"Lo kira-kira dong, kalo main bola!" semprot Kirana dengan keras.
"Bener! Harusnya lo hati-hati, dong! Kalo kena Jasmine gimana?!" Romeo yang baru saja datang pun langsung ikut menimpali.
Jasmine langsung menoleh dan menatap Romeo. Dari raut wajah yang gadis berambut panjang itu tunjukkan, ia terlihat risih oleh anak laki-laki yang baru datang dan langsung ikut campur tersebut. Sementara anak tak tahu diri itu kini melotot kesal pada kakak kelas yang tak sengaja menendang bola itu hingga melayang ke arah dua gadis yang tengah berlalu.
Kirana berdecak dan mendorong Romeo hingga anak itu terkejut dan hampir terjengkang. "Nggak usah ikut, lo nggak diajak," ujarnya dengan ketus pada Romeo.
Romeo mengerutkan keningnya dan kebingungan dengan sikap Kirana yang menurutnya berlebihan. Padahal ia merasa jika dirinya tentu sangat penting untuk ikut campur urusan bola yang melayang tersebut, karena hampir saja bola itu mengenai Jasmine dan melukainya.
Jasmine menoleh cepat ke arah Kirana dan memegang lengannya. "Udah, Na. nggak kena, juga," ujarnya lirih, kesal dengan sahabatnya yang mudah terpancing emosinya.
Kirana menatap Jasmine tajam dan mengembuskan napas pelan. Ia langsung menoleh ke si kakak kelas yang masih merasa bersalah dan berdiri di hadapannya. Hampir saja Kirana mengatakan jika urusan mereka berhenti sampai di sini saja, namun tatapan tajam Romeo tiba-tiba membuat gadis tersebut terkejut dan mulai diam.
"Serius? Lo Romeo, 'kan?" tanya si kakak kelas menatap Romeo dengan heran dan bertanya-tanya.
"Iya. Emang kenapa?" jawab Romeo dengan ketus.
Kakak kelas itu mendengkus pelan dan terkekeh. "Baru kali ini gue denger suara lo," ujarnya, membuat anak laki-laki di hadapannya diam dan memutar bola matanya dengan malas. "Lo bukannya si dingin yang sering diomongin anak-anak cewek kelas gue 'kan?"
Kirana mengerutkan kening dan merasa heran, begitu juga dengan Jasmine. Yang mereka berdua tahu ialah anak laki-laki itu selalu banyak bicara dan sangat mengganggu, baik mengganggu Jasmine maupun sahabat-sahabatnya. Namun, kini justru seorang kakak kelas mengenalnya melalui gosip anak-anak di kelasnya dan mengatakan jika Romeo adalah anak yang dingin.
"Es batu kali, dingin." Romeo berdecak kesal dan kembali melotot menatap si kakak kelas. "Eh! Asal lo tau, ya! Lo tadi hampir aja ngelukain pacar gue, Jasmine!"
"HEH! Nggak ada, ya!" Jasmine kontan ikut menyahut. "Sejak kapan gue pacaran sama lo?" tanyanya dengan alis yang saling bertautan.
Romeo menoleh ke arah gadis tersebut dan tersenyum sangat manis, ekspresinya berubah dari marah menjadi sok menggemaskan karena Jasmine memperhatikan ucapannya. "Calon," lanjutnya, meralat ucapannya tadi.
Kirana menggeleng dan langsung menarik Jasmine untuk menjauh, sementara Romeo hampir mengejarnya namun dicegat oleh si kakak kelas. Anak laki-laki itu langsung menepis tangan si kakak kelas dan menoleh dengan tatapan datarnya.
Si kakak kelas pun hanya menatap Romeo dengan tatapan yang sama datarnya. Untuk beberapa saat, mereka hanya saling diam. Hingga akhirnya Romeo berdecak dan bertanya mengapa si kakak kelas mecegatnya.
"Lo mending jauh-jauh, deh, dari mereka."
Kalimat itu kontan membuat Romeo tertawa hambar dan menatap si kakak kelas dengan alis yang naik sebelah. "Gue tau lo tadi sengaja ngelempar bola ke mereka, 'kan?"
"Kalo iya, kenapa?"
Romeo mendengkus dan tersenyum miring. "Lo yang harusnya jauh-jauh dari mereka, terutama dari Jasmine."
"Kalo gue nggak mau? Lo mau apa?"
"Najis ah, saingan ama kingkong." Romeo berlagak muntah dengan tangan mengadah muntahan gaib di hadapan si kakak kelas, membuat kakak kelas tersebut terkejut dan mengerutkan keningnya dengan cukup dalam.
Rian, si senior yang tadi melempar bola tersebut, langsung menarik kerah seragam Romeo dengan kuat dan melotot tajam. "Berani lo sama gue?" sentaknya dengan kesal.
Romeo terkekeh pelan dan hanya tersenyum tak berdosa menatap Rian yang tampak sangat emosi terhadapnya. Dengan santainya ia menepuk bahu Rian dan kembali menatap si senior sembari berujar, "Kagak, lah. Mana berani gue sama kingkong."
Romeo tersenyum miring dan bergumam, "Ini sekolahan loh, Bro. Gue tau lo kapten futsal, citra lo bakal buruk kalo berantem di sini."
Mendengar ucapan Romeo, Rian pun langsung menghempaskan tubuh anak tersebut begitu saja. Karena memang ia berpikir bahwa apa yang Romeo katakan memang benar, bahwa terlibat pertengkaran di sekolah akan membuat citranya menjadi buruk. Apalagi ia adalah kapten futsal, justru akan semakin gawat jika ia menunjukkan sisi buruknya di area sekolah.
Dengan menahan emosi yang meletup-letup, Rian pun berbalik badan dan mengambil bola yang tadi ia lemparkan. Ia lantas menoleh ke arah Romeo untuk sejenak dan mendengkus pelan sembari mulai meninggalkan anak laki-laki tersebut sendirian.
'Sialan. Kalo bukan di sekolah, udah abis lo sama gue,' batin Rian, sembari terus melangkah meninggalkan Romeo.
Romeo mengembuskan napas pelan dan menatap ke arah depan, di mana Jasmine dan juga Kirana pergi meninggalkannya. Ia berjalan perlahan melewati koridor dan menuju kelasnya. Di tengah perjalanannya ia tersenyum manis karena memikirkan sesuatu yang telah lalu. Anak itu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Ia menatap benda kecil tersebut dan terus tersenyum cerah, hingga sebuah suara datang dan membuatnya langsung kembali memasukkan benda kecil tersebut ke dalam saku celananya.
"Romy, kamu ngapain masih di sini?" tanya seorang gadis dengan tersenyum cerah pada Romeo.
Dengan tampang kosong Romeo hanya terus berjalan dan menatap ke depan. Anak itu tak mengatakan apa pun dan bahkan tak berminat untuk menjawab pertanyaan gadis dengan rambut panjang nan poni yang tengah berjalan di sampingnya tersebut.
Gadis itu merasa sedikit canggung dan mulai menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal sama sekali. Ia merasa malu karena sapaannya tak mendapat respon baik dari Romeo, teman sekelasnya sendiri.
"Em …, kamu udah ngerjain PR Bahasa-"
"Udah," sahut Romeo dengan cepat, memotong ucapan gadis itu tanpa menoleh padanya.
"O-Oh, kirain belum." Gadis itu menolehkan wajahnya dan meringis tanpa suara. Ia merasa sangat malu dan canggung, namun masih saja tak mau berhenti berusaha untuk mendekati Romeo. "Em, ka-kalau kamu belum sarapan-"
"Udah juga." Romeo kembali menyahut dan kini mulai menghentikan langkah, membuat gadis tersebut ikut berhenti dan menatap Romeo dengan jantung yang berdebar kencang.
Mendengar si gadis yang terus mengatakan banyak hal yang menurut Romeo tak penting, ia pun langsung menatap ke arah gadis itu dengan tatapan dinginnya. Ia menatap tepat ke netra si gadis dan langsung mengembuskan napas berat, membuat gadis itu semakin merasa canggung dalam situasi tersebut.
"Julia, gue tau kita udah temenan dari lama."
"H-hah?" Kalimat Romeo membuat Julia membelalakkan mata.
"Tapi lo bisa nggak, jangan manggil gua Romy?" Pertanyaan Romeo membuat Julia tersenyum hambar dan mulai menunduk. "Di sini semua orang kenal gue sebagai Romeo, bukan Romy. Gue nggak mau inget masa lalu, di mana gue dikenal sebagai Romy."
Romeo menunduk dan menunggu reaksi Julia. Karena melihat Julia yang justru diam dan kebingungan, Romeo pun langsung memegang kedua bahu Julia dan kembali meminta agar gadis itu tak terus-terusan memanggilnya dengan nama lain.
"Lo bisa 'kan, Ya?"
*****
Kamar Tukang Halu, 21 Mei 2022