"mah, kapan papa pulang?" Mayang menanyakan kapan papanya akan pulang.
"sabar sayang, nanti papa pasti pulang" ucapku sebagai jawaban, Mayang yang memang sangat dekan dengan papanya mungkin ia sedang merindukan sosok ayahnya cinta pertamanya.
"yei, bang papa nanti pulang" ucap Mayang dengan girang. layaknya seorang anak yang lari sana sini dengan girang.
"apa sih dek, lebai deh" jawab Bima sengit.
"Wee, bodo." jawab Mayang sambil menjulurkan lidahnya.
"sayang mama masak lagi ya, nanti papa pulang mau makan" aku pun berlalu tanpa menunggu jawaban Mayang dan Bima.
aku kembali memasak, bagai mana pun aku harus memanjakan lidah suamiku. aku tak ingin dia lapar dan mencari makan di luaran sana.
cukup dengan sikapnya yang dingin padaku sudah membuat aku tersiksa.
aku pun heran bagai mana bisa suami ku sudah enam bulan lebih ia tak lagi menyentuhku, apakah aku tidak menarik lagi Dimatanya. atau?! tidak, tidak, tidak.
aku menggeleng kepala sebisa mungkin menyingkirkan pikiran buruk ini.
masakan sudah siap di meja makan, kami pun sudah menunggu kedatang sang suami di depan tv. sambil menemani Mayang bermain boneka Barbie,.
"mah, kok papa belum pulang ya? ini udah malam loh." crocos nya, Mayang memang sangat cerewet kalau sudah bicara.
kulihat jam sudah menunjukan pukul delapan malam. "sabar ya sayang" jawabku
dan terdengar ucapan salam dari luar
"assalamualaikum" ucap mas Randa. Mayang yang mendengarnya pun berlari membuka pintu.
"papa" Mayang melompat di pangkuan papanya.
ia Mayang yang masih berumur empat tahun, ia sangat dekat dengan papa-nya.
"papa, kok lama amat sih?" Mayang merajuk terlihat ia memonyongkan bibirnya,
" ia, maaf ya sayang papa kan kerja" dengan lembut mas Randa berucap. dan menggendong Mayang masuk lebih dalam kerumah.
"mas, mau makan? atau mandi lebih dulu?." tanyaku
"aku mau mandi dulu mah." ucapnya, ia pun menurunkan Mayang dari gendongannya.
aku mengekori mas Randa di belakangnya, ingin menyiapkan pakaian untuknya, tak lupa aku pun membawa koper mas Randa yang ia bawa dari Jakarta.
mas Randa langsung masuk ke kamar mandi, aku mulai mengambilan pakaian bersih untuknya.
aku membuka koper mas Randa, mengeluarkan semua pakaian kotor disana. walau pun sudah di cuci tetap saja bagiku itu harus di cuci kembali'.
terdengar mas Randa keluar dari kamar mandi, ia bertelanjang dada datang ke arahku.
ah, aku rindu dirinya aku rindu pelukannya, wanita mana yang tidak merindukan pasangannya.
aku pun berdiri, siapa sih yang tidak tergoda melihat mas Randa bertelanjang dada, dengan handuk yang di lilitkan di pinggangnya.
"mas," aku pun memeluknya, rindu pelukannya rindu kasih sayangnya.
"sana mah, aku mau pakai baju" ucapnya sambil tersenyum dan mundur dari diriku.
hatiku sakit, sakit rasanya suaraku pun tercekat, bahkan untuk bertanya pun aku tak mampu berkata-kata, ya tuhan ada apa dengan suamiku ini.
aku menitikkan air mata, dan berbalik darinya menuju keluar kamar, aku sampai merendahkan diriku sendiri.
perlahan aku memejamkan mata, menyeka di ujung yang terasa basah, takut jika Mayang dan Bima tau jika ibunya sedang menangis.
"kok masih bengong ma?"
kulihat suami ku melewati ku begitu saja, ia menjatuh kan bokongnya di kursi Maja makan. aku pun segera menyusul nya.
kulihat jam sudah menunjukan pukul sembilan malam.
segera ku panggil anak-anak untuk segera melakukan makan malam.
"Bima, Mayang, ayok makan sayang!" teriakku mereka pun datang bersama.
kami pun makan dengan hikmat, tak ada suara lain, selain dentingan sendok dan garpu. kami memang tidak membiasakan bicara saat makan.
setelah makan, Bima dan Mayang masuk ke kamar masing-masing, aku pun masuk ke kamar dimana aku dan mas Randa berada.
kulihat mas Randa telah terbaring di sana, perlahan aku menutup pintu kamar tak lupa menguncinya.
"mas, sudah tidur ya?" tanyaku.
jujur aku merasa heran, ada apa dengan suami ku Ahir-ahir ini sikapnya berubah terhadapku.
"belum" jawabnya ku lihat matanya terpejam.
"mas, aku sedang ingin" ucapku, itu wajar aku wanita normal.
"sudah lah ma, aku capek." jawanya, sambil memejam matanya.
"ada apa dengan suamiku ini ya tuhan?" aku membatin, jujur hati mana yang tidak sakit jika suami seolah tidak menginginkan sentuhan istrinya lagi.
"apakan mas Randa sudah memiliki wanita lain?" ucapku lirih.
aku pun mengigit bibir bawahku, aku sudah merendahkan diriku ku tapi sikapnya begitu dingin padaku.
"mas, aku boleh peluk?" aku tak ingin patah semangat tak salah walau hanya di peluk tidak masalah, tapi.
"lain kali aja ya ma" jawabnya
aku pun turun dari ranjang, segera berdiri berjalan dan membuka pintu.
lebih baik aku tidur di kamar Mayang ini lebih baik, dada ku terasa sesak. sesak ketika aku selalu di tolak oleh suami sendiri.
dengan kasar ku banting pintu kamarku.
hingga menimbulkan bunyi "brak"
mata mulai memanas, dada yang sesak. sesak karna menahan tangis ku, takut akan mengganggu Mayang yang terlelap.