Dan begitulah, Reyhan masuk dalam rayuan Fiona. Siapa cowok yang —meski punya mental sekuat baja— sampai hati menolak hidangan yang tersuguh di depan mata?? Surga di antara kedua paha wanita itu terpampang seakan bertanya, 'mau coba masukin aku??' Tentu sajalah, apa lagi tanpa syarat apa pun.
"Mana yang lebih cantik, Kak Cia atau Fio, Kak Rey?" Fiona menyentuh dada Reyhan dengan jemarinya yang lentik. Sementara pinggulnya naik turun memanjakan batang kejantanan Reyhan sampai pria itu merem melek keenakan.
"Cantikan kamu, Fio." Reyhan mengelus pantat Fiona untuk meremas sebagai pegangan sebelum sampai di klimaks kenikmatannya.
"Sayangnya Kak Rey akan menikah dengan Kak Cia. Membuat hati Fiona sakit." Rayu Fiona dengan wajah sendu, gadis itu berhenti menggenjot, membuat Reyhan kehilangan momment klimaksnya. Reyhan menjadi semakin bertambah kesal bila mengingat Felicia yang terus menolaknya.
"Tidak, aku akan menikahimu. Aku akan memutuskan Felicia. Aku yang bodoh karena jatuh cinta dengan wanita kolot dan cupu itu." Reyhan mengerutuki dirinya sendiri.
"Kakakku sejak kecil hanya tahu belajar dan bekerja. Berdadan saja tidak pernah. Dia juga aneh karena sikapnya jauh lebih kolot dari Mamaku." Fiona menjelek-jelekkan sikap Felicia yang mirip dengan lansia.
"Yah, kamu benar, Sayang." Reyhan mengecup kembali bibir Fiona dan mengulumnya dengan sangat dalam, penuh cinta. Lalu ia membalik keadaan, tubuhnya berada di atas dan memompakan batang kejantaannya masuk semakin dalam dan tanpa jeda sampai terpuaskan.
"Ugh!! Kak Reyhan!! Kakak hebat sekali." Pujian mengalir deras dan membuat Reyhan bahagia.
Hubungan Reyhan dan Fiona terjadi dengan cepat, berkali-kali melakukan hubungan intim yang penuh gairah, dan sangat mendebarkan karena mereka memilih backstreet. Kepuasan yang ia dapat dari Fiona membuat Reyhan tak lagi peduli dengan Felicia.
Sampai tak terasa kurang satu bulan lagi pernikahan mereka akan dilaksanakan. Reyhan tergila-gila dengan sosok Fiona yang mampu memuaskannya secara biologis, maupun memanjakan indra pendengarannya dengan pujian dan juga sanjungan. Sebagai pria tentu saja Reyhan sangat menyukai Fiona yang jauh lebih imut dan mampu memberikan banyak waktu untuknya.
Reyhan selalu bisa membusungkan dadanya saat bersama Fiona karena gadis ini sangat bergantung padanya. Berbeda dari Felicia yang terus menolak dan tidak mau merepotkan Reyhan. Fiona sering meminta bantuan dan membuat Reyhan merasa di butuhkan. Fiona lantas akan memuji Reyhan dan berterima kasih dengan memberi servis ekstra di ranjang sampai membuat pria itu lupa daratan.
—******—
Kediaman Atmadja.
"Kamu baru pulang, Sayang?" tanya Anjani saat melihat Fiona memasukki ruang keluarga.
"Iya, habis pergi sama Reyhan. Ups!!" Fiona langsung membekap mulutnya, takut Papa atau Kakaknya tahu hubungan terlarang yang ia jalani sampai menjadi pelakor.
"Gimana?? Reyhan masih belum mau putusin Kakakmu??" Anjani sepertinya juga sudah mulai tidak sabar. Pasalnya, hanya tinggal satu bulan lagi pernikahan keduanya akan diselenggarakan, namun Reyhan sepertinya belum mau putus. Anjani ketar ketir, Fiona sudah sering tidur bersama Reyhan. Bila gagal, siapa keluarga baik-baik yang mau menikahi gadis yang sudah tidak perawan?
Fiona menyapu sekitar dengan mata bulatnya, takut ada yang menguping pembicaraan mereka. Felicia baru saja berangkat bekerja karena ada shift malam di IGD, sementara sang Ayah lagi Dinas ke cabang rumah sakit di kota sebelah. Berangkat siang tadi, jadi aman.
"Kak Rey bilang bakalan putusin Kak Cia, Ma. Mama tenang aja." Fiona mencomot sebuah apel dari dalam kulkas dan menggigitnya.
"Dari dulu dia bilang begitu terus. Kapan dia akan benar-benar putus! Mama sudah tidak tenang, Fio." Anjani memijit pelipisnya.
"Kak Rey bilang, dalam minggu ini ia berjanji akan putus dengan Kak Cia, Ma." Fiona menghabiskan apelnya dan naik ke kamarnya di lantai dua, meninggalkan sang Mama yang masih bersilang tangan di depan dada dengan perasaan gusar.
"Mama tenang saja, sana tidur!! Sudah larut!!" teriak Fiona dari lantai dua.
Fiona masuk ke kamar dan menguci kamarnya rapat-rapat. Gadis itu bergegas membuka laptopnya dan melakukan video call dengan seorang pria.
"Kenapa malam sekali baru menggubungiku, Sayang??" tanya pria itu.
"Biasalah, menuruti permintaan Mama." Fiona menghela napas panjang.
"Kamu menemui laki-laki itu lagi?!" bentaknya kesal dari speaker laptop.
"Sstt … jangan keras-keras, nanti mamaku dengar!" Fiona menaruh telunjuk di depan bibir.
"Ck, menyebalkan." Desis pria itu.
"Sabar ya, Sayang. Sebentar lagi, kalau aku sudah berhasil menjadi istrinya, kita bisa hidup enak tanpa Papa Mama," rayu Fiona, ia membuka seluruh pakaiannya di depan lelaki itu tanpa malu seakan mereka pun sudah pernah saling melihat. Fiona berganti dengan baju tidur yang nyaman.
"Kenapa pakai baju?? Kan aku masih ingin lihat." Godanya. Fiona mencibirkan bibirnya.
Suara di speaker laptor berdengung karena hentakan musik dan suara sorak sorai manusia yang mulai terdengar begitu jelas. Membuat Fiona harus menutup telinganya.
"Kamu di mana sih, Beb? Kenapa ramai sekali??"
"Oh, aku lagi lihat tinju." Pria itu mengarahkan ponselnya ke arah ring tinju. Dua orang petarung sedang memulai pemanasan sebeum bertarung di tengah ring.
"Hm … kenapa salah satu petinju itu nggak asing ya?? Siapa ya?" Fiona menyipitkan mata melihat ke arah layar monitor untuk melihat semakin jelas pria di dalam ring tinju.
"Di mana ya aku pernah bertemu dengannya?!" gumam Fiona kesal karena merasa ada yang mengganjal. Lebih tepatnya dia kesal karena otaknya tak bisa menyimpan banyak informasi. Mungkin dulu pas kecil Mamanya kurang kasih jamu buyung upil jadi sedikit LEMOT.
—*****—