Dengan langkah yang girang Theo memasuki area taman kota, bibirnya masih mengulas senyum di sepanjang jalan setelah sambungan teleponnya dan Luna terputus.
Katakanlah Theo berlebihan atau lebih sering disebut sekarang, lebay! Tapi, memang pria itu saja yang kesulitan menahan senyumnya.
Seperti ada sesuatu yang memaksakan dirinya agar tak melunturkan senyuman manisnya itu, ya. Apa lagi jika bukan perasaan di dadanya.
Theo celingak-celinguk menyusuri setiap jengkal taman yang dapat ditangkap oleh matanya, sosok Luna masih belum terlihat.
Maka, Theo pun masih melangkahkan kakinya dengan penuh semangat empat lima.
Sampai beberapa saat berselang, sejauh matanya memandang. Theo dapat menemukan jembatan kecil di depan matanya, senyumnya berusaha dia sembunyikan.
Tapi, tak mudah. Karena kesal dengan diri sendiri, Theo pun refleks menampar pipinya sendiri.
Plak!
Suara tamparan yang Theo berikan pada pipinya sendiri menarik perhatian Luna juga Evans, ke duanya menoleh.