Setelah bertemu Senja beberapa hari lalu membuat Bara tak henti memikirkan keanehan yang terjadi dengan Senja. Hati dan fikirnya kini hanya untuk sahabatnya itu, "Hei!!! Pagi-pagi udah ngelamun, kenapa sayang?" suara Anya membuyarkan lamunan Bara. " Eh...enggak, nggak apa kok" jawab Bara sambil mengeluarkan buku catatan dan diberikan pada Anya. "Udah selesai?" tanya Anya lagi dan Bara hanya menganggukkan tanda mengiyakan pertanyaan Anya. Jam pelajaran pertama di sekolah telah usai, Bara dan Anya keluar kelas dan berjalan di taman. Anya begitu menyayangi Bara, perhatian selalu ia curahkan untuk pria manis disampingnya ini. "Besok mau nonton gak yang" tanya Anya manja, "boleh, nonton film apa?" sahut Bara dengan senyuman yang tak seperti biasanya, senyuman yang mengandung makna tersiksa, raganya disini tapi semua fikirannya berada ditempat lain. "Hmmmmmm sepertinya ada film baru, If I Stay?" usul Anya, " Ah nonton komedi atau laga aja, nanti jadi bosen kalau nonton yang romantic-romantic" jawab Bara yang sekaligus membuat Anya heran, Bara paling romantis dan melankolis tiba-tiba menolak nonton film drama romantis. "Kenapa sih sayang? sakit?" perhatian Anya membuat Bara melebarkan bibirnya "Kalau kamu sakit, ya udah.... di rumah saja, kita nontonnya lain waktu" tambah Anya lagi. " Enggak kok, gak papa yaaaang... kita nonton saja" Bara menyahut dengan senyum yang lumayan agak terpaksa. Bara tak enak hati jika harus menolak ajakan Anya, kekasih yang begitu baik padanya, meski sebenarnya ia sedang tak ingin kemana-mana. Bara menggandeng tangan Anya dan mencium punggung tangan Anya dengan harapan Anya tak sedih dengan sikap dia yang sempat menolak ajakan menonton film romantis.
***
"KENAPA TADI NINGGAL PULANG SIH YANG" Bara membaca pesan singkat via whatsap dari Anya, hari ini Bara benar-benar lupa tidak menunggu Anya, ya.. hampir sama seperti yang ia lakukan pada Senja. Bedanya kegalaun dan keresahan hati yang membuat ia lupa, Bara tak langsung membalas pesan Anya, ia justru menjatuhkan diri ke tempat tidur sembari membuka satu per satu kancing bajunya, memikirkan sesuatu yang semakin membuat hati dan fikiranya saling beradu. "Ya Tuhaaaaaan!!!! gila...gila..." bergumam sambil memainkan Hp ditangannya. " Gua kenapa sih? saat bersama Anya fikiran gua terus ke Senja" Bara terus saja menggerutu dengan ragu. " Kenapa sih Bar?" Mama Ika yang sedari tadi memperhatikan Bara mulai masuk ke kamar dan menanyakan sikap Bara. "Ma.... mama tahu kabar tentang Senja gak? mungkin tante Nita cerita apa gitu ke mama?" tanya Bara dengan raut wajah melas. "Kabar Senja kok tanya ke mama? kaliankan sahabat klop banget kan le?" mama balik bertanya. " iya ma.... tapi sudah hampir tiga bulanan ini, kita saling berjauhan, tak ada kabar, tak ada saling mencari" jawab Bara sedih. "Pasti ada sabab musababnya to leee" tegas mama Ika , le atau singkatan dari kata tole adalah panggilan sayang untuk anak laki-laki dalam bahasa jawa. "Ya... sepertinya sejak Bara jadian sama Anya ma, dia jadi menjauh dan gak pernah ngerepotin Bara lagi" jawab Bara pelan. "Lha!!!jadian???kenapa gak pernah cerita ke mama?" mama Ika kembali bertanya dengan raut wajah yang terlihat tidak senang dengan jawaban Bara. "Iya maaaa.... kenapa sih? heran banget dengernya" Barapun menjawab mama dengan sedikit menambahkan volume suaranya. "Dengar mama ya leeee, mama kan sering ngomong, kamu masih kelas 12, sebentar lagi lulusan le, jangan pacar-pacaran dulu, apa lagi sampai mengganggu sekolahmu! trus itu,siapa yang jadi pacarmu itu?!, kamu juga tak pernah cerita ke mama, gimana mama gak heran coba?" jawab mama Ika panjang. " Iya maaa... besok dikenalin" Bara menjawab singkat. " Senja gimana le?" tanya mama lagi. "Itu dia ma... Bara kacau ma, dulu saat sering bareng Senja, Bara pengen dekat Anya ma, harus bisa dapatin Anya, eh.... sekarang udah sama Anya, Bara ngerasa kehilangan Senja" jawab Bara miris. " Kamu menginginkan keduanya?" tanya mama Ika , Bara hanya mengangguk dan terdiam. Mama Ika pun ikut terdiam dan kemudian berkata " Le .... ada banyak hal yang tak bisa kamu dapat dengan cepat, tak bisa kamu peroleh dengan mudah, ada banyaaaak keresahan yang jawabnyapun akan sulit ditemukan. Tidak semua hal yang kamu harapkan menjadi kenyataan, kiranya begitulah hukum alam bekerja le" mama pergi meninggalkan Bara dalam keheningannya.
***
Terlihat kedua muda-mudi bergandengan tangan memasuki bioskop, dengan segelas milktea dan popcorn asin digenggaman. "Duduk depan saja ya yang" pinta Anya, Bara mengangguk dan mengikuti langkah Anya memilih tempat duduk yang nyaman. Seperti biasa, mereka menikmati kencan malam minggu itu. Film If I Stay adalah film yang paling ditunggu kalangan muda, apa lagi mereka yang dimabuk asmara. Ditengah film Bara mulai risih dengan adegan dan kisahnya, karena apa yang terjadi hampir sama dengan apa yang ia alami. Yakni dia berada diantara kebimbangan yang dalam, dekat serasa LDR dan LDR tapi dekat. Ditengah cerita film yang semakin mendebarkan, Bara pamit ke toilet, ia sebenarnya tak ingin buang air, tapi entah kenapa ia ingin ke belakang saja. Melihat film romantis ini membuat hati dan fikirnya tak karuan,mungkin dengan membasuh wajahnya ia akan merasa lebih baik. "Sayang aku ke toilet bentar ya?" ijin Bara pada Anya, Anya mengangkat tangannya melingkarkan jari jempol dan telunjuknya dan membiarkan ke tiga jari lainnya berdiri menunjukkan tanda isyarat OK pada Bara. Anya benar-benar menikmati filmnya hingga ia menjawab Bara hanya dengan isyarat saja. Bara membasuh wajahnya, melihat ke cermin didepanya, ia memperhatikan keletihan wajah yang tergurat pada cermin. " Ya Tuhaaaaaaan!!! Kenapa gini sih?" Bara kembali membasahi wajah cemasnya kemudian kembali ke dalam bioskop. Bara kembali melangkahkan kaki memasuki gedung Bioskop , ingin rasanya film segera berakhir. Baru tiga langkah ia masuk dalam bioskop, ia melihat sosok perempuan yang sebaya dengannya, perempuan dengan wajah yang tak asing baginya, perempuan yang tidak cantik, manis.... ya itulah kata yang tepat untuk menggambarkan rias wajahnya. Ia duduk dibarisan ke tiga dari atas bersebelahan dengan seorang ibu berjilbab hijau mint, sosok teesebut tak lain adalah Senja dan ibunya. Bara melangkah lagi berniat menghampiri, namun langkahnya terhenti saat melihat seorang lelaki yang lumayan tampan memberikan minuman pada Senja. Bara melihat dengan tatapan penuh selidik ."Siapa laki-laki itu? Senja tak punya saudara laki-laki" gumamnya dalam hati. Ia duduk di pojok belakang persis disebelah pintu masuk bioskop, memandangi Senja, ibu dan laki-laki tak dikenal itu. Hatinya terus bertanya-tanya, kegundahan teramat dalam dirasakannya. Lama ia mengawasi mereka "Ting.. ting" suara hp diikuti nada getaran, Bara membuka pesan WA (Anya: lama banget ke toiletnya, filmnya udah mau habis) Bara hanya membaca pesan itu, kemudian memasukan Hp ke dalam tas slempang kecil yang ia sematkan dipundaknya. Bara melangkah turun menuju kursi barisan depan, ia memperlambat langkah kakinya, berharap Senja melihatnya. Namun Senja tak melihat ke arahnya dan sangat menikmati film yang ada didepanya.
***
Selesai mengantar Anya pulang, Bara dengan sengaja mengintai ke rumah Senja dari kejauhan. Ia melihat ke rumah bercat putih itu nampak sangat sepi, tak terlihat ada orang disana. Hampir dua puluh menitan Bara menunggu, tiba-tiba ada mobil putih berhenti didepan rumah itu, mobilnya tak terlalu besar, tapi bernilai mahal. "Terima kasih ya nak Bagas" terdengar suara bu Nita dengan jelas dari kejauhan dibarengi dengan suara Senja yang seketika membuat telinga Bara panas "Trims gas" Senja berbicara ditambahi senyum manis yang tak bisa dilupakan oleh siapapun. Senyuman yang benar-benar manis dan baru disadari oleh Bara. Bara terud saja mengawasi dari kejauhan, dan saat mobil putih itu berlalu pergi Bara dengan cepat menghampiri Senja dan ibunya. "Selamat malam" Bara menyapa dengan senyum "malam...Bara?" jawab Senja yang seketika terkejut melihat kehadiran Bara. "Sini masuk Bar, jangan diem kayak patung disitu!" ajak bu Nita. Jarum jam masih menunjukkan pukul 20.00 suasana masih ramai, itulah mengapa bu Nita masih mempersilahkan Bara masuk ke rumah. Bara duduk di sofa sudut berwarna coklat, diikutu Senja yang juga duduk bersebalahan dengannya. "Tante ambilkan minum dulu ya" Bu Nita berbicara dan berjalan menuju dapur meninggalkan Bara dan Senja. "Darimana?" mereka bersamaan menanyakan hal yang sama , sekaligus membuat keduanya tertunduk malu. "Hmmmm.... dari mana sih? kok cantik banget?" Bara akhirnya mulai bertanya dengan kekaguman. "Yeeeee.... biasanya aku ya cantiklah! abang aja baru nyadar.hahahaha" Senja tak ingin diledek Bara, "iya... iya.... cantik.... tapi beda lho! habis keluar ya?" Bara menanyakan hal yang sebenarnya ia pun sudah tau jawabnya. Senja hanya mengangguk tanpa menjawab sepatah katapun ," sama siapa?" tanya Bara lagi , "Ibu" hanya itu jawaban singkat Senja. "Berdua saja? Bara semakin menyelidik, "bertiga Bar.... Senja, ibu dan Bagas temenya Senja" bu Nita tiba-tiba muncul dengan dua cangkir teh hangat di nampan. "Yuk diminum...tante tinggal ya, kalian ngobrol-ngobrol dulu, kan Bara jarang kesini sekarang" tambah bu Nita. "Iya tante" Bara menjawab dengan menebar senyum diruang tersebut. Seketika suasana malam itu menjadi hening, ke dua sahabat itu kembali terdiam "siapa Bagas?" Bara melanjutkan penyelidikan, "temen" jawab Senja, "teman tapi mesra" tambah Bara dengan nada yang sangat tidak enak didengar telinga. " Temen ditempat les piano, baru pindah dari Semarang sebulan yang lalu" jawab Senja dengan sedikit kesal karena pertanyaan Bara. "Teman baru? teman baru udah ngajakin nonton? film romantis pula?" Bara bertanya seolah memandang sebelah mata teman baru Senja. "Kok kamu tau kalau...." belum selesai Senja menjawab Bara langsung memutus pembicaraan. " Tau, aku juga disana". Beberapa saat suasana kembali terdiam " sama Anya" tanya Senja, "Iya.... dia yang maksa nonton film gak jelas itu" jawab Bara malas. "Bagas kelihatanya suka sama kamu" Bara menegaskan lagi dengan melirik ke arah Senja , " hmmmm mungkin" jawab Senja enteng. " Aku pamit pulang ya, besok pagi-pagi harus jemput Anya" tiba- tiba Bara berdiri dan pamit, terpancar kesedihan dan rasa cemburu disana. Senja pun mengantarnya sampai depan rumah. Kali ini berbeda, setelah berpamitan pada bu Nita diruang tengah, Bara langsung menaiki motor dan melaju meninggalkan Senja tanpa kata. Tanpa pelukan sahabat seperti sebelumnya, tanpa lambaian tangan sebagai ungkapan sampai jumpa lagi. "Hati-hati Bar" Senja melambaikaj tangan dan mengingatkan Bara , yang tentunya kalimat itu terdengar namun tak disambut baik oleh Bara.
***
Dalam perjalan pulang yang hanya beberala menit itu, tergurat kesedihan. Bara sedang menahan sesuatu yang suatu saat bisa menjadi bom atom. Dia memasuki rumah tanpa salam dan langsung menuju kamar, mama Ika terheran melihat sikapnya yang tanpa kesopanan saat itu. Mama Ika menduga mungkin saja Bara sedang bertengkar dengan Anya. "Hah!!!" Bara duduk dikursi dengan tatapan kesal, emosinya mulai tak terkontrol. Ia lihat foto dalam bingkai besi berwarna silver, " neng.... abang rindu" tak terasa air matanya terjatuh. Mama Ika yang sedari tadi heran dengan sikap Bara pun memutuskan untuk melihat putra kesayangannya itu. "Kenapa lagi to le?" mama Ika datang dan memeluk Bara, Bara membalas pelukan mama dan terus menangis. "Laki-laki kok cengeng karena wanita!" sahut mama sambil mengusap-usap punggung Bara. Bara hanya terdiam, ia tak tahu harus mengatakan apa dan harus memulai pembicaraan dari mana. Yang ia rasakan dan ia tahu adalah, sat ini hatinya benar-benar gelisah. Satu sisi ia bersama Anya tapi disisi lain ia ingin dekat dengan sahabaynya. Bara hanya terus menangis hingga tertidur dipangukuan mama Ika.