Semua orang sudah berkumpul di ruang makan keluarga Bowie. Alder dan Chelsea bergandengan tangan, mereka sudah membersihkan diri dan berganti pakaian.
"Mama kangen banget sama kamu," kata Natasya.
Chelsea melepaskan genggaman tangannya pada Alder. Dia lalu memeluk Natasya.
"Om, selamat datang. Bagaimana kabarnya?" tanya Alder.
"Iya baik. Alder, kamu bagaimana kabarnya?" tanya Christo.
"Baik juga," jawab Alder.
Kaila melihat semua orang masih berdiri meminta mereka untuk duduk dulu dan melanjutkan pembicaraan saat makan.
"Kalian duduk dulu. Kita lanjutkan pembicaraan sambil menikmati sarapan pagi saja," kata Theodor.
Mereka semua mendudukkan diri di kursi ruang makan dan saling memperkenalkan diri.
"Kita di sini sarapan sambil membahas mengenai tanggal pertunangan cucuku yang paling aku sayangi. Pakaian dan tempat sudah ditentukan oleh kami. Soal tamu undangan selain dari pihak kami pasti kalian juga ada yang mau diundang," kata Arga dengan raut wajah datar.
"Kakek, kita nanti bahas bersama buat tamu undangan. Desain undangan sudah aku tentukan bersama Chelsea," balas Alder.
"Oke. Bagus kalau kamu sudah menentukan. Kita akan memulai persiapan mulai dari sekarang karena kita akan mengadakan pertunangan kalian awal bulan depan," kata Arga.
"Arga, ini bisa dibahas bersama lagi," balas Sienna.
Arga menatap Sienna tajam. Dia meminta istrinya untuk diam saja dan tidak menyela perkataannya.
"Aku setuju, aku mengikuti apa pun keputusan kalian," kata Theodor.
Alder menatap papanya yang tentu akan lebih memilih keputusan Arga. Dia hanya diam saja supaya semuanya berjalan lancar, dia akan mengikuti kemauan kakeknya.
"Chelsea, apa kamu keberatan jika semua diurus oleh keluarga Alder?" tanya Arga.
"Iya aku tidak keberatan," jawab Chelsea menatap kedua orang tuanya.
Natasya menganggukkan kepalanya pada Chelsea tanda dia menyetujui semua yang diputuskan.
"Oke, sekarang sudah selesai. Urusan pertunangan ini akan diurus kami dan tentu kalian boleh memilih, tapi atas persetujuan bersama," kata Arga.
'Keputusan bersama apanya? Kakekku ini benar-benar menyebalkan," gumam Alder.
Chelsea menggenggam tangan Alder. Dia tahu Alder tengah meredam emosinya yang memuncak.
"Mari kita sarapan," kata Kaila.
Semua orang memulai memakan sarapan mereka dalam diam. Mereka tidak berani berisik jika berhadapan dengan Arga.
***
Paola yang berada di kediaman Alfonso memuntahkan semua isi perutnya di kamar mandi. Jayden memijat tengkuk Paola dengan lembut.
"Gila, kepala aku pusing banget," kata Paola sambil memijat pelipisnya.
"Kamu dibilangin susah. Aku suruh jangan minum banyak, tapi kamu malah minum banyak bersama orang-orang di pesta kemarin," balas Jayden.
"Jangan cerewet. Aku pusing nih, apalagi nanti ada pemotretan," kata Paola.
"Kamu tidak usah pikirkan. Ini aku mau telepon mereka buat ganti jadwal aja," balas Jayden.
"Jangan, nanti mereka bisa menuntut kita. Mahal tahu bayar dendanya," kata Paola kesal.
"Paola, lebih baik kamu istirahat. Kamu lagi pusing begini," pinta Jayden.
"Lebih baik kamu panggil dokter untuk kasih aku obat pereda mual. Perut aku sakit nih," balas Paola ketus.
Jayden langsung menelepon dokter, sedangkan Paola berjalan ke ruang ganti untuk mengganti pakaiannya.
"Iya, siapa?" tanya Jayden saat mendengar suara pintu diketok dari luar.
"Jayden, buka pintunya. Mama mau masuk," jawab Diana.
Jayden membuka pintu hingga menampilkan mamanya yang terlihat sangat khawatir.
"Iya, Ma. Ada apa?" tanya Jayden.
"Kamu sudah panggil dokter belum?" tanya Diana dengan raut wajah khawatir.
"Sudah, Ma. Baru aja aku selesai telepon," jawab Jayden.
"Mama bawain teh lemon supaya perut Paola enakan. Ini juga ada pancake, suruh dia makan dulu," kata Diana.
"Mama aja yang ngomong sama Paola deh. Dia sebentar lagi pasti selesai," balas Jayden.
"Kamu ini katanya suka sama Paola, tapi kayak begitu aja kamu tidak bisa menanganinya," kata Diana.
Suara langkah kaki terdengar saat Paola melangkah keluar dari ruang ganti. Diana tersenyum pada Paola.
"Tante, ada apa?" tanya Paola.
"Tante khawatir banget sama kamu. Masih mual?" tanya Diana.
"Sedikit. Tante, maaf merepotkan," kata Paola.
"Enggak, kamu tidak merepotkan kami kok," balas Diana.
"Aku pasti akan sangat bahagia seandainya saja mamaku adalah mamanya Jayden," gumam Paola.
Paola melihat ada pancake dan teh menatap Diana kembali.
"Tante yang bawa teh dan pancake itu?" tanya Paola.
"Tante yang bawa tadi. Paling enggak kamu makan dikit biar perutnya terisi," jawab Diana sambil mengusap punggung Paola lembut.
"Aku akan coba makan. Terima kasih," balas Paola.
"Sama-sama. Kamu mau disuapin?" tanya Diana.
"Aku bisa makan sendiri kok. Makasih banyak," jawab Paola sambil memeluk Diana.
"Aku juga mau dipeluk dong," kata Jayden.
"Usaha makanya biar dapat pelukan," balas Diana.
"Dengarkan perkataan mama kamu dong kalau mau dapat pelukan dari aku," kata Paola.
"Kurang usaha apa aku buat mendapatkan pelukan kamu sampai aku menunggu kamu mabuk dulu?" tanya Jayden.
"Jayden menyebalkan banget sih," balas Paola.
"Anak aku pintar banget cari kesempatan dalam kesempitan," kata diana tertawa terbahak-bahak.
"Apa yang kesempitan? Ruangan itu luas kok," balas Jayden.
"Awas kamu!" teriak Paola.
Mereka saling mengejar di dalam kamar membuat Diana menggeleng-gelengkan kepala saat menatap kedua insan yang tengah berlari.
"Kamu ketangkap," kata Paola.
Jayden memeluk Paola lalu membalikan tubuh perempuan itu hingga mereka saling berhadapan.
"Aku juga menangkap kamu nih," kata Jayden.
"Cari kesempatan aja terus," balas Paola sambil menonjok dada bidang Jayden.
Diana melihat Paola dan Jayden masih terus saling mengejar meminta mereka untuk sarapan dulu.
"Ayo makan dulu. Kamu nanti sakit kalau tidak makan," kata Jayden.
"Iya. Aku jadi terharu deh diperhatikan begini," balas Paola.
"Kami perhatian sama kamu karena kamu calon menantu keluarga ini," kata Diana mengedipkan sebelah matanya.
Jayden menatap Paola yang tersenyum. Dia ikut bahagia walaupun dia tahu Paola hanya menganggap ucapan mamanya bercanda.
"Tante tinggal kalian dulu. Papanya Jayden lagi makan sendiri di bawah, kasihan," kata Diana.
Diana meninggalkan Paola dan Jayden yang masih saling menatap.
"Mama kamu lucu. Baru juga mau jawab sudah pergi," kata Paola.
"Mama aku memang begitu, tapi dia sangat menyukai kamu," balas Jayden.
"Keluarga kamu memang suka sama aku dari dulu, termasuk kamu," kata Paola sambil menunjuk Jayden.
Jayden berdeham. Dia berusaha agar tidak terbawa perasaan karena dia tidak mau menjadi sakit hati begitu Paola nanti tidak menginginkan dia lagi.
"Sudah, jangan menggoda orang terus. Kamu makan nih," kata Jayden sambil menyuapkan Paola pancake.
"Kamu mau menyuapkan aku atau bikin aku keselek? Potongan pancake itu besar banget," balas Paola sambil menjejalkan sebagian pancake ke bibir Jayden.
Mereka saling tertawa kembali hingga mata mereka berair saking bahagianya.