"Kok kamu diam saja sih? Kenapa?" Jeni bertanya lagi saat Wili mematung belum menjawab pertanyaannya.
"Kemarin saya tak sempat pulang karena, karena-" ucapan Wili tertahan di tenggorokan.
"Karena apa?" Jeni bertanya lagi. Dia metatap mata Wili untuk memastikan kalau suaminya itu tak lagi berbohong.
"Anak sulung Mas Jefri jatuh dari sepeda. Di rumah hanya ada suster. Kepalanya berdarah, saya tak bisa berpikir apa-apa selain segera membawa si sulung ke rumah sakit. Saya panik dan tegang saat kepalanya di jahit. Hingga akhirnya saya ingat kalau saya telah melupakan janji saya sama kamu," jelas Wili tampak jujur dan Jeni juga bisa melihatnya.
"Ya ampun, jadi itu yang membuat kamu tak bisa pulang?" Jeni memastikan lagi. Wili pun kembali mengangguk.
"Kalau itu masalahnya, aku bisa mengerti." Jeni berkata lebih tenang.
"Kamu mau maafkan saya?" tanya Wili menatap kembali wajah Jeni penuh harap.
