Zayyan dan Dhita masuk kedalam kantor dan langsung menuju ke bagian administrasi, karena biasanya kalau ada keperluan pasti ke sini dulu.
"Ada yang bisa kami bantu mas?" tanya karyawan yang bertugas dengan ramah.
"Saya mau cari bapak ini, di mana ya?" tanya Zayyan dengan sopan.
"Oh pak Ridwan? ada perlu apa ya mas sama mbaknya dengan pak Ridwan?" melihat cek yang di berikan Zayyan padanya, karyawan itu bertanya sekali lagi.
"Jadi gini mba, kemarin itu bapak ini nabrak mobil ibu saya di parkiran. Karena gak sempat ikut ke bengkel buat liat tagihannya, dia kasi cek ini dan minta kami buat ambil tagihannya di kantor." Zayyan menjelaskan dengan singkat padat dan jelas.
"Oh, iya saya mengerti! pak Ridwan juga udah buat laporan mengenai itu." Karyawannya langsung menangangguk mengerti.
Pak Ridwan udah lapor sebelumnya jadi dia langsung ngerti begitu mas ini jelasin.
"Mari ikut saya, kita bicarakan di ruangan Manager kami!" Karyawan itu mengundang Zayyan untuk mengikutinya.
"Terima kasih mbak!" Zayyan mengikuti, begitu juga dengan Dhita.
"Maaf sebelumnya, mbaknya boleh tunggu di sini aja?" melihat Dhita mengikuti mereka juga, karyawan itu menghentikan langkahnya dan melarang Dhita untuk ikut.
"Oh, iy--" Dhita sebenarnya takut sendirian, tapi karena dilarang ikut dia gak bisa bantah.
"Oh gak bisa mbak, dia harus ikut." Belum lagi Dhita selesai menjawab, Zayyan udah memotong.
Dia tau Dhita takut sendirian di tempat asing kayak gini jadi mana mungkin ditinggalnya sendirian.
Dhita terkejut melihat reaksi Zayyan yang terkesan melindunginya, ia bahkan merasakan genggaman di telapak tangannya. Rupanya Zayyan sedang menggenggam tangannya sekarang!
"Tapi mas, cuma yang berkepentingan yang boleh masuk ke ruangan Manager, gak boleh rame rame!" karyawan itu masih ngotot. Apalagli diliatnya dua orang ini masih muda banget.
"Yaudah Za, gapapa!" bisik Dhita pada Zayyan, dia gak mau ada keributan di sini. Risih diliatin orang orang.
"Dia pacar saya, jadi kepentingan saya ya kepentingan dia juga mbak! kalau memang kami gak bisa masuk managernya aja suruh keluar!" Zayyan sama sekali tidak menghiraukan saran dari Dhita.
"Mas tolong tenang mas! oke kalian berdua boleh masuk." Zayyan menekan suaranya sampek membuat karyawan ini harus mengalah.
"Terima kasih!" setelah di perbolehkan Zayyan berterima kasih dengan sopan. Dan ia langsung menggandeng tangan Dhita agar berjalan bersama.
Dhita memandangi cowok yang gandeng tangannya ini, dia terlihat sangat bertanggung jawab dan peduli hari ini. Tanpa sadar diapun merasa nyaman di gandeng kayak gitu.
"Selamat siang pak!" karyawan menyapa seorang pria yang duduk di kursi utama dalam ruangan itu.
"Siang Tia! ada perlu apa?" pria paruh baya itu masih sibuk dengan komputer di hadapannya dan hanya menjawab seadanya.
"Ada orang yang bawa cek kosong pak, mereka yang mobilnya di tabrak sama pak ridwan," jawab karyawan dengan sopan.
"Yang mana orangnya?" melihat ke depan, dia menemukan ada 2 orang di sana jadi ia harus memastikan siapa yang punya urusan dengannya.
"Pemuda ini pak, namanya?" karyawan itu menoleh ke Zayyan menunggu ia mengenalkan namanya.
"Zayyan! nama saya Zayyan," mengerti maksud mbaknya, Zayyan menjawab dengan sopan.
"Kalau gitu gadis yang di sana boleh keluar!" sahut Manager acuh tak acuk, itu membuat karyawan merespon dengan sedikit gugup.
Andai bapak tau sebelumnya saya udah larang tapi pemuda ini gak peduli.
Dhita juga udah lemas karena di suru keluar kayak gitu, mana muka bapak itu serem banget, jadi ia mau keluar aja. Tapi Zayyan menahan tangannya.
"Kami berdua punya kepentingan yang sama di sini, jadi jika dia keluar maka saya juga akan keluar!" Zayyan menjawab dengan tegas.
Ia bisa bicara dengan sopan jika lawan bicaranya menghargai dirinya, tapi karena bapak ini udah terlanjur gak menghargai mereka dengan menyuruh Dhita keluar dengan nada bicara yang tidak menyenangkan dia juga bisa bersikap sama!
"Barusan kamu bilang apa?" mendengar pemuda itu berani membantahnya, pria yang duduk di kursi utama itu mengangkat kepalanya dan menatap pemuda itu dengan tatapan yang tajam.
'Aduh Zayyan kenapa harus di lawan sih?' Dhita udah mulai takut ni dengan respon bapak itu.
"Mohon maaf sebelumnya pak, tapi kami berdua datang dengan tujuan yang sama jadi gak perlu minta salah satu dari kami keluar!" jawab Zayyan dengan ekpresi dinginnya.
Menurutnya berlebihan banget ni orang, baru jadi manager aja udah angkuh sampek gak bolehin orang untuk masuk ke ruangannya.
"Kamu sadar sedang bicara dengan siapa?" Bapak ini udah rada emosi liat kelakuan Zayyan.
"Sangat sadar! saya bukan karyawan bapak jadi saya gak perlu terlalu mengikuti perintah bapak. Dan sebaliknya saya ini tamu di kantor ini jadi perlakuan yang saya terima seharusnya tidak seperti ini!" dia bukan anak kemaren sore yang gak tau aturan dalam perkantoran.
Bapak ini salah cari lawan bicara.
Sementara itu Dhita udah merem melek liat Zayyan berani kali menjawab perkataan Manager di sini. Bahkan karyawan yang bawa mereka juga terkejut!
"Kamu! kamu datang untuk minta dana sama saya, seperti ini cara kamu datang? sepertinya saya punya alasan buat membatalkan pemberian dana ini.
"Apakah begitu? Begini cara bapak bersosialisasi dengan tamu? jika punya kepentingan dengan satu orang, apa rekan yang ia bawa harus bapak usir keluar? padahal mereka datang dengan tujuan yang sama?" sebenarnya gak harus gini kali Zayyan ngomong, tapi yaudahlah, lagi emosi juga.
"Anak bau kencur kayak kamu berani bicara tentang etika bersosialisasi dengan saya, udahlah keluar aja kalian! saya gak terima tamu!" kalau dia ladenin lebih lama bisa naik emosinya sama ni orang.
"Tidak sebelum bapak memberikan tagihannya!" Zayyan mengeluarkan bill yang di kasi Dhita, hampir 60 juta tagihan yang tertulis disana.
Wajarlah yang di perbaiki mobil mewah ni! mana hancurnya parah lagi kemarin, ya paksa ganti dong bagian yang hancur itu.
Manager itu melebarkan matanya melihat tagihan yang tertulis, banyak banget itu!
"Tidak! kami tidak bersedia membayar?" Manager itu memalingkan wajahnya sambil menolak tagihan itu.
"Oke, jdai begini cara perusahaan anda bekerja. Kalau begini gimana mau bersaing dengan Vendor lain buat Tender proyek di cikarang?" Zayyan mengernyitkan alis, seakan akan mengerti banyak tentang apa yang baru saja dia bicarakan.
"Kamu? Bilang apa kamu barusan?" pria paruh baya itu tersentak kaget mendengar apa yang baru aja di katakan sama pemuda itu.
Itu adalah proyek yang sedang mereka perjuangkan, dari mana bocah kayak dia bisa tau tentang hal seperti itu.
"Gak penting saya bilang apa barusan yang pasti kamu gak bakal bisa bersaing! Semoga beruntung saat meeting dengan Direktur!" Zayyan udah gak senang dengan respon dari bapak ini jadi dia langsung bawa Dhita keluar dari sana.