Meski awalnya Dinda tampak ragu untuk memberitahu Luna, akhirnya dia memberanikan diri untuk mengelurkan sesuatu yang sejak tadi dia simpan di dalam tasnya.
Dia lirik sesuatu yang berbetuk amplop berwarna putih dengan logo rumah sakit.
Sania menaikkan sebelah alisnya melihat apa yang Dinda keluarkan, Sania melipat ke dua tangannya di depan dada menyaksikan apa yang akan terjadi di sana.
"Maafkan Ibu dan Ekal, ya. Luna, diam diam kami melakukan tes DNA untuk membuktikan kamu benar-benar anak Ibu atau tidak," kata Dinda pelan dengan sedikit ragu, dia ragu dan khawatir Luna akan langsung marah padanya detik itu juga.
Namun, siapa sangka. Luna malah mengerutkan keningnya karena masih belum dapat menelaah ucapan Dinda dengan benar. Apa yang wanita paruh baya itu katakan barusan, harusnya Luna sudah langsung paham. Tapi, karena dia terlalu banyak memikirkan masalah yang silih berganti, alhasil otaknya jadi lebih lamban untuk melihat situasi.