Untuk sejenak, panas dari kobaran api tak terasa di kulit dua insan yang masih asik saling pandang seakan melepas rindu.
Luna tak sadar air matanya jatuh begitu deras, dan Evans menyaksikan itu semua dengan hati tercabik.
Mendadak Evans menyesal karena sudah sempat bersikap tak baik pada Luna tadi, entahlah. Hatinya terlalu lemah melihat air mata Luna.
Sampai satu lagi ornamen di sana jatuh di dekat Luna menimbulkan suara menarik perhatian ke duanya.
Seakan kesadaran mereka hilang beberapa saat lalu, Luna reflek menyentuh pipinya yang basah.
Buru-buru dia menghapus air matanya, tak mau terlihat menyedihkan di depan Evans.
Tangan pria itu masih setia mengulur di udara menantikan Luna.
"Luna, ayolah! Kita tidak punya banyak waktu," seru Evans membuat Luna menatap lagi ke arah pria itu.
"Tidak bisa, ada api di antara kita."
Benar, lampu kristal itu terbakar semakin parah. Luna bahkan mundur karena wajahnya sangat dekat dengan api.