17 tahun kemudian...
"Nata, kamu mau kemana pagi-pagi begini?"
"Nata mau jalan-jalan, Ma."
"Dengan siapa?"
"Dengan teman. Iya teman."
"Masa? Teman apa pacar?"
"Cuma teman kok, Ma. Tapi nggak tahu deh nantinya."
"Cieee... anak Mama sudah bisa naksir cowok. Ganteng nggak?"
Renata yang ditanya oleh Mamanya jadi malu-malu.
"Ganteng banget, Ma."
"Ya sudah. Sana kamu jalan-jalan. Jangan pulang terlalu malam ya."
"Siap, Ma."
Renata langsung berlari keluar rumahnya dan melihat seorang laki-laki tampan berdiri di samping mobil dengan ponsel ditangannya.
"Haikal." Panggil Renata
Orang yang dipanggil Haikal itu langsung menoleh dan tersenyum saat melihat Renata berlari kearahnya.
"Udah lama nunggunya?" Tanya Renata
"Tidak kok. Aku baru saja sampai." Sahut orang yang bernama Haikal
"Kalau begitu kita mau jalan-jalan kemana?" Tanya Renata
"Pantai mau nggak?" Tanya Haikal balik
"Boleh. Rasanya sudah lama juga aku tidak ke sana." Sahut Renata
Haikal langsung membukakan pintu mobil untuk Renata dan mereka langsung berangkat ke pantai.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang, akhirnya mereka sampai juga di pantai. Pantai yang mereka datangi itu sangat indah, ditambah cuaca hari ini yang sangat mendukung membuat air pantai yang berwarna biru zamrud jadi semakin indah.
Haikal menggandeng tangan Renata dan mereka berjalan-jalan di pinggir pantai.
"Mau lihat matahari terbenam?" Tanya Haikal
"Huh?" Sahut Renata
"Ku dengar pantai ini adalah tempat yang paling cocok jika mau melihat matahari terbenam." Sahut Haikal yang menatap ke dalam mata Renata
Renata jadi ingat sesuatu.
*flashback*
"Aku senang bisa liburan ke pantai bersamamu, Nita."
"Aku juga senang bisa liburan bersama, Rena."
"Terimakasih sudah mengajakku dan Ibuku pergi liburan ke pantai."
"Tidak masalah. Aku senang kamu dan Ibumu ikut."
"Apakah kita akan menginap?"
"Tidak. Kita di sini sampai sore saja. Sekalian melihat matahari terbenam bersama-sama."
"Aku ingin sekali melihat matahari terbenam."
"Nanti kita akan melihatnya bersama-sama."
*flashback off*
Tanpa sadar Renata menitikkan airmatanya. Ini sudah berlalu dua puluh tahun, tapi dia belum juga bertemu dengan Nita. Sahabat masa kecilnya. Perkataan Haikal tadi membuatnya merindukan Nita.
"Nata. Renata!" Panggil Haikal
"Eh iya?" Tanya Renata saat sudah sadar dari melamunnya
"Kenapa kamu melamun?" Tanya Haikal khawatir
"Tidak ada. Aku hanya merindukan seseorang." Sahut Renata pelan
Namun, ucapan Renata masih bisa di dengar oleh Haikal.
"Apakah kamu merindukan kekasihmu?" Tanya Haikal
"Apa maksudmu? Aku tidak memiliki kekasih. Kalau aku memiliki kekasih, aku tidak akan berada di sini bersamamu." Sahut Renata
"Lalu siapa yang kamu rindukan?" Tanya Haikal
"Hanya seseorang yang special dalam hidupku." Sahut Renata
Ucapan Renata membuat hati Haikal sakit. Siapa orang special yang dimaksud Renata? Apakah itu orang yang dia sukai?
"Haikal. Haikal!" Panggil Renata
"Kenapa?" Tanya Haikal sedikit terkejut
"Kenapa sekarang malah kamu yang melamun?" Tanya Renata
"Tidak ada. Ayo kita lanjut jalan-jalan." Sahut Haikal
Renata hanya mengangguk.
*****
Prang!!
Suara pecahan benda itu membuat seseorang di dalam kamar ketakutan. Dia meringkuk di dalam selimutnya.
"Kau wanita tidak tahu diri! Harusnya aku tidak memungutmu dari tempat sampah!"
"Kau lelaki bajingan! Beraninya kamu mengaiku sampah! Kalau aku sampah, lalu kamu apa? Kotoran?"
Plak!
"Wanita sampah! Tidak tahu diri! Harusnya kamu aku ceraikan sejak dulu!"
"Ceraikan saja aku sekarang!"
Mendengar kata cerai keluar dari mulut kedua orangtuanya membuatnya langsung berlari keluar kamar.
"Jangan bercerai. Nita mohon." Pintanya
Kedua orangtuanya hanya diam dan memalingkan wajah. Enggan melihat satu sama lain.
"Dulu hubungan kalian tidak separah ini. Tapi kenapa sekarang kalian bagaikan dua orang yang saling bermusuhan?" Tanyanya
"Maafkan Bunda, nak." Ucap Ibunya
"Maafkan Ayah, Nita." Sahut Ayahnya
"Selama ini Nita selalu ketakutan ketika kalian bertengkar. Nita hanya bisa diam di kamar dan menunggu kalian selesai dengan pertengkaran kalian. Tapi tidak pernah ada kata cerai yang keluar dari mulut kalian berdua. Baru kali ini Nita mendengar kata cerai itu dan Nita menjadi sangat takut untuk ditinggalkan kalian. Cukup Rena yang meninggalkan Nita, kalian jangan." Ucap Nita
Kedua orangtuanya saling berpandangan. Meskipun mereka sering bertengkar, tapi mereka tetap menyayangi anak mereka. Karena perjuangan mereka untuk memiliki anak itu sangat sulit, karena dua keluarga mereka yang menginginkan anak laki-laki bukan perempuan. Setiap jenis kelamin yang diketahui perempuan, pasti akan diminta buat digugurkan.
"Kamu tidur ya. Bunda akan menemanimu." Ucap Ibunya
Dia menatap suaminya sebentar lalu membawa Nita kembali ke kamarnya.
"Sekarang Nita harus tidur." Ucap Ibunya
"Peluk Nita." Pintanya
"Baiklah." Sahut Ibunya
"Rena, kamu dimana?" Batin Anita sebelum menutup kedua matanya
*****
Setelah melihat matahari terbenam bersama Haikal, kini Renata sudah berada dirumahnya. Lebih tepatnya dikamarnya. Dia membuka album foto dirinya bersama Nita dulu yang diabadikan oleh Bi Minah.
Tanggannya membuka satu persatu foto yang terdapat di album itu. Dia terlalu larut dalam kenangan masa lalu, hingga dia tidak sadar jika ada seseorang yang sudah masuk ke dalam kamarnya dan duduk disampingnya.
"Apakah itu kakak sewaktu kecil?" Tanya seseorang dari samping
Renata menoleh dan melihat Nana duduk di sampingnya.
"Iya." Sahutnya
"Lalu siapa orang yang disamping kakak?" Tanya Nana
Nana adalah adik Renata. Kedua orangtuanya memilih untuk mengadopsi Nana saat dia berusia enam tahun. Nana jugalah alasan kenapa dia dan keluarganya meninggalkan Indonesia.
"Dia adalah sahabat masa kecil kakak. Namanya Nita." Sahutnya
"Kakak terlihat merindukannya." Ucap Nana
"Kakak memang merindukannya." Sahutnya
"Kalau begitu temui dia. Hubungi dia. Jangan ditahan kalau kakak rindu." Sahut Nana
"Kakak tidak bisa. Kami berpisah sudah sangat lama." Sahutnya
Nana langsung memeluk kakaknya dari samping.
"Kakak sabar ya. Mungkin saat ini Tuhan sedang menyiapkan jalan untuk kalian kembali bertemu." Ucap Nana
"Semoga saja." Sahut Renata
Dia kembali melihat album foto bersama Nana.
"Kalian belum tidur?" Tanya seseorang dari pintu
"Bu Minah." Ucap Nana ketika melihat siapa yang datang
"Kalian sebaiknya harus tidur. Nanti Nyonya marah saat jika kalian belum tidur juga." Sahut Bi Minah
"Memangnya Mama dan Papa belum pulang, Bu?" Tanya Renata
"Belum. Tuan dan Nyonya tadi berpesan kalau mereka akan pulang sangat malam." Sahut Bi Minah
"Yah..." Sahut Nana dan Renata bersamaan
"Ayo tidur. Besok nona Nana harus sekolah dan nona Nita akan masuk kuliah pagi." Sahut Bi Minah
"Iya, Bu." Sahut mereka berdua
Lalu Bi Minah pergi meninggalkan dua saudara itu. Bi Minah ikut pindah ketika tahu Tuan dan Nyonya tempatnya bekerja akan pindah. Tapi dia akan diberi waktu tiga kali dalam setahun untuk mengunjungi keluarganya yang ada di Indonesia. Dia juga sudah menikah dengan pria asal keturunan Swiss dan tinggal menetap di sini dan memiliki seorang anak laki-laki bernama Justin Leonardo yang lancar menggunakan tiga bahasa sekaligus, Indonesia, Jerman, dan Pranciss.
Sepeningalnya Bi Minah, Nana langsung berbaring dikasur milik kakaknya.
"Aku tidur di sini ya, kak." Ucap Nana
"Boleh saja. Tapi kamu harus sikat gigi dan cuci kaki dulu baru tidur." Sahut Renata
"Baik, kakakku yang cantik." Sahut Nana lalu langsung berlari menuju kamar mandi yang ada dikamar kakaknya
Renata menutup album foto itu dan memandang sendu.
"Nita. Bagaimana kabarmu sekarang? Apakah kamu baik-baik saja? Aku merindukanmu. Aku rindu saat kita bermain bersama. Maafkan aku yang mengingkari janji kita berdua dan pergi tanpa pamit denganmu." Ucap Renata pelan
Tanpa sadar airmatanya kembali turun membasahi pipinya. Dia selalu merasa bersalah karena meninggalkan Nita tanpa pamit. Padahal dulu mereka berjanji untuk selalu bersama-sama sampai mereka dewasa.