Chereads / Laguna / Chapter 3 - chapter 2

Chapter 3 - chapter 2

Sore itu Laguna pulang seperti biasa sebelum matahari terbenam. Ia suka berjalan santai di pinggir pantai menuju hutan bakau yang memang harus dilaluinya sebelum sampai ke rumahnya. Semilir angin pantai menerbangkan helai helai rambut Laguna dengan lembut, Ia memang jarang mengikat rambut panjangnya karena menurutnya tidak mengganggu. Jalan jalan sore ini bisa menjernihkan pikirannya, apalagi sejak mendengar kabar dari Mbok Arti tadi, otaknya tidak berhenti memikirkan kejadian itu. Apalagi raut wajah neneknya yang sedih terbayang terus dimatanya. Laguna tidak mengenal Bundanya secara langsung, tetapi Sumi dan Tarno sering menceritakan mengenai Naira padanya. Foto foto Naira pun masih tersimpan rapi di rumahnya. Laguna merasa tidak asing dengan ibunya. Dari situ pula Laguna tahu bahwa Kakek dan Neneknya bukanlah kakek dan nenek kandungnya, ia sudah tau kalau Naira bukan anak kandung Tarno dan Sumi, melainkan anak rekan sesama nelayan yang sebatang kara, lalu Naira hamil di luar nikah dan menurut adat istiadat yang berlaku sebenarnya ia adalah anak haram, tetapi Laguna tidak peduli, kasih sayang Kakek Nenek kepada Laguna sudah seperti cucu kandung sendiri. Laguna pun sangat menyayangi mereka bahkan terkadang menganggap kakek nenek adalah orang tuanya karena memang Tarno dan Sumi yang membesarkan Laguna sejak ia lahir. Ia sangat menghormati kakek dan Neneknya, karenanya bila Kakek atau Neneknya bersedih atau terlihat kesusahan, Laguna sebisa mungkin mencari tahu alasannya dan berusaha meringankan beban mereka. Dan karena hubungan mereka yang sangat harmonis dan sikap Laguna yang selalu menghormati dan sopan terhadap orang lain, membuat Laguna tidak pernah dijuluki anak haram, hanya disebut cucunya Tarno dan Sumi.

Laguna terus berjalan di pinggir pantai, sekali kali ia melambai pada kenalan kenalannya sesama pedagang, pegawai hotel atau pemilik rumah makan di pinggir jalan yang langsung mengarah ke pantai, mereka jarang mengajak ngobrol Laguna karena pengetahuan mereka akan bahasa isyarat yang kurang, tak jarang beberapa orang akan bicara sambil berteriak pada Laguna karena berpikir Laguna tuli dan bisu, bukannya hanya bisu saja. Cafe cafe pinggir pantai mulai menyalakan lampu- lampu hias dan mengatur kursi kursi untuk turis yang ingin duduk duduk diluar menikmati angin pantai dan suara deburan ombak sambil menikmati secangkir kopi dan cemilan apapun yang disediakan cafe cafe tersebut. Laguna melihat ke arah cakrawala, bila langit sedang cerah, tak jarang ia dihadapkan dengan keindahan pemandangan matahari tenggelam. Ia mendesah senang dan berpikir bahwa seumur hidup ia tidak akan pernah bosan dengan pemandangan ini. Sayangnya hari ini langit agak berawan, matahari tertutup awan walaupun tidak mengurangi keindahan semburat cahaya kemerahan yang ikut mewarnai awan disekitarnya.

Laguna melanjutkan langkahnya memasuki jalanan yang menuju hutan bakau karena tidak jadi melihat pemandangan matahari tenggelam yang tertutup awan. Langkahnya ringan dan santai.

Tiba tiba terdengar suara anak kecil menangis, " ibu.. ibu..hiks.. hiks.. aku ingin ibu".

Langkah Laguna terhenti, ia melihat ke sekelilingnya, dan tidak terlihat siapa siapa. Jalanan kosong, hanya Laguna yang sedang melewatinya, tidak ada satu kendaraan yang lewat. Ia agak terlambat menutup tokonya sore ini karena asyik membuat kerajinan tangan, biasanya bila sedang berjalan pulang jalanan tidak pernah sesepi ini, pasti ada saja orang yang berlalu lalang entah akan pulang atau baru mau memulai giliran kerja di hotel. Ia berlari ke sisi trotoar dan melihat ke arah hutan bakau yang berada sedikit dibawah jalan raya. Hutan bakau disini tidak terlalu lebat, jadi Laguna seharusnya masih dapat melihat apabila ada anak kecil yang bermain dan tersesat disana. Laguna tidak melihat sesuatu yang tidak biasa, semua tampak baik baik saja, tapi suara anak kecil itu tetap terdengar. Laguna khawatir karena laut sudah mulai pasang dan biasanya hutan bakau ini akan terendam air hingga batas jalan raya. Laguna memicingkan mata, mencoba melihat lebih jelas, matahari yang sudah tenggelam membuat penerangan semakin sulit walaupun lampu jalan sudah menyala. Tetapi lampu jalan itu tidak dapat menembus hutan bakau, hanya menerangi sisi jalan saja.

Suara anak kecil menangis itu terdengar kembali, suaranya sangat jelas seperti di sebelah telinga Laguna. Laguna semakin panik dan khawatir,

"itu suara anak kecil darimana ya datangnya, seandainya aku bisa berteriak memanggil dia..aduh bagaimana ini.. dimana kamu dik?" pikir Laguna sambil terus celingukan. Dijulurkannya badannya ke arah hutan bakau sambil berpegangan pada besi pembatas jalan berusaha melihat lebih jelas. Laguna tiba tiba teringat pada gosip Mbok Arti, tentang bayi yang hilang. Tiba tiba ia merinding, " ah masa sih.. lagian yang hilang kan bayi, masa sudah bisa bicara dan memanggil ibunya dengan jelas begini, tidak mungkin!" tepis Laguna. Ia terus berusaha melihat dengan jelas, berlari ke kanan dan kekiri berusaha mendapatkan angle yang pas untuk melihat lebih jelas, tiba tiba terdengar suara kecipak air dari arah kanan, Laguna langsung memalingkan mukanya ke arah tersebut dan melihat sekelebat bayangan ekor ikan masuk kedalam air dan bayangan tersebut berenang meliuk liuk menghindari akar bakau ke arah lautan luas. " huh, ikan yang terjebak air pasang kah? atau lapar dan mencari kepiting sampai kesini dan terdampar? tapi masih bisa lolos dan berenang kembali ke laut tuh.. hmm.. eh.. kok.. suara anak itu tidak terdengar lagi ya?"pikir Laguna sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, tetapi suara yang dicarinya tidak terdengar. Laguna menyibakan rambutnya yang menutupi daun telinga, ia mengaruk garuk kepala bingung, ia mulai bertanya tanya apakah ia salah dengar. " haduh, jangan sampai telingaku bermasalah.. sudah cukup Gusti kalau saya Bisu, jangan ditambah dengan masalah telinga juga, saya mohon Gusti" doa Laguna dalam hati.

Saat itu juga terdengar deru motor yang sudah sangat dikenalnya, deru motor bebek tua kesayangan kakeknya, dan memang terlihat dari kejauhan terlihat kakeknya menghampiri dirinya yang sedang bersiap di trotoar. "Terimakasih Gusti, telinga saya tidak terganggu, mungkin tadi saya yang salah dengar" desah Laguna lega, lalu melambaikan tangan ke arah kakeknya.

Kakeknya yang sudah melihat Laguna dari jauh menghentikan motornya disebelah Laguna. " sedang apa Laguna? ada yang hilang? " tanya Tarno. Laguna hanya menggeleng dan mengisyaratkan kalau dia hanya sedang melihat pemandangan. Tarno pun bingung, Hutan bakau apa yang dilihat, tiap hari begitu begitu saja. 'kakek kenapa baru pulang? dari Balai desa dengan para ketua adat? baru selesai rapatnya?' tanya Laguna dalam bahasa isyarat.

"Iya, Rapatnya sudah dari siang tadi, tapi Pak Suban mengajak Kakek makan siang di rumahnya karena ada yang mau dibicarakan, makanya baru selesai sore hari. Tadi Kakek mampir ke tokomu tapi ternyata kamu sudah pulang, untung bertemu disini. Sudahlah, ayo kakek bonceng, anak perempuan jangan jalan malam sendirian, sudah gelap ini." kata Tarno sambil menepuk nepuk tempat duduk dibelakangnya. Laguna hanya mengangguk sambil tersenyum geli, kadang kakeknya lupa kalau ia sudah berusia 25 tahun bukan gadis kecil lagi. Tapi Laguna senang diperlakukan seperti oleh Kakeknya, dimana lagi ia bisa bermanja manja selain pada kakek dan neneknya, dunia diluar keras bung!

Laguna menaiki motor kakeknya dan duduk dibelakang kakeknya. untung hari ini menggunakan celana panjang dan bukan rok, sehingga tidak harus duduk menyamping. Sambil mengatur posisi duduknya Laguna mencoba mempertajam pendengarannya dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling, memastikan memang tidak ada anak anak yang tertinggal disana. Suasana tetap sunyi dan tidak terlihat apa apa kecuali kelelawar yang baru saja bangun dan keluar dari sarang mereka berterbangan diatas kepala mencari makanan. Suara kepak sayap kelelawar itu bahkan tidak terdengar oleh Laguna dan kakeknya. Kening Laguna berkerut lalu ia menggelengkan kepalanya. Mungkin ia hanya lelah pikirnya, tapi ia tetap memanjatkan doa semoga apa yang didengarnya salah dan ia tidak benar benar meninggalkan seorang anak yang sedang kesusahan didalam hutan bakau. Lalu Laguna segera menepuk pundak Kakeknya tanda ia sudah siap untuk berangkat. Kakeknya pun mulai melajukan motor bebek bututnya dengan pelan menuju rumah mereka dimana Sumi sedang menanti mereka bersama masakan yang sudah disiapkannya untuk makan malam.