Chereads / Unexpected Husband! / Chapter 8 - Jangan Bodoh

Chapter 8 - Jangan Bodoh

Ditatap dengan jarak sedekat itu, Ayaka mau tidak mau memundurkan wajahnya hingga dirinya terlihat seperti berpose seksi ala model. Hal itu membuat Kei tersenyum tipis. Lagi-lagi senyuman yang membawa Ayaka pada gunung es yang hanya dipenuhi hutan kering yang tertutup salju.

"Kei-kun ... apa yang anda lakukan?"

"Aku hanya sedang mengamati calon istriku. Ternyata dia manis juga!" gumamnya seperti berbicara sendiri.

Sontak saja, wajah Ayaka menjadi semerah tomat. Ia pun memejamkan matanya tak kuasa menatap calon suaminya itu. Sampai-sampai dirinya tidak sadar tengah ditertawakan oleh Kei. "Ada apa, Kei-kun?"

"Jika kau menutup mata begitu, pria dewasa akan mengira kau mengizinkan mereka menciummu!" tawa Kei memenuhi rongga kepala Ayaka.

Bodoh.

Ayaka langsung menutup wajahnya dengan kedua tangan. Benar-benar bodoh dan sangat memalukan. Dirinya memang tidak bisa melihat situasi yang ada saat bersama Kei. Rasanya semua kecerdasannya tertutup oleh aura dominam milik pria itu.

"Maaf, Kei-kun ... saya tidak bermaksud menggoda anda!" lirih Ayaka masih dengan dua tangan di wajahnya.

Kei pun menuntun kedua tangan Ayaka untuk tidak menghalangi wajahnya. "Baiklah, service-nya sudah. Sekarang kau harus keluar dari kamarku. Datang lagi saat jam tidur, paham?" Suara Kei berubah lagi menjadi dingin.

Ayaka terhenyak, gadis itu pun menundukkan kepalanya agak terkejut dengan perubahan tiba-tiba itu. Ia memiringkan kepalanya meikirkan ulang apa yang salah dengan pembicaraan tadi.

"Jangan pikirkan apapun. Cepatlah terbiasa dengan sikapku, calon istriku!" ucap Kei melunak.

Mendengar hal itu, Ayaka kembali tertegun. 'Ah, bagaimana ini. Aku harus menjawab apa?' Pikirannya melayang ke angkasa.

"Ayaka!"

"Ayaka apa kau mendengarku?" tarik nafas panjang, Kei pun menarik bahu Ayaka agar menghadap wajahnya. "Kau kenapa?"

"Ti— tidak apa-apa, Kei-kun. Baiklah, saya akan kembali pukul 9.00 malam," ucap Ayaka lalu pergi meninggalkan Kei.

Pria itu pun merasa aneh dengan sikap Ayaka. Kenapa gadis itu tidak marah atau apapun itu. Padahal biasanya saat ia bersikap angkuh atau dingin setelah pembicaraan seru, dirinya pasti akan ditegur.

Apakah Ayaka tidak memperdulikannya. Apakah Ayaka benar-benar tidak terganggu dengan sikapnya. Kenapa gadis itu tidak protes atau mengomel. Pikiran aneh-aneh langsung berputar-putar di kepala Kei.

Turun dari tangga, tidak ada satupun orang yang menyambutnya. Hal itu membuat Ayaka sedikit merindukan rumahnya. Biasanya saat Ayaka turun dari kamar menuju ruang makan, pasti dirinya akan disapa oleh Stephanie— ibunya.

Kini, dirinya berada di rumah orang lain yang bahkan ia tidak kenal. Ayaka pun duduk tenang setelah mengambil air putih. Tetapi, baru beberapa saat menyesap gelas yang berisi air, tiba-tiba beberapa orang menatapnya sinis.

Namun, sedetik kemudian mereka menatap Ayaka dengan senyum penuh keramahan. Ayaka tidak bodoh, tetapi ia hanya diam saja dan membalas tatapan mereka dengan senyum seadanya.

Dirinya tiba-tiba merasa sakit di tenggorokannya, seperti ada yang mengganjal dan hal itu membuat perasaan Ayaka tidak enak. 'Apa yang sebenarnya terjadi, kenapa mereka begitu?'

Ia pun mulai mengingat-ingat semua yang terjadi di hari ini maupun kemarin. Dirinya saja di rumah ini belum ada satu hari, tetapi sudah ada masalah yang ia bahkan tidak tahu penyebabnya.

Asing, Ayaka pun berjalan pergi meninggalkan meja dan beralih ke taman belakang. Di sana terdapat kolam ikan yang cukup besar dengan tatanan taman yang indah. "Apa kau suka ikan?"

Terkejut, Ayaka hampir saja terjun ke dalam kolam. Untung saja ada sebuah tangan yang menariknya dengan kecepatan tinggi. "Apa kau bodoh, mana spontanitasmu?" kesal suara itu.

"Ryo-san?" kejut Ayaka dalam pelukan pria itu.

"Ck, sebenarnya apa yang kau pikirkan sampai tidak merasakan kehadiranku?" gemas pria itu mengusap rambut Ayaka yang berantakan.

"Maaf, saya hanya bingung. Kenapa semua orang di sini menatap sinis."

"Oh, biarkan saja. Kau kan calon istri Kei, pastilah ada beberapa yang merasa cemburu!" ujar Ryo melepaskan pelukannya. "Jangan dipikirkan, Ayaka-chan. Oh iya, kudengar kau diserang oleh Kyo?"

"Hah, bagaimana anda tahu ... Ryo-san?"

"Aku melihat mereka bertengkar, kau sendiri ... kenapa bisa sebodoh itu. Astaga, apa kau tidak punya pengembangan bela diri?" tanya Ryo merasa kesal karena ciumannya telah didahului oleh Kyo.

Ayaka menggeleng pelan. "Saya hanya berangkat dari rumah untuk belajar di sekolah!"

Ryo memegang kepalanya, kesal. "Hufttt ... bagaimana bisa aku bertemu mahluk secantik kau tapi tidak bisa bela diri. Dan lagi, kau jangan bersikap terlalu sopan. Itu akan membuatmu jadi gampang dimanfaatkan."

"Tapi, Ryo-san ... anda 'kan orang yang—."

"Apa kau juga bersikap begini pada semua pria?"

Ayaka mengangguk polos.

"Lain kali tidak usah, kau akan menarik perhatian mereka untuk menyelakaimu."

"Hah, mereka tidak akan—." Ucapan Ayaka terpotong karena pria itu tiba-tiba menarik kasar Ayaka ke dalam ruangan dekat dengan taman dan memojokkannya ke dinding yang paling dalam dan tak terlihat oleh siapapun.

"Ryo-san, apa yang anda lakukan?" lirih Ayaka merasa khawatir. Hatinya berdebar saat menatap wajah pria itu yang terlalu dekat dengannya.

Ryo tersenyum lebar dan menakutkan. "Wanita sepertimu memang lemah dan sangat mudah untuk didekati."

"Hah?"

"Ayaka, mau bersenang-senang denganku di kamar sampai malam?" Pertanyaan pria itu benar-benar membuat bulu kuduk Ayaka berdiri.

"Sebelum kau menikah, aku ingin sedikit merasakan bagian kecil tubuhmu. Lagi pula Kei mengizinkanku menyentuhmu tanpa harus mengambil keperawananmu!" sindir Ryo mengejutkan Ayaka.

Gadis itu terdiam membisu, tak bisa lagi mengatakan sepatah kata. Ryo yang ia kira adalah pria yang baik dan sopan, ternyata sama saja dan perkataannya bahkan lebih menyakitkan daripada kata-kata yang keluar dari mulut kembarannya, Kyo.

"Ryo-san, maafkan aku—."

"Jangan minta maaf, aku tidak menyuruhmu minta maaf!"

"Lalu?"

"Apa kau tidak mendengarku. Aku ingin kau menemaniku di kamar sampai malam!" pekik Ryo cukup keras hingga membuat beberapa pelayan merasa cemas, di mana sumber suara itu berasal.

Ayaka hampir menangis. Tatapan matanya penuh dengan buliran air mata yang siap menetes. "Ryo-san ... maafka—."

Hening.

Mata Ayaka membulat saat merasakan hangat di bibirnya. Ternyata itu adalah benda kenyal dan basah milik Ryo yang berusaha masuk ke dalam rongga mulutnya. Ia berontak, tetapi tidak membuahkan apa-apa.

Kekuatannya tidak sebanding dengan Ryo yang mungkin 10x lipat darinya. "Ryo ... mmpfh!"

Pria itu mulai mengelus pelan leher Ayaka hingga hampir menyentuh dadanya. Namun, telapak tangan itu hanya bergeser saja berhenti di pinggangnya dan langsung menarik tubuh itu lebih dekat dengannya.

Mereka sangat dekat, bahkan tubuh mereka sudah menempel. Ryo semakin memperdalam ciumannya yang sangat intens dan halus memabukkan. Jauh lebih halus ketimbang Kyo.

Cukup lama, tetapi akhirnya pria itu melepaskannya setelah 10 menit berlalu. "Maaf, aku hanya bercanda. Jangan dengarkan ... lupakan semua kata-kataku tadi!"

Ayaka menatap nanar. "Maksudnya bagaimana?"

"Yang harus kau ingat adalah ... pria yang melihatmu pasti akan tertarik pada parasmu. Jadi, jangan bodoh untuk membela diri jika tidak ingin berakhir begini!" ucapnya rendah.

To be continued...