Jayden menatap Paola yang terlihat memendam amarah. Dia berdeham membuat Paola tersadar dan menarik napas lalu menghembuskan perlahan.
"Iya aku tidak marah. Santai aja, lanjut makan," kata Paola.
"Siapa juga yang bilang kamu marah?" tanya Jayden.
"Aku tahu apa yang kamu pikirkan, Jayden. Dari dulu aku tuh tahu semua hal tentang kamu," jawab Paola.
"Teman dekatku hebat banget. Sayang kita cuma jadi teman saja," balas Jayden.
Jayden makin terbahak melihat wajah Paola yang menggembung karena kesal.
"Iya, makanya jangan berharap lebih sama sahabat," kata Paola.
"Oh," balas Jayden sambil mengganggukan kepalanya.
Paola menyembunyikan senyumannya. Terkadang dia terhibur dengan Jayden.
"Menyebalkan," gumam Paola.
Ponsel Paola tiba-tiba berdering. Dia menggenggam erat ponselnya seperti ingin dihancurkan.
"Halo," kata Paola ketus.
"Hai, Paola. Kamu jutek amat sama orang tua, tidak sopan," kata Jiyah.
"Ma, apa lagi?" tanya Paola.
"Paola, apakah kamu sudah bertemu dengan papa kamu?" tanya Jiyah.
"Sudah," jawab Paola.
"Terus sekarang papa kamu sama kamu tidak?" tanya Jiyah.
"Tidak. Ma, ada apa? Langsung saja bicara," jawab Paola.
"Paola anakku, bagaimana kondisi kamu? Mama melihat kamu kecelakaan kemarin, ngapain kamu menyelamatkan kakeknya Alder?" tanya Jiyah dengan nada mengejek.
"Bukan urusan kamu, jangan ikut campur urusanku," jawab Paola.
"Mama tidak akan ikut campur kalau kamu bersikap biasa saja. Apa yang kamu rencanakan, Paola?" tanya Jiyah.
"Bukan urusan kamu. Aku mohon jangan ikut campur apa pun yang aku lakukan!" teriak Paola.
"Mama mau menyuruh kamu berhati-hatilah sama keluarga Bowie. Kamu bukan apa-apa bagi mereka," balas Jiyah.
"Mama sekarang khawatir sama aku, kenapa dulu tidak? Mama dulu bahkan berani pada mereka sampai membuat keluarga kita terpecah belah," kata Paola.
"Apa urusanku dulu sekarang memang urusan kamu? Kamu dulu kamu hanya anak kecil," balas Jiyah.
"Mama tahu apa yang putri cantikmu ini mau lakukan? Mama tenang saja, urusan keuangan tetap terjamin kok," kata Paola.
"Jangan konyol, Paola. Mereka tidak akan segan-segan menghancurkan kamu kalau sampai mereka tahu kamu siapa dan apa yang kamu lakukan. Bukan hanya kamu, tapi keluarga kamu juga, Mereka dulu melepaskan kita karena papamu," kata Jiyah.
"Ma, cukup. Aku sibuk," balas Paola.
Paola mematikan ponselnya langsung. Dia menatap Jayden yang sudah selesai menghabiskan sarapannya dan menghampiri dia. Jayden berjongkok di hadapan Paola yang duduk dikursi.
"Sudah, jangan bersedih terus. Paola hari ini mau ke mana biar aku temani?" tanya Jayden.
"Kamu terlalu baik, Jayden," kata Paola dengan mata berkaca-kaca. Dia menahan air mata yang hendak turun.
"Keluarkan tangisanmu kalau kamu bisa merasa lega. Cuma kita berdua di sini," kata Jayden sambil menggenggam tangan Paola dan mengecupnya lembut.
Paola menatap Jayden di bawahnya. Dia merasa perempuan yang akan mendapatkan hati Jayden pasti sangat beruntung.
"Kekasih kamu nanti pasti sangat beruntung karena bisa dapat perhatian dari pria seperti kamu," kata Paola.
"Paola, bisakah kita lebih dari sahabat? Aku sangat menyukai dan mencintai kamu. Aku janji tidak akan menghalangi karier kamu dan akan membuat kamu seperti ratu setiap harinya," balas Jayden.
"Jayden, cukup. Aku lagi tidak mau berpikir jauh. Lebih baik kita jaga jarak dan aku bisa mencari manajer baru yang mendampingi aku kalau kamu memang mau lebih dari ini," kata Paola sambil menoleh ke samping.
"Paola kamu berhak mendapatkan yang terbaik," balas Jayden.
"Aku tahu aku berhak mendapatkan yang terbaik dan aku akan mendapatkan apa yang aku inginkan saat ini," kata Paola.
"Baiklah," balas Jayden.
Jayden berdiri di hadapan Paola lalu menangkup wajah Paola. Paola menatap mata Jayden yang terlihat sedih.
"Maafkan aku, Jayden. Aku harap kamu tidak akan meninggalkan aku, tapi aku tahu aku tidak boleh egois," kata Paola.
"Aku akan selalu ada saat kamu butuh, tenang saja," balas Jayden sambil membelai lembut wajah Paola.
Mata mereka saling beradu dan air mata menetes dari mata keduanya. Entah siapa yang memulai duluan, bibir mereka saling menempel satu sama lain dan beradu. Paola reflek mengalungkan tanganya di leher Jayden. Hati mereka sama-sama sedih, tapi ego dari Paola yang begitu kuat saat ini belum bisa tertembus oleh cinta yang Jayden miliki. Udara di sekitar mereka mulai memanas dan kecupan bibir mereka terlepas.
"Maaf," kata Paola.
Jayden tersenyum dan membelai lembut bibir Paola yang selalu menjadi impiannya.
"Aku juga minta maaf karena aku tidak bisa membuat kamu bahagia hanya dengan cintaku," bisik Jayden di telinga Paola.
Paola memeluk pria di hadapannya. Mereka saling berpelukan erat, tapi suara bel apartemen mereka berbunyi membuat Paola melepaskan pelukan mereka. Jayden masih mematung di tempat, dia masih bisa merasakan betapa lembut bibir Paola di bibirnya dan saat ini dia percaya Paola memiliki perasaan yang sama untuk dia.
Paola melihat siapa yang datang. Dia mengizinkan mereka masuk.
"Kami tidak mau terlalu lama di sini, Paola. Kami hanya ingin menjenguk kamu," kata Alder.
Alder datang bersama kekasihnya, asisten dan beberapa pengawal mendampinginya.
"Halo, Tuan Alder dan Nona Chelsea," kata Jayden tersenyum ramah.
Alder melihat Jayden dari atas sampai bawah. Dia menyapa Jayden balik.
"Maaf kami mengganggu kalian," kata Alder.
"Tidak apa-apa. Kami hanya sedang sarapan saja," balas Jayden.
"Oh, kalian sarapan bersama dan juga tinggal bersama," kata Alder sambil tersenyum miring kepada Jayden.
"Sayang, kayak kita enggak aja," balas Chelsea sambil menggenggam tangan kekasihnya.
"Iya kita juga, tapi kita sebentar lagi akan menikah. Aku juga ingin Paola segera menikah," kata Alder.
"Oh, saya masih memikirkan karier," kata Paola.
"Kalian mau minum apa biar saya yang siapkan?" tanya Jayden.
"Tidak usah repot, kami tidak lama. Duduk saja, Jayden," jawab Alder.
"Oke," balas Jayden sambil mendudukan dirinya di samping Paola.
"Kalian sangat serasi," kata Chelsea.
"Terima kasih," balas Jayden sambil menatap Paola yang melihat dia dengan raut wajah datar.
"Oh iya, Chelsea, kasih yang kita bawakan untuk mereka," kata Alder.
Asisten Alder menyerahkan parsel buah ke tangan Chelsea yang sudah siap menerima.
"Paola, ini untuk kamu biar cepat sembuh. Maaf kami membawa buah saja," kata Chelsea.
"Ini terlalu banyak buahnya. Terima kasih," balas Paola dengan senyuman paksa.
"Maaf kemarin kami tidak langsung menjenguk kamu. Aku sangat ketakutan kemarin dan Alder menemani aku," kata Chelsea.
Paola melirik ke arah Alder yang menatapnya tajam. Dia meminta Chelsea untuk santai aja.
"Chelsea, sekarang kamu sudah baikan? Bagaimana keadaaan kakek dari Alder?" tanya Paola.
"Kakek kuat, dia cuma luka sedikit," jawab Chelsea.
"Iya keluarga kami keluarga yang kuat, jadi kamu tidak perlu mengkhawatirkan kami. Semua yang terjadi tidak ada apa-apanya dengan pengalaman kakek aku," kata Alder.
"Iya, saya salut dengan kakek kamu. Benar-benar kakek terbaik," balas Paola.
"Iya aku harap dia masih kuat seperti dulu supaya terhindar dari orang-orang yang ingin mencelakainya lagi karena kakek aku tidak pantas mendapatkan hal yang seperti kemarin. Orang bodoh itu berani sekali melawan kakek aku," kata Alder.
Suasana seketika mencekam di sekitar mereka. Paola mengangkat dagunya dan tersenyum kecil, tapi masih terlihat oleh Alder.