Dua bulan menunggu akhirnya hari ini datang juga. Hari dimana Aku dan Mas Fatir akan bercerai.
Pukul delapan pagi Aku ditemani oleh Bapak dan Ibu, kemudian Mas Fatir pun si temani kedua orangtuanya. Kami saat ini berada di Pengadilan Agama untuk melaksanakan sidang Lanjutan perceraian. Hari ini adalah hari penentu hubungan pernikahan Aku dan Mas Fatir.
"Neng...yang kuat ya... semoga ini jalan yang terbaik...." ucap Ibu menguatkan diriku.
"Iya Bu....insya Allah Viana kuat...." ucapku lalu memeluk Ibu yang saat itu duduk di sampingku.
Pengumuman untuk waktu sidang pun terdengar. Kami pun masuk ke ruang sidang. Disana terlihat Mas Fatir yang sudah duduk di tempat yang sudah di sediakan untuk aku dan dia. Terlihat pula kedua mertua yang sebentar lagi akan menjadi mantan mertua menatap sinis ke arah aku dan kedua orang tuaku.
"Ngga perlu di tanggapi..." bisik Bapak. Akupun mengangguk. Aku berjalan menuju kursi tepat si sebelah Mas Fatir. Sungguh tak ada sedikitpun penyesalan yang aku rasa. Rasa cinta dan sayang itu memang masih ada, namun semua itu terkikis olek kekecewaan yang di ciptakan oleh Mas Fatir sendiri.
Dua jam berlalu akhirnya hakim memutuskan Hak asuh kedua anakku jatuh ke tanganku. Dan yang paling aku dan Mas Fatir tunggu adalah putusan perceraian kami. Akhirnya ketuk Palu dan berakhirlah hubungan pernikahan yang kami jalani selama tujuh tahun.
Mas Fatir juga menuntut kepemilikan rumah yang aku dan anak-anak tinggali. Walaupun hakim memutuskan jika rumah itu adalah hak milik aku dan anak-anak, tapi aku ikhlaskan padanya. Biarlah rumah itu Ia jual, biar tak ada lagi hal-hal yang dapat mengingatkan aku tentang dirinya.
Semoga Aku bisa mengambil hikmah dari perceraian ini. Dan semoga Mas Fatir bisa menyadari semua kesalahannya.
Penandatanganan akta perceraian pun telah selesai. Masing-masing Aku dan Mas Fatir di berikan kertas yang bertuliskan akta cerai.
Selesai dengan urusan persidangan, Aku, Ibu dan juga Bapak akhirnya memutuskan untuk lebih dulu meninggalkan ruang persidangan.
Sesampainya di depan gedung pengadilan Agama, tiba-tiba tanganku di cekal oleh Mas Fatir.
"Vi...tolong kemasi barang-barang kalian dari rumah itu, karena dua hari lagi pemilik baru akan pindah.." ucapnya dengan raut wajah yang dapat di artikan. Sungguh Mas Fatir sangat sampai hati denganku dan Anak-anak. Mas Fatir bukanlah orang yang dulu ku kenali. Dia telah berubah sangat jauh.
"Lepas!!?" ucapku menarik kasar lenganku dari genggaman tangannya. " Kamu jangan khawatir Mas, Semuanya sesuai keinginanmu. ..!!!" ucapku dengan tegas lalu pergi meninggalkan Mas Fatir lalu berjalan menuju mobil dimana Bapak dan ibu telah menunggu. Ku dengar mantan Ibu mertua sedikit berteriak mengataiku.
"Dasar tak tau di untung kamu Vi....berlaga sok kaya lagi ..!!! paling mobil sewaan .!!!" sinis mantan mertua melihatku. 'Terserah apa kata mantan mertua...aku sudah tak perduli.
___________________
"Gimana sidangnya Mba .." tanya Rahima tak sabaran menunggu jawabanku.
"Astagfirullah Neng...Mba mu aja baru sampai ko udah di tanyain gitu sih....!!!!" sergah Bapak.
"Habis Rahima penasaran Pak...!!!" jawabnya sambil mengekori ku dari belakang.
"Neng....jangan ganggu Mba mu kaya gitu...!!! Ibu pun memperingati adiku satu-satunya yang paling Kepo.
Aku pun berbalik badan dan sontak membuatnya berhenti tepat di belakangnya ku. Lama ku tatap wajahnya dan matanya mengisyaratkan rasa penasaran dengan jawaban dari pertanyaan nya.
"Mbaaaaaaaaaaaaaaa... kesel de.." ucapanya dengan gemes lalu memanyunkan bibirnya karena cemberut.
Tak kuasa menahan tawaku.. akhirnya pecah juga. Melihat ekspresi penasaran Rahima membuatku selalu ingin mengerjainya.
"iiiiihhhhj Bapak....Mba Viana tu ngeledek Ima...." adunya pada Bapak dengan wajah memelas.
"" Baru di kerjain gitu aja udah cemberut...Lagian kepo banget sih...!!! ucapku lalu mengacak-acak jilbabnya. "Anak-anak pada kemana Dek...ko ngga kelihatan..???" Aku pun mengalihkan pembicaraan membuat wajah Rahima semakin memerah menahan kesal. " iiiihhhhhh ko wajahnya di tekuk gitu Dek...!!" tanyaku lagi. Aku palu g senenng buat Rahima kesal, karena itu bisa membuat kamu berdua selalu dekat.
"iiiihhhhhh Mbaaaa....ngeselin Ahhhhh....aku ah...!!!" Ia pun akhirnya meninggal ku menuju kamarnya.
Akupun beranjak masuk ke kamarku. Kudapati kedua malaikat penyemangat ku sedang tertidur pulas. Kupandangi dengan lekat wajah keduanya, membuatku tak dapat lagi membendung bulir bening yang jatuh dari pelupuk mataku dan membasahi pipiku. Tiba-tiba pundaku di usap oleh seseorang. Setelah berbalik, ternyata adikku Rahima.
"Mba yang sabar yaaaa...Maafin Ima ya Mba...!!!" ucapnya lalu melukku dengan erat. Sungguh aku tak ingin terlihat rapih di depan anak-anak ku. Namun hati ini tak memungkiri. Begitu dalam luka yang di torehkan Mas Fatir untukku. Ku tumpahkan seluruh tangisku di pelukan adikku.
" Maafin Mba ya Dek....Mba sungguh tak percaya kalau saat ini Mba sudah jadi janda dengan dua orang anak...apa Mba sanggup dek????" keluhku pada Rahima. Yah... sebagaimana usilnya diriku pada Rahima, namun hanya padanyalah tempatku mengeluh.
" Mba tenang aja...ada Bapak dan Ibu juga Rahima yang selalu mendukung dan menyayangi Mba...Mba harus kuat dan tegar demi Widya dan Kifli. Kalau Mba sedih kan kasian anak-anak...!!!!" Terpenting sekarang Mba fokus di bisnis Mba yang saat sudah mulai besar dan di kenal oleh banyak orang. Tunjukan pada mantan suami Mba dan keluarganya bahwa Mba itu lebih bisa dari apa yang mereka anggap selama ini..." jelas Rahima panjang lebar. Sungguh, walaupun Rahima adik aku, tapi jika ada masalah seperti ini, Ia akan menjadi dewasa melebihi umurnya.
"Makasih ya Dek....oh ya Maaf...tadi Mba usil Sama kamu...!!!" ucapku pada Rahima dan dibalas anggukan olehnya.
"Oh ya Mba...tadi Pak Zulfikar telfon, katanya Hp Mba ngga bisa si hunungi. Jadi Aku kasi tau kalau Mba lagi di Kantor Agama..." ucap Rahima sedikit menggantung.
"Trus....????" tanyaku penasaran.
"Iiih mba tu ya...masa Iddahnya baru aja di mulai lohhhj....jangan kecentilan...!!!" ucap Rahima memperingati ku.
"Emang kelihatan ya Dek...???" tanyaku tanpa dosa.
"Jelas lah....mmmmmm...tapi kalau memang Pak Zulfikar itu beneran suka sama Mba, pasti dia datang ke Bapak..dan aku sangat setuju jika Mba menikah dengannya." ucap Rahima mendukung hubunganku dan pak Zulfikar bisa lebih dari sekedar rekan bisnis.
"Mba ngga berharap si Dek....lagian pak Zulfikar itu gantengnya minta ampun....udah gitu kaya lagi, pasti banyak gadis-gadis yang antrian...kalau Mba kan janda dua anak....mana mau dia.." akupun mencoba mengelak perasaan ku pada Rahima. "Oh ya..Pak Zulfikar ada titip pesan ngga sama Kaku Dek...??" tanyaku lagi pada Rahima.
" Ia...katanya kalau Mba udah pulang hubungi dia...katanya ada hal yang penting
." jawab Rahima.
"Ya sudah..mba mau istirahat dulu...agak malam aja baru nelpon balik...biarin aja Ia penasaran...Iya ngga???" tanyaku dengan nada menggoda pada Rahima, sambil menaik turunkan alis mataku padanya.
"Terserah Mba deh...yang penting amanahnya Uda sampai..." jawab Rahima. " Ya sudah Mba istirahat gi...aku nemenin Ibu masak dulu... Soalnya Malam ini Pak Zulfikar mau datang....Ooops...keceplosan deh..." seru Rahima menutup mulutnya.
Mendengar ucapan Rahima aku pun memicingkan mata padanya..apa sebenarnya yang di rencanakan Rahima dan Pak Zulfikar.
"Rahimaaaa.....kamu nyembunyiin sesuatu sama Mbaaa!!!" teriakku. Namun Rahima lebih dulu kabur meninggalkan kamarku