Kresna menelan saliva dengan susah-payah. Keberanian yang selalu melekat pada dirinya pun sudah menciut. Bertatap muka dengan ayah Kinara, sungguh bukan sesuatu yang mudah. Situasi ini sangat menekan dirinya. Dan sejak tadi Bram Pradipta terus membaca buku, hanya sesekali menyahut untuk setiap ucapan Kresna. Sementara Meysa yang duduk di sebelah Bram terus menatap Kresna dan terus menghela napas. Mereka yang mengundang Kresna untuk datang, tetapi Kresna justru didiamkan. Apakah ini yang dinamakan ujian dari calon mertua?
Mertua? Ah, mungkinkah aku bisa memanggil mereka sebagai mertuaku suatu saat nanti? Sekarang saja aku seperti sedang menunggu eksekusi, batin Kresna berucap.
"Sejak kapan orang seperti kau memacariku putriku yang begitu berharga, Anak muda?" Dan akhirnya Bram bertanya.