Chereads / The Beauty's Revenge / Chapter 22 - Fire Ball

Chapter 22 - Fire Ball

Peragaan busana telah selesai. Marvel menaiki panggung dan berterima kasih pada semua orang yang sudah hadir dan memesan beberapa karya dari para desainer terkenal di sana. Dia juga sangat bangga dengan Paola yang berhasil membuat semua orang mau membeli pakaian hasil karya Chelsea.

Paola diminta naik kembali ke panggung bersama Arga dan Chelsea. Semua orang yang ada di sana bertepuk tangan. Chelsea menerima mikrofon dari Marvel.

"Terima kasih atas semua antusias para tamu terhormat yang datang hari ini dan juga masyarakat sekitar yang memeriahkan dan juga memesan rancangan busana saya. Saya berterima kasih banyak pada kalian. Saya juga sangat berterima kasih pada Paola yang mau menjadi model busana hasil karya saya," kata Chelsea membuat Paola tersenyum.

Semua orang langsung diam dan mendengarkan saat giliran Arga yang berbicara.

"Semua yang di sini pasti tahu mengenai kedua gadis hebat di samping saya. Saya akui rancangan busana dari calon menantu saya sangat bagus dan modelnya juga sangat cantik hari ini," kata Arga.

Paola melihat Marvel memberikannya mikrofon langsung menerimanya dan mulai berbicara.

"Saya seharusnya yang berterima kasih pada semua orang. Kalian memberikan saya kesempatan besar untuk memperagakan busana rancangan Chelsea. Ingat, jangan ragu memesan pakaian buatan desainer cantik kita," kata Paola.

"Paola, kamu bisa aja," balas Chelsea.

Semua orang yang ada di sana bertepuk tangan. Beberapa tamu mendadak ada yang berteriak. Chelsea melihat apa yang terjadi. Tiba-tiba ada suara tembakan.

"Ada apa ini?" tanya Chelsea.

Semua penjaga di sana mulai melindungi para tamu.

"Sayang, kemari!" teriak Alder yang sudah bersama para pengawalnya.

Chelsea tiba-tiba bingung saat melihat Arga yang ikut menembak orang-orang dan menembak ke arah panggung.

"Awas!" teriak Chelsea.

Semua orang langsung terkejut ketika tiang lampu mendadak roboh.

"Kakek!" teriak Alder.

Arga membuka mata dan meringis sejenak, tapi dia merasakan ada yang menindihnya.

"Paola," kata Arga.

Arga terkejut saat melihat di atasnya ada Paola yang terkena tiang lampu. Bahkan mulut perempuan itu mengeluarkan darah.

"Kakek, tidak apa-apa?" tanya Chelsea.

"Kalian ke sana. Bantu Paala dan kakek aku," kata Alder pada para pengawal.

Para pengawal membantu mengangkat tiang yang mengenai Paola. Arga berdiri dengan tertatih-tatih. Ambulans tidak lama datang datang, Jayden mengikuti para perawat yang membawa tubuh Paola ke dalam ambulans.

"Paola, aku mohon tetap sadar," kata Jayden.

Para penembak dan mobil yang mereka gunakan kabur dengan cepat.

"Kakek mau menyusul Paola. Kalian pulang duluan saja," kata Arga yang bajunya terkena darah dari Paola

"Kakek, bagaimana kalau nenek cari?" tanya Alder.

"Kamu harus menemani nenekmu ke rumah sakit juga. Kakek merasa bersalah pada gadis itu," kata Arga.

"Oke," balas Alder.

Chelsea menatap nanar ke arah Alder yang baru saja hampir kehilangan kakeknya.

"Kita pulang?" tanya Chelsea.

"Iya kita pulang. Aku tidak mau kamu kenapa-kenapa," jawab Alder.

"Oke," balas Chelsea yang merasa sedih dengan kejadian yang terjadi hari ini.

***

Paola yang berada di mobil ambulans diberikan oksigen. Mata Paola terbuka, dia melihat kearah Jayden yang menggenggam tangannya.

"Maafin aku, Paola. Aku lalai dalam menjaga kamu. Kenapa jadi begini? Seharusnya tidak jadi begini," kata Jayden yang merasa sangat ceroboh.

"Jayden, ini bukan salah kamu," kata Paola.

"Paola, apakah ada yang sakit?" tanya Jayden.

"Perut dan jantung aku seperti ditusuk-tusuk," jawab Paola.

"Suster, apa yang membuat paola sakit pada bagian perutnya?" tanya Jayden.

"Nona Paola akan kami operasi pengangkatan peluru karena ada peluru yang bersarang di bagian perutnya," kata Susi.

"Sial, seharusnya tadi pengawalan diperketat lagi!" teriak Jayden.

"Jayden, sudah," kata Paola.

***

Beberapa menit berlalu, mereka sampai di rumah sakit. Brankar rumah sakit didorong turun dari ambulans. Jayden menemani Paola hingga sampai ke unit gawat darurat. Jayden lalu membereskan seluruh administrasi. Bahu dia mendadak ditepuk seseorang membuat dia langsung menengok ke belakang.

"Tuan Arga, ada yang bisa saya bantu?" tanya Jayden dengan raut wajah datar.

"Nona kamu dibawa ke mana?" tanya Arga.

"Dia di unit gawat darurat saat ini setelah menyelamatkan Anda," jawab Jayden.

"Iya, saya mau melihat kondisinya. Kamu sudah selesai dengan administrasi atau ada yang belum? Saya mau membayar semua biayanya kalau belum selesai," kata Arga.

"Tidak perlu. Semuanya sudah beres," jawab Jayden.

"Oke, Jayden. Kita pergi bersama menjenguk Paola," kata Arga.

"Iya," balas Jayden.

"Kenapa orang ini harus datang? Sebentar lagi pasti keluarganya yang datang," gumam Jayden sambil mengepalkan tangannya.

Arga menatap Jayden. Dia mengangkat sebelah alisnya.

"Dasar pria yang pengecut," gumam Arga.

Mereka tidak lama sampai di depan unit gawat darurat. Dokter keluar dari unit gawat darurat lalu memanggil keluarga Paola. Jayden langsung menemui dokter.

"Saya keluarga Paola. Bagaimana keadaannya?" tanya Jayden.

"Kami sudah cabut peluru yang bersarang di perutnya dan ada luka dalam yang terjadi akibat hantaman benda keras," jawab Tyo.

"Iya. Saya mohon lakukan yang terbaik supaya Paola bisa segera sembuh," kata Jayden.

"Iya kami akan usahakan yang terbaik," kata Tyo.

"Dok, terima kasih. Apakah sekarang saya bisa melihat kondisi Paola?" tanya Jayden.

"Boleh. Silakan," jawab Tyo.

"Baiklah. Terima kasih," balas Jayden.

"Saya ikut ke dalam juga," kata Arga.

"Baik," balas Jayden.

Jayden melangkah masuk bersama Arga. Paola di sana tengah dipasangkan infus.

"Suster, saya tidak perlu dirawat," kata Paola.

"Kenapa tidak mau dirawat?" tanya Jayden.

"Jayden, ini cuma luka kecil. Kamu tidak usah bawel," jawab Paola sambil memutar bola matanya.

"Kamu pikir muntah darah dan luka tembakan itu hanya luka kecil?" tanya Jayden sambil memijat pelipisnya.

"Sudah, jangan berisik. Tidak enak sama orang lain," balas Paola.

"Maaf aku baru ingat," kata Jayden.

"Tidak apa-apa, Paola. Kamu yakin tidak mau dirawat di sini?" tanya Arga.

"Tidak perlu. Makasih," jawab Paola.

"Paola, saya benar-benar berterima kasih karena kamu tadi mau menyelamatkan saya yang hampir tertimpa. Saya akan mencari tahu siapa yang berani sekali mencelakakan saya," kata Arga dengan rahang yang mengeras.

"Iya, Tuan. Saya yakin bukan orang jauh yang melakukan ini," balas Paola.

"Iya saya tahu. Pasti ada orang lain yang ingin menjatuhkan saya, tapi tidak bisa. Akhirnya mereka mau mencelakakan saya," kata Arga.

"Tuan harus lebih berhati-hati," balas Paola.

"Tuan mau duduk dulu?" tanya Jayden.

"Tidak perlu, kamu saja yang duduk. Nanti orang-orang saya yang akan mengurus kepulangan Paola. Izinkan saya membantunya," kata Arga.

"Tuan tidak perlu repot-repot, kami juga punya pengawal kok," balas Paola.

"Tidak apa-apa, apalagi keluarga kamu tidak ada di negara ini," kata Arga.

"Iya," balas Paola.

"Maaf, apa keluarga kamu sudah tidak ada?" tanya Arga.

"Mereka masih ada. Papa saya aja yang sudah tidak ada di dunia ini," jawab Paola dengan mata berkaca-kaca.

Arga perlahan menghelakan napasnya. Dia membawa Paola dalam pelukannya.

"Jangan sedih," kata Arga.

Paola terisak di pelukan Arga dengan mata memicing ke arah Jayden membuat Jayden menggeleng-gelengkan kepala.

"Paola, kamu sedang bermain dengan bola api," gumam Jayden.