Semua orang terkejut saat mendapati Jasmine yang melangkah memasuki kelas. Mereka terdiam melihat keadaan Jasmine yang sangat memprihatinkan. Padahal gadis berambut panjang lurus itu sendiri tak merasa aneh dengan dirinya. Ia tak sadar jika penampilannya sudah mulai kacau karena bertengkar dengan Julia. Bahkan darah mengalir dari pelipisnya. Meski tak banyak, namun tetap tampak merah dan segar.
''Cin, temen lu ngape, tuh?'' Seseorang menoel bahu Cindy dari belakang.
Gadis berambut pendek yang semula sibuk membalas pesan dari anak-anak cowok kelas lain, pun langsung menoleh ke kiri. Didapatinya Jasmine yang mulai duduk dengan tenang tanpa mengetahui keadaannya sendiri. Bahkan seisi kelas hanya bungkam, seolah benar-benar dibuat tertegun oleh gadis dengan rambut acak-acakan tersebut.
Mata Cindy membelalak lebar dan ia tak bisa berkata apa-apa dalam beberapa detik. Namun, di detik ke sekian ia akhirnya menghela napas panjang dan meraih wajah Jasmine dengan cepat.
''Yash! Lo kenapa?! Kepala lo!'' tanyanya dengan heboh.
''Kenapa?'' tanyanya dengan polos, masih tak menyadari apa yang terjadi dengannya.
Cindy berdiri, membuat kursi bergeser dan menimbulkan bunyi pada kaki kursi yang menabrak lantai. Ia langsung menarik Jasmine untuk berdiri dan membawanya menuju UKS. Anak-anak kelas tampak shock dan prihatin. Mereka mulai menduga-duga bahwa Jasmine terlibat perkelahian atau mungkin juga terjatuh hingga parah.
Dua gadis itu tampak berlarian menuju UKS, melewati kelas satu temannya yang tengah sibuk menambal lipsticknya di tengah jam pelajaran berlangsung. Teman satu bangkunya yang melihat dua gadis berlarian di koridor pun menyenggol bahu Kirana.
''Ran, kayaknya temen-temen lo lagi dikejar utang, deh,'' celetuk Raisa dengan berbisik pelan.
Kirana menoleh. ''Utang apaan?'' Ia balik bertanya.
Raisa mengendikkan bahu dan membalik wajah menatap Kirana. ''Mereka lari-larian, kayak dikejar setan. Sama rambut Yashmine juga kacau banget, tuh. Kenapa mereka?''
Kirana mengerutkan kening dalam-dalam. ''Lo yang bener?!'' tanyanya, agak ragu dengan kalimat mengenai rambut Jasmine.
Raisa mengangguk. ''Lo mau nyusul mereka?''
Kirana tampak diam memikirkan apa yang mungkin sedang terjadi. Padahal ia tahu pasti kalau Jasmine bukan gadis yang suka membiarkan rambut atau penampilannya berantakan. Hingga akhirnya ia berdiri dan langsung berlari usai pamit pada guru yang memang telah datang lebih awal.
Jasmine mulai memasuki ruang UKS bersama dengan Cindy. Ia hanya duduk, mengikuti arahan teman baiknya. Sementara itu Cindy mencari dokter sekolah yang entah berada di mana. Di sela Cindy yang mengelilingi ruangan untuk mencari dokter sekolah, Jasmine tiba-tiba menoleh ke samping kanan dan mendapati sebelah pelipisnya yang berdarah.
''Darah?'' gumamnya sembari menyentuh pelipis yang mengalirkan darah.
Jasmine tertegun sesaat, ia lantas mengingat kejadian di mana Julia melempar kerikil hingga mengenai kepalanya. Ia tak menyangka lemparan yang menurutnya bukan apa-apa itu justru membuat pelipisnya terluka hingga berdarah.
''Yash!" Kirana datang dan berteriak, membuat Jasmine berjingkat karena terkejut.
Gadis yang dipanggil itu kontan menoleh dan mendapati Kirana yang melotot saat melihat luka di pelipis Jasmine. Dengan cepat ia berlari mendekat dan tak henti-henti bertanya dari mana luka itu berasal, sampai Jasmine sendiri kebingungan karena tak mendapat cela untuk menjawabnya.
''Rambut lo juga acak-acakan, lo abis berantem? Sama siapa?!'' Kirana masih tampak heboh, saat dokter sekolah memasuki ruangan bersama dengan Cindy.
Kirana menepi agar dokter bisa memeriksa luka Jasmine. Ia bertanya pada Cindy ada apa, namun Cindy hanya menggeleng karena memang juga tak tahu apa yang sebenarnya tengah terjadi.
''Emang dia abis dari mana tadi?'' Kirana terdengar sangat khawatir dan bergetar saat menanyakannya.
''Bilangnya sih, ke toilet. Pas balik udah kacau,'' jawab Cindy tak kalah khawatir.
''Gue nggak apa-apa, kali. Lebay amat kalian,'' sahut Jasmine sedikit kesal melihat kekhawatiran yang berlebih.
''Nggak apa-apa apaan? Pala lo bedarah, tuh!" Cindy ikut kesal mendengarnya.
Jasmine berdecih pelan. ''Cuma kegores dikit. Ngga kena tengkoraknya.''
Cindy langsung menghampiri dokter dan menanyakan keadaan Jasmine. Dokter mengatakan hal yang sama, namun juga menambahi jika luka temannya itu sepertinya dari perbuatan jahat yang sengaja. Kirana menatap Jasmine dengan wajah penuh selidik, ia agak ragu jika Jasmine bermasalah, namun agak tidak percaya juga jika hanya dengan jatuh bisa memiliki luka dan rambut yang berantakan.
''Kamu istirahat saja dulu, ya. Teman-temanmu bisa kembali ke kelas lebih dulu.'' Dokter pamit setelah selesai memberi plester yang cukup besar di pelipis Jasmine.
''Terima kasih, Bu.'' Jasmine tersenyum manis, menganggukkan kepala sebentar dan melihat punggung dokter yang kian menjauh.
Cindy dan Kirana tak peduli akan apa yang dokter katakan. Mereka tetap ingin di sana menjaga Jasmine. Lebih dari perasaan ingin menjaga, mereka berdua lebih ingin tahu sebab bagaimana gadis berambut acak-acakan itu bisa sampai terluka seperti ini.
Kirana langsung duduk di samping tempat tidur, Cindy duduk di kursi di dekatnya. Jasmine meraba pelan perban yang ada di plesternya, ia terkikik geli setelahnya.
''Yeuu, malah ketawa! Itu luka, bego!" Cindy mengatakannya sambil kesal dengan temannya.
''Kalo ada masalah cerita dong, Yash! Jangan diem-diem berantem gini.'' Kalimat Kirana membuat Jasmine kontan menolehkan kepala padanya dengan terkejut.
''Lo ..., tau dari mana?'' tanya Jasmine ragu-ragu, membuat Cindy dan Kirana langsung membelalakkan mata.
''Jadi beneran lo berantem?!'' Cindy langsung heboh.
Jasmine menggeleng cepat, menyadari ia telah masuk dalam perangkap karena mulutnya sendiri. Kirana dengan cepat bertanya siapa yang membuat ia terlibat perkelahian seperti ini, namun Jasmine tak mau menjawab dan hanya mengatakan jika ia baik-baik saja.
''Lo nggak bisa gitu dong, Yash. Ini udah masuk ranah bullying. Siapa pelakunya? Kita bisa urus di komite sekolah.'' Cindy mengatakannya dengan perasaan sedih bercampur kesal.
''Enggak apa-apa. Gue nggak mau memperpanjang masalah.''
''Lo tuh, ya! Kita ngomong gini juga buat kebaikan lo, Yash!'' Kirana hampir meledak karena Jasmine. ''Kalo kita nggak selesaiin sekarang, bisa aja dia bakal giniin lo lagi dan terus. Kita nggak mau lo kenapa-kenapa! Gue nggak mau lo sampek diapa-apain sama orang!''
Jasmine terdiam melihat bagaimana emosi Kirana yang membelanya hingga demikian. Ia tersenyum manis, matanya sedikit berkaca-kaca dan ia mengangguk pelan. Jasmine berkata jika ia akan mengatakannya, namun tidak saat ini. Gadis itu hanya tak mau jika Kirana menyelesaikannya dengan cara yang sama kasarnya seperti gadis yang melukainya. Jasmine tak ingin seseorang dalam masa sulit di sekolah karena dirinya.
Jika Kirana dan Cindy tahu alasan Jasmine tak mengatakannya sekarang, mereka pasti akan langsung mencela Jasmine dengan sikapnya yang pleasure tersebut.
''Yaaasshh!!!" Seseorang berteriak kencang dan langsung masuk ke ruang UKS begitu saja.
Tiga gadis di dalam kontan menoleh bersamaan. Cindy sedikit terkejut dan mulai canggung secara tiba-tiba.
Anak laki-laki itu berlari mendekat, hampir terjatuh karena buru-buru untuk menemui Jasmine di tempat.
''Yash, lu kenapa, Ege? Pala lo bocor?!'' tanyanya, sangat khawatir namun dengan memutar kepala Jasmine begitu saja.
*****
Kamar Tukang Halu, 03 Agustus 2022