Dia dihinakan dan terkucil sewaktu kecil, padahal ia dari keturunan yang baik. Siapa yang tidak mengenal Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina? Mereka berdua adalah legenda yang takkan terhapus sepanjang masa. Dia tinggal bersama guru ayahnya yang bernama Jiraiya selama lima tahun sebelumnya ia berusia tiga tahun. Ketika usianya delapan tahun, guru yang ia panggil kakek itu meninggalkan dunia. Setelah Jiraiya, Kakashi berbaik hati mengasuh anak dari Minato dan Kushina itu. Ia disapa paman oleh Naruto putra Kushina.
Kehidupan yang pas-pasan dan kedudukan yang tidak begitu tinggi meskipun leluhurnya ikut dalam pembentukan negeri Konoha membuatnya tidak dihormati. Bahkan ia kerap dihina dan dijauhi.
Ketika beranjak dewasa, ia bekerja sebagai salah satu prajurit dari kekaisaran Hyuuga. Latar belakangnya membuatnya tidak pernah naik pangkat hingga ke panglima.
Beberapa kali putri kerajaan itu meminta kakak sepupu dan ayahnya untuk mengangkat Naruto menjadi panglima perang mereka karena kecakapannya dalam ilmu peperangan.
"Ayahanda, bukankah ia putra seorang legenda? Dia juga putra pejuang wanita di negeri ini, bukan?"
Mengapa ia dideskriminasi hanya karena seorang yatim? Hanya karena ia tak berharta dan tidak memiliki kedudukan tinggi."
Tuan Jiraiya dan Tuan Kakashi sendiri mengasuhnya. Kita tahu siapa mereka. Berilah ia kesempatan, Ayahanda."
Raja Hyuuga, Hiashi berpikir keras. Apa pun yang dikatakan putrinya memang benar adanya. Namun, ia juga tidak sanggup melanggar tradisi di negeri ini. Seorang yatim dan kedudukan yang hina tidak pantas menjadi seorang panglima. Menjadi prajurit saja sudah suatu pencapaian yang luar biasa.
"Kau tertarik pada si yatim itu, bukan? Hm Hinata?" Neji berkata sarkas.
Hinata diam. Hiashi paham benar, jika diamnya Hinata adalah jawaban lain dari "ya".
"Kau bicara apa, Neji? Sasuke dan Toneri akan menjadi kandidat calon suaminya. Dia sudah tahu itu sejak lama. Mengapa harus kau lontarkan pertanyaan konyol semacam itu?" Hiashi berkata dingin. "Ayah benar bukan, Hinata?"
Dengan raut yang sedih, Hinata mengangguk. Neji yang melihat ekspresi Hinata begitu menyedihkan merasa tak enak hati. Ia juga tahu bagaimana perasaan Hinata pada pemuda pemberi senyum paling banyak. Pemuda yang tidak pernah mengeluh, pemuda yang berusaha dengan keras, pemuda yang mampu membuat adik sepupunya terkagum-kagum.
Sementara di sisi lain, Naruto berniat meminang seorang gadis yang dikenal dekat oleh pamannya, Kakashi. Namanya Sakura. Ia anak kepala suku kecil di pinggiran Konoha.
"Tentu saja aku akan meminangnya untukmu, Naruto. Kita akan ke rumahnya besok. Kau harus minta izin pada pihak Hyuuga selama beberapa hari. Kita akan sampai ke desa itu selama tiga hari."
"Baiklah, Paman."
Ia mengacungkan jempol kanannya ke arah wajah pamannya, membuat Kakashi teringat akan sahabat lamanya yang menyukai warna hijau karena semua pakaiannya mesti hijau.
.
Sayang bagi Naruto, ia ditolak oleh kepala desa itu karena statusnya. Kizashi hanya menginginkan menantu yang kedudukannya tidak rendah. Minimal pangkatnya panglima, demikian persyaratannya. Padahal ia tahu itu tidaklah mungkin mengingat Naruto adalah yatim dan tak berharta.
"Sombong sekali tua bangka jelek itu!" geram Kakashi saat mereka sudah sampai di rumah. "Semoga tak ada satupun pria yang sudi dengan anak perempuannya!"
"Astaga, Paman! Jangan berkata tidak baik begitu. Biarlah, kita tidak boleh memaksakan kehendak. Jika memang mereka tidak menerima kita, maka kita harus berlapang dada."
Untuk kebijakan seperti ini, Naruto menurun dari Minato. Akan tetapi untuk semangat berlebihan serta senang tersenyum bahkan tertawa layaknya orang gila, maka gen Kushina yang ia ambil.
"Aku mengenal satu orang yang begitu mirip denganmu. Maksudku kebaikan hati dan sucinya pikirannya." Kakashi berkata sambil melepas penutup wajahnya.
Naruto tampak tertarik. "Siapa? Ibu dan ayahku?"
"Itu dua orang, Bodoh!"
Kakashi pun berdecak setelahnya.
Naruto terbahak. Kemudian ia menjawab sesuatu yang membuat Kakashi tersipu. Katanya, "Suami dan istri itu satu, Paman."
"Aku berbicara tentang yang masih hidup, Nak." Kakashi mengalihkan.
"Baiklah, beritahu aku tentang orang ini. Siapa tahu kami bisa berteman."
Kini, Naruto dan Kakashi sudah duduk berhadapan.
Kakashi tersenyum penuh makna. "Aku yakin dia pasti mau berteman denganmu."
Naruto semakin penasaran hingga kuku di jarinya ia gigit karena tak sabar menanti kalimat selanjutnya dari Kakashi.
"Namanya secerah wajah dan hatinya. Jiwanya terang bagai makna namanya."
"Tunggu, tunggu! Aku sungguh susah untuk bermain tebak-tebakan. Kenapa tidak langsung saja menyebutkan nama?"
"Payah!"
Kakashi memukul kepala Naruto pelan.
"Hinata. Putri Hyuuga. Anak sulung Raja Hiashi."
Naruto tidak salah dengar, bukan? Pungguk merindukan bulan saja lebih baik dibandingkan Naruto dan Hinata.
Naruto terbahak-bahak setelah lima detik Kakashi menyelesaikan kalimatnya.
"Paman, ini memang candaan yang lucu tapi keterlaluan juga. Putri terhormat dan cantiknya luar biasa itu? Bangsawan murni dan paling kaya di negeri ini? Majikanku?!"
Naruto tertawa lagi.
"Bahkan dia lebih baik seribu kali lipat dibandingkan diriku! Ah tidak! Putri itu bahkan terlalu baik untuk pangeran Ootsutsuki yang terkenal akan kesopanan yang melegenda itu."
Dan, Paman? Menyamakan aku dan Hyuuga Hime? Hahahaha! Aku tidak segila itu karena ditolak lamaran, hingga memimpikan perempuan yang sejuta kali lebih baik. Astaga!"
Tawa Naruto kembali membahana. Namun, Kakashi yakin jika nanti Naruto akan menjadi raja besar dan pendampingnya adalah seorang ratu dari kalangan atas. Siapa lagi jika bukan Hinata?
*****
Pangeran Uchiha dan Raja Ootsutsuki merasa terhina ketika tak satupun dari Uchiha atau Ootsutsuki yang diterima oleh Hiashi. Hal itu membuat kedua pangeran menanyakan alasan kaisar Hyuuga tersebut. Dan jawaban yang diberikan Hiashi membuat masing-masing ayah dari kedua pangeran berang.
"Kenapa?" Fugaku bertanya dingin.
"Putriku mencintai orang lain. Aku hanya akan menikahkannya dengan lelaki pilihan hatinya. Mohon maafkan aku karena ketidaknyamanan ini."
"Jangan bergurau, Penguasa Hyuuga!" Indra, raja dari Ootsutsuki berkata marah. "Ini penghinaan!"
"Biarlah, Ayah. Jika putri Hinata tidak menginginkanku, maka tak usah dipaksa. Kita hargai saja keputusan Hyuuga." Toneri putra Indra menengahi. Ia adalah pemuda bijaksana yang jika saja Hinata tidak mencintai Naruto, maka pastilah pilihan Hiashi jatuh kepada Toneri.
"Kupikir, putramu benar, Indra." Fugaku raja Uchiha mengimbuhi.
Sasuke tak bereaksi apa pun. Akan tetapi di dalam hati, ia berencana untuk membalas dendam pada lelaki yang dicintai oleh Hinata. Sasuke belum tahu, jika lelaki itu tak lain adalah sahabatnya sendiri.
*
Naruto terkejut ketika raja Hiashi memintanya untuk menjadi pendamping hidup putrinya yang jelita. Ia terbelalak tak percaya. Yang disebut hina dan tak layak menjadi panglima Hyuuga oleh beberapa petinggi, malah akan menjadi menantu? Tidakkah itu seperti mimpi yang terlampau tinggi bahkan melewati angkasa?