Di lorong itu Evans berjalan gontai menuju ruang UGD, dia terbayangkan wajah Michella saat bicara padanya tadi.
Walau dia sadar tak melakukan kesalahan dengan memiliki niat menolong Luna, tetap saja rasanya sedikit mengganjal melihat wanita setenang Michella mendadak jadi sangat berani untuk mengungkapkan isi hatinya.
Evans menghela napasnya panjang, kepalanya yang sejak tadi tertunduk. Kini naik melihat ujung lorong, sejauh matanya memandang tak menemukan sosok yang seharusnya ada di sana untuk menunggu Luna.
"Ke mana perginya pria sialan itu?" gumam Evans penasaran, walau dia tak menyukai hadirnya Ekal.
Tetap saja seharusnya Ekal ada di sana untuk menunggu istrinya, tapi. Apa yang terjadi kenapa tak terlihat batang hidung pria itu, Evans terus bertanya-tanya dalam benaknya.
"Sial, harusnya aku tidak perlu terkejut. Sekali bajingan tetap saja bajingan," tambah Evans kesal.
Tanpa harus tahu jawabannya, dia bisa menebak Ekal pasti pergi kepada wanita simpanannya itu.