"Selamat malam, Pak. Maaf malam-malam mengganggu, saya mau pinjam kunci Mall ini, bisa gak, Pak?"
"Untuk apa ya, Pak. Karena saya tidak bisa asal ngasih saja, jika tidak tau keperluan Bapak apa masuk kedalam Mall."
"Ada sesuatu yang tertinggal didalam, Pak. Saya ingin mengeceknya, apakah masih ada atau tidak."
"Oh begitu, tunggu sebentar ya, Pak. Saya ambil dulu kuncinya didalam."
Mas Yasa mengangguk, mengiyakan permintaan satpam tadi. Udara sangat dingin malam ini, apalagi aku tak sempat memakai jaket tadi, gara-gara mas Yasa yang asal saja membawaku untuk mencari Jonathan. Satpam itu membuka bilik kamar yang hanya cukup untuk ditinggali satu orang itu, kamarnya kecil mungkin hanya berukuran 2 kali 2 meter saja.
Saat satpam itu membuka pintu bilik, ku lihat ada seseorang yang tidur disana menghadap tembok. Memakai selimut yang sudah sangat lusuh, seperti tak pernah dicuci. Aku bergidik jijik melihatnya, jika aku yang tidur disana, pasti tak akan nyenyak untuk tidur.
Ku lihat mas Yasa tengah sibuk dengan ponselnya, aku teringat, bahwa aku tak membawa ponsel kemari. Karena tak sempat ku ambil ditas tadi. Beberapa saat kemudian, satpam itu keluar membawa kunci yang diminta oleh mas Yasa, dan menutup kembali pintu biliknya.
"Ini, Pak. Jangan lama-lama ya! Soalnya, saya akan ditegur oleh atasan nanti, jika membiarkan pintu Mall terbuka dimalam hari."
"Baik, Pak. Terimakasih."
Mas Yasa secepat mungkin menuju Mall, karena satpam tadi telah berpesan untuk tidak lama-lama. Aku sampai kewalahan mengimbangi langkahku dengan mas Yasa. Ku arahkan cahaya senter kedalam Mall, tampak menyeramkan sekali tempat ini. Aku memegang lengan mas Yasa dengan kuat, karena sejujurnya sangat takut, apalagi Mall ini begitu besar.
Sesampainya ditempat makan tadi, tak ku temui siapapun disana, aku memang sudah yakin bahwa percuma saja kembali ke Mall. Pasti Jonathan tak akan ada disana, bisa saja dia keluar dan mencari kami. Mas Yasa mengajakku menuju toilet untuk memastikan, apakah Jo ada disana atau tidak?
Nihil, di toilet pun tak ada siapapun. Aku menyerah, lelah mengelilingi Mall dalam keadaan gelap. Meski hanya mencari dilantai bawah saja, karena tak mungkin Jo ada di lantai atas. Karena listrik semuanya dipadamkan, dan lift tak bisa digunakan.
"Sudahlah, Mas. Ayo kita pulang, aku capek. Jo juga tak ada disini. Percuma kita muter-muter terus disini, tak akan menemukan apapun."
"Ini semua gara-gara kamu, Sekar. Andai kamu tidak lengah menjaga Jo, pasti dia tak akan hilang seperti ini." Mas Yasa tetap saja menyalahkan aku, meski aku sudah dengan tulus mencari Jo sampai kelelahan.
"Terserahlah, Mas. Apa katamu, yang jelas aku sudah tak kuat lagi. Capek, aku mau keluar saja."
Akhirnya mas Yasa pasrah, dan ikut keluar bersamaku. Rasanya kakiku pegal sekali, setelah memutari Mall yang luasnya lumayan. Tapi, tak menemukan Jo didalam. Mas Yasa mengunci Mall kembali, dan bergegas menuju pos satpam tadi.
"Ini, Pak. Kuncinya, terimakasih sudah membiarkan kami masuk."
Satpam tadi tersentak kaget saat mas Yasa sudah berada tepat disampingnya, sedari tadi satpam itu sibuk menyenter arah semak-semak. Entah ada apa? Aku pun tak tau.
"Oh iya, Pak. Sama-sama. Bagaimana, apakah sudah ketemu sama yang dicari didalam?"
"Nggak, Pak. Tidak ada, sudah muter-muter, tapi tetap saja tak ditemukan." Ungkap mas Yasa menjawab pertanyaan satpam itu.
"Kalau boleh tau, Bapak cari apa ya!"
"Saya cari anak saya, Pak. Saya dan istri saya baru menyadari, kalau dia tidak ikut pulang bersama kami. Saat sudah sampai di rumah tadi." Satpam itu mengernyitkan dahi, seperti mengetahui keberadaan Jo dimana, atau pernah bertemu dengan Jo.
"Ciri-ciri anaknya seperti apa ya, Pak?"
Satpam itu bertanya lagi, padahal kakiku sudah benar-benar pegal berdiri lama sejak tadi. Bukannya segers pulang, mas Yasa malah asik membicarakan Jo dengan satpam ini. Gavriel belum makan malam, aku tak mau kalau dia sampai kenapa-napa hanya karena terlalu lama mencari Jo.
"Anaknya agak berisi, Pak. Kira-kira tingginya 90 senti, cowok, terus pakek celana pendek selutut, sama kaos kalau tidak salah warna merah."
Satpam itu terkejut mendengar penuturan mas Yasa. Apa benar dia tau dimana Jo berada, atau pernah melihatnya saat di Mall tadi.
"Wah, kebetulan sekali, Pak. Sore tadi saya bertemu dengan anak Bapak. Dia duduk dimeja restoran dengan wajah yang ditundukan diatas meja sambil menangis, saat saya tanya, dia bilang kehilangan Papa mamanya. Karena tak tega, dan Mall akan ditutup, jadi saya ajak saja dia kesini. Sekarang dia sedang tidur didalam, Pak."
Penjelasan satpam itu membuatku tau, bahwa ternyata anak dalam bilik tadi adalah Jo. Kenapa tak dari saja sih, ngasih taunya. Tau gitu tak perlu aku muter-muter Mall semalaman, huh membuatku susah saja.
"Alhamdulillah, syukurlah, Pak. Jika memang anak saya ada disini. Dari tadi, saya pusing mencari-carinya, Pak."
"Tunggu sebentar ya, Pak. Biar saya bangunkan anaknya dulu. Dia pasti senang, karena Papa mamanya sudah datang menjemput, sejak tadi dia menangis. Tapi, saya coba tenangkan."
Satpam itu masuk kedalam bilik, sembari membangunkan Jo yang tampak sangat nyenyak dengan tidurnya. Padahal menurutku, tempat ini tak layak untuk dijadikan tempat tidur. Bagaimana bisa dia tidur dengan begitu nyenyak ditempat yang agak kumuh ini.
"Jonathan, syukurlah kamu baik-baik saja, Nak." Mas Yasa langsung berhambur dan memeluk Jo yang terlihat belum sepenuhnya sadar dari tidurnya. Ia tampak menguap dan mengucek matanya.
"Papa, Jo senang Papa disini, Jo kira Papa tak akan datang. Jo takut tadi, Pa. Sendirian di Mall." Bocah itu menjelaskan ketakutannya.
Tak ada niatan untukku memeluk anak itu, yang ada aku sangat kesal dengannya. Karena, membuatku pegal-pegal dan kelelahan seperti ini untuk mencarinya. Aku hanya berdiri disamping mas Yasa yang sedang jongkok, untuk memeluk Jo tadi
"Katanya dia sedang ke toilet tadi, Pak. Namun, karena banyak pengunjung, toilet penuh sehingga harus mengantri. Saat kembali ke tempat semula, Bapak sama Ibu katanya sudah tak ada disana."
"Iya, Pak. Saya sebagai orang tua merasa lalai karena tidak bisa menjaga anak saya dengan baik."
"Lain kali, jangan biasakan anak-anak sendirian ke kamar mandi, Bu. Biar tidak terulang lagi kejadian seperti ini."
Huh, satpam itu menasehatiku, seakan-akan semua ini adalah salahku karena tak menjaga Jo. Salah dia sendiri, kenapa lama sekali ditoilet, alhasil tertinggal di Mall, kan.
"Saya kan jaga anak saya yang masih kecil, Pak. Mana tau kalau ternyata abangnya akan lama ditoilet, jadi lupa kalau belum datang. Hingga bisa tertinggal seperti ini." Aku menjawab ucapan satpam tadi, dengan nada ketus. Ia tampak menggelengkan kepalanya. Terserah, mau dia menganggapku Ibu macam apa, yang jelas ini bukan salahku.
"Sekali lagi, terimakasih ya, Pak. Sudah mau menampung anak kami."
"Iya, Pak. Sama-sama."
Aku dan mas Yasa berlalu dari pos satpam menuju mobil. Ingin rasanya, aku memaki anak ini tadi. Tapi, ku tahan. Karena tak mau tetlihat kasar didepan satpam tadi, apalagi dia malah sok menasehatiku tadi.
Ah, rasanya aku benar-benar ingin cepat sampai di rumah. Lelah seharian, ditambah lagi pencarian tadi. Jonathan sudah tidur kembali dibangku belakang, ia tampak sangat lelah. Padahal yang muter-muter tadi, aku dan mas Yasa. Kenapa malah dia yang terlihat sangat kelelahan.