelajaran. Tapi untuk saat ini kita utamakan Betari agar tidak terpuruk. Semakin kita memperpanjang masalah itu, semakin bertambah beban pikirannya."

Agha melihat emosi Pak Rasyid sudah lebih stabil, dia kemudian berpamitan. Agha dan Frisa kembali ke kantor. Di dalam mobil, Frisa berusaha membuka percakapan.

"Pak, saya juga merasa ... sedih atas ... perceraianAnda dengan Mbak Karen,"

"Ya, kami sekarang sudah resmi bercerai." Agha menanggapinya dengan ekspresi datar. Tidak terlihat sedih atau menghindar.

"Semoga Pak Agha mendapatkan pengganti yang lebih baik dari Mbak Karen, ya."

"Karenina juga perempuan yang baik. Hanya saja kami berbeda prinsip."

"Oh, i-iya. Bukan begitu maksudku, bukan Mbak Karen tidak baik ...," Frisa menjadi canggung dan tergagap. Agha malah tertawa.

"Ha-ha-ha ... tidak apa-apa. Hmmm, Frisa ...,"

"Eh i-ya Pak, kenapa?" dipanggil seperti itu, dada Frisa berdesir tak menentu. Dia jadi semakin gugup.

"Kejadian hari ini membuatku berpikir, aku harus melakukan hal yang lebih untuk membantu Betari."

Frisa terbelalak. Bola salju di hatinya ambyar seketika.

"Maksud Pak Agha? Apa?"

"Apa menurutmu perempuan seperti Betari juga bisa menyukai orang sepertiku?"

"Bapak akan mengencaninya? Pak, saat ini dia sedang patah hati. Jika Pak Agha melakukan itu, bisa saja nanti Bapak lebih menghancurkannya. Sebaiknya jangan, hari ini yang Pak Agha lakukan sudah sangat lebih dari cukup."

"Aku tidak berpikir untuk mengencaninya." Agha mengerutkan kening sembari menoleh ke arah Frisa.

"Lalu?"

Agha hanya menyentakkan alis dan tersenyum simpul membuat Frisa semakin penasaran. Dasar pria, baru juga mendapatkan surat cerai. Pikir Frisa.

"Kalau Betari sudah kembali bekerja, tolong bantu dia memperbaiki penampilan. Aku akan memberikan kompensasi. Kamu juga boleh mengambil perawatan yang kamu inginkan,"

"Hah ... i-iya Pak."

Ada-ada saja nih duda new release. Namun otak Frisa sudah memikirkan klinik kecantikan mana yang akan dia datangi bersama Betari nanti. Ayo kita bersaing dengan kompak, Betari ... batin sang sekretaris.

"Aku hanya berpikir, kami memiliki nasib yang hampir sama. Hubungan yang kandas. Apa kamu tidak memikirkan itu?" tanya Agha dengan tatapan lurus ke depan. Ia lebih mirip sedang bicara dengan dirinya sendiri.

"Mungkin saja di dunia ini ada banyak kisah yang sama di waktu yang bersamaan, Pak."

"Ya, tapi aku hanya menemui kisahku dan Betari hari ini."

"Aku tidak percaya ini," Frisa tertawa getir. Antara sangsi dan juga ... patah hati.

"Kenapa? Apa karena dia staf biasa? Aku belum pernah sepenasaran ini."

"Pak, Betari baru saja kandas dengan seseorang yang akan menikah dengannya. Sudah akan menikah," Frisa mengutipkan dua jari, "bagaimana kalau ... dia ... sudah tidak ...,"

"Tidak apa? Tidak perawan lagi?"

"Uhuk ...!" Frisa merasa tenggorokannya menjadi tersiksa. Direktur ini benar-benar membuatnya menepuk jidat. Hal yang ingin dia ucapkan dengan tergagap-gagap, dikatakan begitu saja tanpa wajah berdosa.

"Menurutmu, bagaimana Pak? Jika tidak, dia tidak akan seputus asa itu kan?"

"Itu tugasmu nanti, dapatkan surat pemeriksaan dokter bagaimana pun caranya."

Frisa serasa ingin membenturkan kepalanya sendiri ke dasbor mobil. Bosnya benar-benar sudah gila. Apakah bercerai dari Karenina membuatnya se-stress itu? Menyedihkan sekali.

"Bagaimana? Sanggup tidak?"

"I-iya Pak,"

Frisa akhirnya tak peduli. Kapan lagi dia akan mendapat kompensasi untuk melakukan perawatan kecantikan ekstra? Siapa tahu setelah itu, Agha jadi lebih tertarik padanya daripada Betari. Dia akan memilih klinik kecantikan terbaik dan tidak perlu memusingkan biayanya lagi. Tapi yang haris dia pikirkan, apakah Betari juga akan bersedia?

"Pegang kartu ini dan jangan sampai Betari tahu aku di balik semua ini. Kuharap kamu tidak mengelabuhiku dengan kartu itu, karena aku pasti tahu catatan pengeluarannya secara detail."

"Pak Direktur tak perlu meragukan kemampuanku, akuakan melakukan yang terbaik?" Frisa mengambil kartu pembayaran kelas elite itu. Dia segera menyimpannya dengan baik.

"Aku berutang budi padamu untuk pekerjaan di luar urusan perusahaan ini."

"Jangan sungkan-sungkan, Pak. Aku adalah milikmu." ucap Frisa lepas kendali membuat Agha terbelalak. Alisnya bertaut dengan satu ujung bibir terangkat.

"Maaf, Pak. Aku tidak bermaksud ... aku hanya ...,"

"Hmmm ...," Agha geleng-geleng kepala, "Frisa, Frisa!"